Prolog

7.2K 677 32
                                    

"Jangan bicara sembarangan, Changmin!"

Yunho mengeratkan kepalan tangan, rahangnya mengeras dengan mimik muka merah padam. Susah payah dia meredam emosi hingga tubuhnya bergetar, bahkan kedua kakinya yang terlihat berdiri tegak di tengah ruang kerja yang tampak berantakan, sebenarnya terasa tak bertulang.

Baru sekali ini, dia begitu marah pada anak semata wayangnya. Anak berusia tujuh tahun yang sekarang berdiri di pojok ruangan, menangis tersedu-sedu sembari tak henti-hentinya menggelengkan kepala. Di tangan anak itu, terpegang erat selembar kertas kusut.

Kertas itulah penyebab kemarahan Yunho dan tangis anak laki laki kecilnya.

Napas anak laki-laki itu tersengal di tenggorokan, sedikitpun dia tidak memandang ke arah Daddy'nya yang menatap tajam penuh amarah. Manik hitam mata elang anak itu bergerak-gerak tak beraturan menyapu ruangan.

"Anieyo.. Dad. Anieyo.." Ucapnya disela sela isak tangis. "Max ti_đak_bića_Ra_sem_barangan. Max tahu_eomma_mening _galkan _ki_ta, ka_rena _Max_ti_đak_seper_ti_anak_a_nak_lain. Max cacat!"

Yunho meringis mencengkeram dadanya sendiri, kemudian tanpa sadar tangannya menggebrak meja di depan sekuat tenaga. Suara keras dari gerakan itu berhasil membuat anak laki lakinya terkejut hingga menjerit, dan menangis lebih keras.

Anak laki laki itu terduduk disudut ruangan dan menyembunyikan kepala di antara liputan kaki.

Menyadari keadaan itu, Yunho memejamkan mata dan mengusap wajah kasar, berulang kali dia menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskan dalam sekali hentakan.

Perlahan dia membuka mata ketika merasakan gejolak emosi dalam diri sedikit mereda. Beberapa langkah dari tempat ia berdiri, anak laki lakinya masih meringkuk ketakutan.

Iba yang tiba tiba timbul pada dirinya menuntut untuk mendekati sang putra dan memeluknya, tetapi Yunho tidak melakukan itu.

Changmin adalah anak yang beda. Changmin bukanlah anak yang akan balas memeluk jika dia dipeluk dalam keadaan seperti ini. Changmin pasti akan memberontak. Changmin juga bukan anak yang keras kepala, bukan juga anak yang tidak mau menurut, bukan. Changmin hanya sosok spesial. Karena ke Specialannya itulah Yunho menyayangi lebih dari apapun. Bahkan ketika Istrinya memilih untuk pergi meninggalkan mereka.

Sebenarnya Yunho masih memiliki pilihan untuk tetap bersama istrinya dengan syarat meninggalkan putra satu-satunya pada kedua orang tuanya, tetapi Demi apapun! Yunho tidak melakukan. Changmin adalah anaknya dan apapun keadaannya, Yunho akan tetap selalu bersamanya.

Dan disitulah letak kemarahan Changmin hari ini. Changmin menemukan selembar surat milik Mom'nya yang disimpan Yunho dilaci meja kerja. Changmin mengamuk diruangan Yunho, berteriak teriak membenci Mom'nya, Walaupun Changmin anak yang beda dari anak-anak normal pada umumnya, tetapi bukan berarti dia anak yang bodoh. Changmin bahkan memiliki kepandaian sepuluh kali lipat daripada anak-anak normal seusianya. Di usia tujuh tahun dia sudah pandai membaca dan menulis bahkan mengoperasikan komputer. Changmin terlahir Autisme hiperaktif dengan keunikan kecerdasan diatasi rata-rata, dan itu adalah satu satunya alasan Mom Changmin meninggalkannya. Mom'nya malu memiliki anak yang cacat, Walaupun arti kata cacat disini bukanlah cacat fisik.

Diselembar kertas yang saat ini digenggam oleh Changmin tertulis kata-kata menyakitkan yang sebenarnya tidak patut ditulis oleh seorang ibu tentang anaknya.

Yunho memilih berbalik dan meninggalkan putranya di sana Meringkuk sendiri dalam kemarahan yang masih menyelubung.

Dia menghempas tubuh di sofa ruang tengah dan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Tangan kanannya memijit mijit pelipis sendiri.

Mengasuh Changmin sendirian bukanlah perkara mudah. Tetapi tujuh tahun bersama bukalah waktu yang singkat untuk mengenali karakter dari putranya itu. Dari itu dia lebih memilih meninggalkan Changmin sendirian, berada disatu ruangan saat Changmin marah, hanya akan membuat emosinya terus naik, padahal dia tahu segala emosi yang tertumpah hanya akan terbuang sia-sia. Changmin akan terus marah dan mengamuk, jika dia bersikeras memarahi. Mendiamkannnya adalah jalan satu satunya, anak itu akan mencerna keadaan dengan baik, dia akan mengerti apa yang seharusnya dia lakukan ketika kemarahan sudah mereda.

Entah sudah berapa lama Yunho terduduk diruang tengah sembari menutup mata. Kalau saja telinganya tidak menangkap suara decit pintu terbuka mungkin dia sudah tertidur disana.

Yunho menegakkan duduk dan menoleh ke arah pintu ruang kerjanya. Changmin berdiri di ambang pintu. Wajahnya menunduk dan kedua tangannya memegang selembar kertas di dada. Itu bukan kertas surat milik Mom'nya tadi. Itu adalah sebuah kertas dengan huruf kapital besar besar yang tertulis

"SORRY DAD. I LOVE U"

Seketika Yunho berdiri. Membentangkan tangan pada Changmin. Tanpa melihat langsung ke arah Yunho, Changmin berlari mendekati Yunho dan langsung memeluknya. Yunho menunduk, tak henti hentinya menciumi kepala Changmin. Changmin memang berbeda, tetapi inilah yang membuat Yunho tidak bisa sebentar saja meninggalkan putra kesayangannya. Changmin adalah anak berusia tujuh tahun yang memiliki kedewasaan melebihi yang seharusnya.

"Sorry Dad. I am sorry..."

Yunho melepaskan pelukan Changmin dari pinggangnya, kemudian menekuk lutut mensejajarkan tingginya dengan Changmin.

"Dont say I am Sorry, dear. Please. "

Dengan lembut dia mengusap air mata yang membasahi pipi putranya. Merasakan sakit yang meremukkan dada.

Tidak seharusnya anak sekecil Changmin mengalami hal seburuk ini. Changmin memang berbeda, tetapi beda bukan berarti salah, bukan? Tidak ada seorangpun di dunia ini yang sudi dilahirkan cacat, baik cacat dalam bentuk apapun. Tidak ada. Lalu apa salahnya seseorang yang terlahir berbeda?. Dan yang lebih menyakitkan dari semua itu adalah ketika seseorang yang seharusnya berada disisinya, mencurahkan segala kasih sayang yang di butuhkannya, malah memilih untuk pergi.

"Dad?" tanya Changmin, seperti biasa bulatan mata hitam Changmin sama sekali tidak mau menatap Yunho, seperti halnya jari jarinya yang sekarang terus bergerak memelintir ujung pakaian. Yunho meraih wajah putranya dengan kedua telapak tangan dan mengunci wajah itu tepat di hadapannya. Bulatan mata hitam Changmin masih saja bergerak-gerak, sesekali menatap Yunho lalu mengedarkan lagi, Changmin sudah biasa seperti ini. Dan ini adalah bagian pembelajaran yang paling sulit bagi Yunho untuk diterapkan pada Changmin. Saat mengajari Changmin berbicara, menulis, cara makan yang baik, dan cara berpakaian Yunho tidak mengalami kesulitan seperti saat dia mengajari Changmin untuk fokus pada orang lain. Menatap mata pada lawan bicaranya.

"Dad-dy.. Apa Daddy mer-rasa sama seper-rti Mom? Apa-kah Max hanya be-ban? Apa-kah Max adalah ba-gian tersulit da-lam hi-dup?"

Spontan Yunho menganga dan melepas pegangan diwajah Changmin lalu membungkam mulut sendiri, mendengar pertanyaan yang di ajukan Changmin .

Ya Tuhan, Putraku ?!

Yunho menggeleng, satu tetes air mata jatuh membasahi lantai. walaupun Changmin sekarang menunduk sambil menggerak-gerakkan satu kaki kedepan dan ke belakang tetapi Yunho yakin, Changmin tahu bahwa dia menggeleng.

"But if you ask me to day what is the herdest part?.... Knowing this is my future, Dad. Mom telling is True, I am Just weird boy."

"No!" sahut Yunho cepat. Dia meraih tubuh kecil putranya dan memeluk erat erat. "Berjanjilah untuk tidak mengatakan hal buruk itu lagi. Kata-katamu lebih sulit Dad hadapi daripada masadepan kita Changmin. Kau dan Dad, akan menghadapi ini bersama. Kau mengerti? Dad tidak akan pernah meninggalkanmu, dear."

Di bahunya Yunho merasakan Changmin menanggung angguk kemudian dia menegakkan tubuh Changmin dan menangguhkan kedua tangannya kembali ke wajah Changmin, memaksa Changmin untuk menatapnya.

"Dengarkan Dad, Sayang.. Changmin harus jadi orang yang kuat, laki laki tegar. Dan satu hal, bagaimanapun keadaannya Mom tetaplah Mom. Bersama ataukah tidak your Mom still Mom."

😢

(Ready Book)With Autisme N Hot DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang