Semua di mulai

854 65 3
                                    


Happy readding..

***

Adelia masih berjalan pelan menuju dapur yang berada di lantai satu rumah itu, rumah besar yang khusus di sewakan untuk wisatawan yang terkadang datang. Desa itu cukup terpencil oleh sebab itu hanya sedikit yang datang, mungkin karena lokasi dan promosi yang minin jadi desa itu tak terlalu di kenal, toh banyak desa yang mungkin sama indah dengan desa yang sekarang mereka datangi.

"Tap tap tap." karena terlalu sunyi, Adel bisa mendengar suara langkahnya sendiri.

Adel meraih pegangan kulkas dan membukanya dengan santai, dia tak menyadari ada yang memperhatikannya di balik jendela.

Siluet yang merupai bayangan hitam, dengan ekspresi dingin menatap Adelia nanar dari luar jendela.

Entah mengapa Adelia merasa begitu menggigil malam ini, ada sesuatu yang berbeda, entah perasaannya saja atau memang malamnya lebih dingin dari biasanya.

"Tik tak tik tak." jam berdetak mengikuti irama langkah Adel yang mulai gelisah, ada sesuatu di sana, sesuatu di dalam hatinya yang membuat dia merasakan ketakutan mengusik keberaniannya.

"Arya." Adel melihat sosok Arya berjalan keluar dari rumah.

"Arya! mau kemana?" Adel berteriak memanggil.

Arya tak menjawab panggilan atau pertanyaan Adel, Arya berjalan dengan pandangan lurus dan tak menoleh kemanapun.

"Arya! Issssshhhh, mau kemana sih tuh anak, di panggil kok gak nyahut, apa gak dengar ya, tapi masa sih kan aku manggilnya udah cukup keras." Gerutu Adel yang kesal akan sikap Arya.

Kini Arya sudah menghilang di balik pintu, Adelpun tak mau ambil pusing kini ia kembali ke kamarnya dan melanjutkan mimpinya yang tadi terganggu karena haus, dia pun sempat melihat kedua temannya yang tertidur pulas dan tak lupa menyelimutinya.

Meski bayangan Arya yan di nilai cukup aneh tapi, Adel tak mau ambil pusing, toh dia bukan anak kecil yang akan melakukan hal bodoh.

****

"Aaaaaaa." Sebuah jeritatan keras terdengar memengkakkan telinga.

Adelia menggerjap- gerjapkan matanya, mencari kesadaran yang masih setengah dia raih, hingga akhirnya matanya benar- benar membulat.

"Siapa sih pagi- pagi dah teriak?" Gumamnya.

"Tau tuh ganggu aja orang tidur." Vera menambahkan perkataan Adel.

"Putri mana vera?" Tanya Adel melihat Vera sudah tak berada di kamar itu.

" Di bawah kali " Ucap Vera malas yang kembali memejamkan mata dan merebahkan tubuhnya di kasur.

" Ver, yang teriak tadi siapa" Adel berpikir sejenak" Del bangun mungkin itu Vera!" Adel mengguncang- guncangkan tubuh Vera, hingga Vera akhirnya membuka mata penuh.

****

Di belakang rumah Adel dan Vera menyaksikan orang- orang sudah berkumpul begitu ramai, entah apa yang mereka lihat di sana, tapi pemandangan itu membuat Adel dan Vera tak nyaman.

"Permisi- permisi.." Adel berucap sambil mencoba menerobos kerumunan orang- orang, sementara Vera hanya mengekorinya dari belakang.

" Put- riii..." Adel terkejut melihat putri bersimpuh sambil terisak, keadaan putri terlihat sungguh kacau, wajahnya sendu, matanya mulai sembab, pipinya di basah dengan airmata, dia terlihat begitu putus asa.

Adel dan Vera menghampiri putri secepatnya, untuk mencari tau apa yang terjadi.

" Putri ada apa ?" Tanya Adel yang kini merangkul Bahu Putri.

" Hiks...hiks...hiks..." putri hanya memandang sedih, airmatanya mengalir tak mau berhenti di iringi isak tangis yang memilukan.

"Put ada apa?" Adel bertanya lagi dengan halus

"Hiks. hiks hiks Aryaaaa." putri hanya terus terisak menyebut nama Arya, lalu tangisnya kembali pecah.

"Del!" sebuah suara memanggil, mengejutkan Adel.

Dia mendonga mencari tau siapa yang memanggilnya.

"Roni."

"Arya mana?"

"Ar- ya." Roni terlihat ragu menjawab, dia malah mengulurkan tangannya ke atas pohon untuk menunjukan sesuatu.

Adel dan Vera mengikuti arah telunjuk Roni.

"Ya tuhan, Arya! itu Arya." Vera berteriak histeris dan Roni langsung menarik wajah Vera dalam pelukannya.

Pemandangan yang benar- benar membuat jantung siapapun yang berdetak mungkin akan berhenti.

Adel berdiri dengan kakinya yang mulai terasa lemas, bulir- bulir bening kini deras mengalir membasahi pipi kuning langsat yang kini berubah pucat.

Tubuh Adelia bergetar menahan pedih, matanya seakan tak sanggup memandang hal semengerikan itu..

Arya, tubuh tergantung di atas pohon setinggi 3 meter, kepalanya terkoyak dengan leher yang di gorok hampir putus, darah berceceran dan masih menetes sedikit, bajunya yang putih kini di penuhi bercak merah, isi perutnya terlihat mengurai keluar, sehingga usus- usus itu terlihat begitu jelas membuat siapapun akan jijik melihatnya sekaligus ngeri, dan apa itu yang berada di bawah pohon, Oh tuhan, itu bola matanya, ya kedua bola mata Arya yang sudah di congkel keluar dari tempatnya.

Adel sudah tak kuat lagi, tubuhnya sudah goyah, kakinya pun seakan sudah tak mampu menopang beban tubuhnya, seketika dia ambruk jatuh ke tanah, tak lama matanyapun ikut terpejam.

****
See you all

kutukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang