He is diferrent.~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Flo memijat pelan lutut kirinya yang terasa pegal. Meloncati lima belas anak tangga ternyata cukup melelahkan juga. Mungkin lututnya sedikit kaget pasalnya sebelumnya di sekolah lama dirinya tidak perlu melewati tangga untuk bisa sampai di kelas. Setelah merasa agak baikan, Flo melipat kedua tangannya di atas meja lalu menyandarkan kepalanya di dinding tepi kusen jendela yang ada tepat di samping tubuhnya dan memejamkan matanya. Ia ingin istirahat sebentar karena semalam tidurnya tidak terlalu nyenyak karena mimpi itu datang lagi. Entah mengapa semenjak ibunya meninggal, mimpi itu semakin sering datang mengganggu tidurnya.
"Ehem..."
Suara maskulin orang berdehem itu membuat Flo membuka matanya. Baru terhitung tiga menit saat dirinya mulai memejamkan matanya. Dan saat kelopak matanya terbuka, matanya langsung terbelalak melihat seorang laki-laki tengah menatapnya lekat sambil tersenyum lebar.
Dia adalah Rio.
Ya, Rio.
Setelah meninggalkan atap sekolah, Rio berjalan menuju kelas Flo. Untuk apalagi jika bukan menemui gadis yang kedatangannya kemarin ke sekolah membuatnya penasaran setengah mati. Memang itulah alasannya hari ini berangkat pagi-pagi sekali. Kalau tidak, mana mungkin dirinya rela terpisah dengan bantal kesayangannya yang sudah seperti magnet dan selalu menempel dengan kepalanya dan baru mau berpisah setelah pukul tujuh pagi?
Ia memang sudah bertekad untuk mendekati Flo apalagi saat ia merasa sikap Flo jauh berbeda dengan Flo yang dulu dikenalnya. Flo yang sekarang jauh lebih tertutup dan pendiam meskipun dulunya Flo juga bukanlah tipe gadis yang mudah bergaul dengan orang yang baru sehari dikenalnya. Dulu Rio bahkan harus rela ikut bermain dengan Nindi, sepupunya yang notabene perempuan dan sangat akrab dengan Flo, hanya untuk bisa kenal dan sedikit akrab dengan Flo. Jika bukan karena ingin lebih dekat dengan gadis pemilik lesung pipit di pipi kiri itu, mana mau Rio menekan sedikit gengsinya bermain dengan Nindi yang gila Barbie itu.
Entah kenapa saat Rio pindah ke rumah neneknya dan bersekolah disana, Rio yang saat itu baru menginjak kelas dua SD sangat tertarik untuk dekat dengan Flo yang hanya adik kelasnya sendiri di sekolah barunya. Seperti ada sesuatu yang membuatnya ingin berteman dengan seorang Flora Renata, padahal sejak kematian mamanya, seorang Rio Abraham tidak pernah peduli dengan apapun di sekitarnya. Dia hanya peduli pada buku-buku yang tampak lebih menarik perhatiannya.
Bahkan saat rasa penasaran yang begitu menggebu pada Flo kecil, Rio tetap bersikap seperti Rio yang cuek dan dingin di depan gadis kecil itu meski sebenarnya setiap gerak-gerik gadis itu selalu ia perhatikan. ( Oke, lain kali saja author cerita soal masa kecil mereka. Kita kembali ke kelas Flo. )
Tadi setelah sampai di depan kelas Flo, Rio sedikit mengintip dari jendela kaca untuk mencari sosok Flo. Ia hanya ingin memastikan, bisa saja kan Glenn dan Rian yang ia suruh berjaga di tangga hanya membohonginya saja?
Rio bertanya-tanya bagaimana bisa Flo setingkat dengannya padahal saat SD, kelas Flo satu tingkat di bawahnya. Namun rasa penasarannya ia singkirkan sebentar saat matanya menemukan sosok Flo yang tengah duduk menyandarkan kepalanya tepat pada dinding samping kusen jendela dengan kedua mata terpejam. Rio membuka jendela perlahan berharap Flo tidak terganggu kemudian menaruh dagunya di kusen jendela.
Rio menatap wajah Flo tanpa berkedip. Bulu mata lentiknya, alis tipisnya, hidung yang tidak terlalu mancung dan terakhir bibir tipisnya. Rio merasa terhipnotis yang benar-benar terhipnotis oleh wajah di depannya ini. Menurutnya Flo memiliki penampilan wajah yang pas. Cantiknya pas, tidak berlebihan. Manisnya pas, tidak berlebihan. Mungilnya juga pas, tidak berlebihan. Ya semuanya pas, sama sekali tidak berlebihan. Ditambah, rambut Flo yang dibawah bahu dikepang satu dan mungkin karena terlalu pendek untuk dikepang anak-anak rambutnya berjatuhan di pipi mungilnya. Satu kata yang bisa Rio ungkapkan untuk menggambarkan penampilan Flo dengan rambut seperti itu... Manis. Ya, manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Wings (Pindah Ke Dreame)
Ficção AdolescenteCerita ini pindah ke dreame ya. Kalian bisa baca di sana mumpung masih gratis. Terima kasih. "Cinta sempurna bukan karena kita berusaha mencari cara untuk mendapatkan dia yang sempurna dalam segalanya untuk kita cintai. Tapi cinta sempurna karena k...