Chapter 5

121 9 0
                                    

"ini Bisma semua nih yang nelpon? Haduh mampus gue." dengan cepat gue mengetik nomor telpone Bisma. Gue hapal banget sama nomor dia. Sekali ngga di angkat, dua kali gak di angkat juga. Ketiga kalinya gue mau mutusin telpon, Bisma angkat telpone gue.

"halo..." sapa gue kikuk.
"darimana aja sampe lupa sama gue? Sibuk sama Ilham?" tuduhnya. Kalimat Bisma terdengar santai namun dingin.
"maaf. Tadi aku..."
"seharian sama Ilham dan lupa nelpone gue. Itukan yang mau loe bilang?"

"hufft... Bisma dengerin dulu. Aku tuh pameran sama Ilham otomatis aku seharianlah sama dia. Handphone aku taro tas, aku gak tau kalo hape aku mati. Aku baru liat tadi pas pulang." di sebrang sana, Bisma tersenyum sinis.

"itu karna loe lupa sama gue! Seenggaknya telpon gue sekali aja bisakan biar gue gak khawatir sama loe?" gue diam.
"aku... maaf Bis. Aku bener-bener lupa. Maafin aku"
"alesan, gue tau kok sekarang mungkin loe mulai ada rasa sama Ilham" apa apaan Bisma ini? Segitu besarkah rasa cemburunya.

"ngga! Aku cuma anggap Ilham temen aku. Gak lebih. Kamu kenapa sih curigain aku terus?" tanya gue mulai emosi.
"karna sikap loe sendiri! Udahlah gue males debat. Tidur sana, jangan lupa minum vitamin. Gak usah begadang!" klik~ telpone terputus.

Gue menghela nafas berat lalu duduk di tepi ranjang kamar gue.
"cemburuan banget sih Bis kamu sekarang. Bukan aku gak suka, tapi sekarang kamu mulai berlebihan" batin gue bergejolak.

"jadi gini sih? Kenapa gue malah gak bisa nahan cemburuan gue gini? Shit!" Bisma menatap kesal laptop di pangkuannya. Mood menulisnya hilang seketika tapi, dia harus melanjutkan tulisannya malam ini. Tidak ada kata mood-moodan sekarang. Bisma terburu deadline!

***

Jam menunjukan pukul 23.45 menit. Ponsel gue terus berdering sejak tadi. Dengan mata tertutup, gue berusaha menggapai ponsel gue di atas nakas.
"nghh~ halo..." kata gue malas.
"kamu udah tidur? Bisa temenin gue begadang?" suara lembut serak-serak basah itu membuat mata gue sontak terbuka.
"Bisma?"

Gue sontak membuka selimut dan terduduk di atas ranjang.
"iya ini gue. Loe udah tidur?" nada suaranya beda banget sama tadi. Kali ini lebih lembut dan gak sinis.
"tadinya sih udah tidur tapi, gara-gara kamu jadi ke bangun"

"Ooh jadi gue ganggu tidur loe? Udah sana tidur. Matiin aja telpon gue"
"eeeh jangan! Jangan di matiin telponnya." pinta gue.
"ya lagian elo."
"aku lagi? Iya, maap. Tapi,kan emang bener gitu ._. Tadi aku tidur tapi, kebangun karna kamu"

"tuh! Apaan tuh? Matiin ajalah (sebutnamakamu)­"
"eeeh jangan jangan! Kamu itu gak tau aku ka... Eeh"
"apa? Ka apa? Kangen kan?" ledek Bisma.
"idih pede banget kamu? Orang aku tuh ka...ka... Ish... Bisma!" Bisma tertawa di sebrang sana.

"bilang kangen aja susah. Ya gue sadar sih, gue emang ngangenin -_-" what the? Pede banget Bisma!
"iya aja udah. Kamu pede banget jadi orang -_-"
"bodo! Gue lebih kangen malah sama loe" akunya.
"emang udah gak marah?" tanya gue takut-takut.

"marah? Kapan gue bisa marah sama loe? Kalo kesel sih iya. Tapi, itu tadi."
"sekarang?" tanya gue
"menurut loe apa gue mau nelpon loe kalo gue marah?" tanya balik Bisma.
"ngga sih bi"
"itu tau. Lagian, mau marah sama loe itu gak akan pernah bisa" ujarnya serius.

"hehe iya-iya percaya. Kamu sendiri gak tidur? Ini udah jam 00.00 bi" kata gue seraya melirik jam dinding di kamar gue. Bisma menggeleng.
"gak bisa tidur. Gue di kejar deadline se. Hari minggu naskah novelnya harus di serahin ke penerbit" jelas Bisma.

"loh, bukannya selasa? Kok minggu?" tanya gue bingung.
"gak jadi. Mereka minta di percepat. Makanya gue bakal begadang terus sampe sabtu besok." kata Bisma curhat.
"ya udah kalo gitu aku temenin yah? Kamunya sambil ngetik. gimana?" lihat Bisma. Disana dia tersenyum manis sekali.

Stay Close, Dont Go!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang