Setelah kejadian di koridor siang itu, aku bahkan mencoba tidak ingin mencari tahu lagi tentang sosok sempurna itu. Hampir 2 bulan aku bungkam, tak bersuara, selalu bersembunyi tapi kadang sesekali mencuri pandangan saat upacara bendera hari senin berlangsung. Aku lebih memilih berjalan mundur perlahan daripada harus bermasalah dengan orang yang selama ini selalu mendukung dan menguatkanku disaat aku terpuruk.
"Irene!" Teriak Sinta.
"Ya? Kenapa sin?" Jawabku.
"Gue udah tau siapa nama cowo yg waktu itu kita omongin di koridor." Kata Sinta.
"Wow, bagus dong. Siapa memangnya?" Jawabku sambil tersenyum palsu.
"Namanya Rasyid, gue juga udah follow instagramnya, langsung di follback ren." Gumam Sinta bahagia.
"Oh ya? Selanjutnya lo mau ngapain?" Tanyaku.
"Hm.. nggak tahu, tapi paling nggak gue udah tahu dia namanya siapa." Jawab Sinta.
Ya, aku harus menahan rasa sakit ini, rasa sakit dari luka yang tak berdarah. Apabila saat ini ada reward siapa aktris yang paling menjiwai aktingnya mungkin aku akan menjadi pemenangnya.
Setelah lebih dari 2 bulan aku mencari tahu, aku mengagguminya dalam diamku dan aku menganggapnya sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna, hari ini aku mengetahui namanya. Rasyid. Muhammad Rasyid Al-bani. Nama yang bagus. Kurasa memang dia lebih cocok dengan Sinta, yang juga menurutku sempurna. Sinta cantik, multitalenta dan cerdas. Tidak mungkin Rasyid tidak memilihnya untuk dijadikan pasangan.
Aku? Jangan tanyakan bagaimana perasaanku. Aku baik-baik saja, dua bulan terakhir ini aku hanya mengagguminya saja. Bukan berarti aku juga mencintainya kan? Hahaha..
Mungkin.
***
Waktu terasa sangat begitu cepat. Aku benar-benar sudah tidak ingin tahu lagi bagaimana dan seperti apa sosok sempurna yang sudah ku ketahui namanya itu. Kabar terakhir yang aku tahu, Sinta sudah satu kontak dengannya di aplikasi blackberry messenger. Mungkin sekarang mereka sudah begitu dekat.
Sudahlah, aku tidak ingin memikirkannya lagi."Aku bersembunyi, namun aku tidak diam" kalimat itu aku tulis di atas kertas dan kutempelkan di dinding kamarku. Menurutku kata itu sangat pas untukku saat ini. Atas perasaanku aku bersembunyi, namun aku tetap mengaggumi. Sosok sempurna itu sesekali masih terbayang di ingatanku.
Aku tidak bisa seperti ini, aku harus mengalah pada Sinta, bagaimanapun Sinta sahabatku.
Keesokan harinya ..
"Hm .. sin?" Panggilku gugup.
"Kenapa?" Jawabnya.
"Ah engga, manggil doang, yailah. Bete banget sih lo. Kenapa?" Tanyaku.
"Gue galau." Rengek Sinta
"Bisa galau juga lo? Kenapa? Rasyid jahat?" Kataku sambil tertawa.
"Dia dingin banget Ren, cuek juga." Jawab Sinta.
"Yah, gue kira bakalan dapat lampu hijau. Kan secara ya, lo cantik dia ganteng. Kan bisa jadi pasangan serasi." Ledekku.
"Ah lo, malah ngeledek! Tapi nih ya, gue juga lagi deket sama temen sekelasnya. Cakep juga, anaknya baik kayaknya." Kata Sinta.
"Siapa?" Kataku ingin tahu.
"Ridwan, itu lho, cowok yang pas itu gue salah panggil, yang gue panggil Dimas itu lho Ren" jelas Sinta.
"Oh, gue tahu! Iya, kalem tuh kayaknya anaknya, manis juga." Kataku.
"Tapi tetap, jangan karena dia ganteng aja lalu lo suka dan kagum sama dia." Sambungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA LENTERA
Teen Fiction"Aku bungkam, namun aku tak bersembunyi" nampaknya perumpamaan itu sangat pantas untukku, kejadian delapan bulan silam telah membuatku takut untuk jatuh cinta lagi. sampai akhirnya "dia" sosok humoris yang mampu mematahkan ketakutanku. dia yang mamp...