Chapter 12

163 12 0
                                    

"makasih yah Ky, Cha buat tumpangannya :) maap nih guenya ngegangguin kalian" kata gue setelah turun dari mobil Dicky.
"sama sama (sebutnamakamu)­. Sekali kalilah. Kalo perlu ntar si Dicky gue suruh jemput loe" canda Dicha.

"jhahaa gak usah Cha. Sian cowok loe udah kaya supir. Ntar gue minta jemput supir gue aja" kata gue
"sip bagus! Lagian juga ntar bakal ada yang anter loe balik kok (sebutnamakamu"­ gue mengangguk.
"jangan menggalau. Hati hati jatuh pas di sungainya" nasihat Dicha.

"siap! Gue turun duluan yah. Kangen main air di sungai. Dadah..." gue melambai pada Dicky dan Dicha lalu menyusuri jembatan. Yupsi! Gue lagi di jembatan menuju air terjun tempat di mana gue sering sama Bisma dulu.

Gak tau kenapa gara gara mimpi tadi. Gue jadi kangen banget sama ni tempat. Padahal sejak Bisma menghilang gue gak pernah kesini lagi. Gue takut nangis kalo kesini. Hufft...
"kesini tuh asiknya sama kamu Bis"

"emang gak papa bey kita tinggal (sebutnamakamu)­ di sana? Kamu tau kan Bisma baru aja ngilang. Aku takutnya dia nangis nangis lagi di sana" Dicha masih memperhatikan punggung (sebutnamakamu)­ yang menjauh.
"gak papa. Dia udah tenang kok Chaw. Lagian, gue yakin dia udah bisa atur emosinya" sahut Dicky.

***

"pelan-pelan pelan-pelan" gue bergumam sambil menuruni bukit terjal di balik sungai. Dikit lagi gue nyampe air terjun nih! Suaranya ketara banget.
"huuh... kalo lewat sini bikin inget waktu jatuh guling gulingan sama Bisma. Waktu itu kan..."

gue menggelengkan wajah gue mengingat kejadian itu.
"ish kenapa jadi inget itu coba? Mending gue duduk di bawah pohon sana sambil baca novel. Anginnya sepoi sepoi nih!" gumam gue menepis fikiran fikiran tentang Bisma.

Gue menghempaskan punggung gue pada batang pohon sambil meluruskan kaki gue. Pandangan gue menatap lurus ke arah sungai dan air terjun yang gemericik.
"iiih... gue gak bakal nangis tau." cepat cepat gue mengusap airmata gue yang berkaca kaca.

Demi menepis kenangan dengan Bisma di tempat ini, gue meraih novel gue lalu membukanya. Itu novel Bisma "Love Is Hypocritical" yang baru gue beli.
"nggh? Siapa sih ganggu aja" gue merogoh dalam dalam tas gue saat ponsel gue berbunyi. Dahi gue mengernyit saat tertera sebuah nomor tak di kenal di layar ponsel gue.

Tanpa memikirkan siapa, gue mengabaikan. Sekali, dua kali, hingga lima kali ponsel gue terus berdering dengan penelpon yang sama. Gue menutup novel gue dan beralih menatap layar ponsel gue. Oke gue angkat.

"halo.."
"...."
"halo ini siapa?"
"...."
"halo? Ish siapa sih?" gue menjauhkan ponsel gue dari telinga lalu menatapnya.
"heh! Loe siapa sih? Kalo loe gak mau ngomong mending gue matiin."
"...."
"dasar gak jelas!" pip. Gue mematikan ponsel gue lalu kembali membuka novel.

Tapi, lagi lagi ponsel gue berdering. Dengan kesal gue meraih ponsel gue lalu mengangkatnya.
"heh! Loe siapa sih? Daritadi nelpon nelpon gue mulu! Di tanyain siapa siapa gak mau jawab. Mau loe apa hah!?" bentak gue galak. Sementara di balik telpon sana ia tersenyum.

Pemuda itu menutup mulutnya dengan saputangan lalu berkata.
"(sebutnamaleng­kapkamu) mahasiswi dari univ Parahyangan Bandung jurusan Sastra Indonesia. Hobi ngelukis dan punya cita cita jadi pelukis. Favoritnya pantai dan loe suka yang namanya jalan jalan. Iyakan gadis cantik?"

gue terdiam di balik telpon. Mendadak perasaan takut gue muncul.
"lo...loe siapa?"
"gak usah panik gitu. Apa lagi sambil melukin novel di bawah pohon. Bikin gue gemes" ujarnya.

Gue tersentak lalu beranjak bangun sambil melihat sekeliling.
"loe siapa ha? Eeh gue gak takut ya sama loe" kata gue gugup. Dia terkekeh kecil.
"loe lucu banget kalo marah" candanya.
"loe siapa ha? Gue gak suka becanda! Tujukin siapa loe dan apa mau loe!?" bentak gue. Dia tersenyum

Stay Close, Dont Go!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang