Seperti orang lain di pagi hari, aku melakukan aktivitas seperti biasanya. Hal yang paling membuatku bosan adalah tidak adanya game yang menyenangkan, layaknya aku. seperti sebuah NPC. Bergerak dengan aturan yang sudah ditetapkan, berjalan sesuai dengan alur.
Mangikuti intruksi yang sudah diberikan, tanpa mau melakukan sesuatu yang lain.
Aku membenci semua yang ku lakukan, tidak! Aku merindukan semua kebosanan yang aku alami. Tuhan, tolong kembalikan aku pada jalur yang sudah ditentukan, jangan buat aku menjalani rel yang bukan miliku.
Sekolah tampak seperti biasanya, sama sekali tidak ada yang berubah. Kebisingan, ocehan, dan cerita yang membosankan.
"Hai lisa!"
Aku melirik perempuan itu, menajamkan pengelihatanku dan ya, aku tau siapa yang busuk disini, sok mengakrabkan diri eh? "Oh, hai." Kami berjalan beriringan, tapi pelayannya mengikuti dari belakang, jadi ini tidak kusebut berdua, namun berlima atau lebih.
Aku benci orang ini, karena setiap tindakannya memiliki niatan busuk.
"Lisa-ya, kuharap saat aku kekelasmu, kamu duduk dengan manis". Setelah mengucapkan itu ia bergegas pergi, andai aku mau lebih perduli, mungkin orang itu sudah ku cincang layaknya daging babi.
Cih, terlalu menyebalkan untuk menggores wajah busuknya. Duduk manis dan menunggu guru datang, semua muridpun sudah pada tempatnya, dan memang dasarnya sekolah ini adalah sekolah dengan ketertiban yang jauh ditingkat yang berbeda.
Dasar robot.
Dan seperti biasanya, mengabsen murid yang belum hadir adalah tugasku.
"Siapa yang belum datang?"
"Seperti tidak tau saja, bahkan aku yakin kau sudah muak". Ya aku benci orang dengan marga Kim, ditambah dengan wajah yang ingin aku muntahi. Muak sekali.
"Salahku bertanya dengan kelas yang menyedihkan ini." Dan tebak, mereka menatapku dengan tidak suka.
"Oh sang malaikat, jangan membuat iblis ini menyerangmu." Delapan kata yang selalu saja sama.
Tiba-tiba..
BRAK!
Pintu terbuka dengan kencang, angin pun seperti tidak terkendali. Dengan ragu aku duduk dikursi, mungkin saja itu guru yang ingin menakuti kami.
Lama sekali kami menunggu, sampai...
.
.
.
Kami tetap diam, kami tenang, tapi, "Yo~yo~yatto!"
Bruk!
Aku melihat kebelakang dengan cepat darah mengalir dengan deras. Tepat dibagian belakang, Dahyun, sudah kehilangan kepalanya, dan irene yang menangis. Aku ingat, aku seperti ditarik masuk kedalam sebuah game yang sudah aku mainkan, dan balasan untuk memenangkan permainan itu, adalah dengan mengorban orang terdekatmu.
Irene bergerak, " Irene! Jangan bergerak! Diam! "
Dan irene terdiam dengan tangannya yang membekapnya, "Siapapun jangan ada yang bergerak, jangan satupun. Dengarkan aku jika tidak mau mati."
[Re-upload]