Chapter 7

2 0 0
                                    

Eunha POV

Aku tidak mengerti bagaimana Hara bisa hidup seperti ini. Dia memiliki tugas yang sangat banyak tapi tetap kerja part time. Aku jadi merasa merepotkan dirinya selama tinggal disini. Tapi aku harus tidak dimana lagi. Aku masih kesal dengan ayahku, aku tidak mau bertemu denganya dulu. Aku harap, aku bisa seperti Hara.

Tiba-tiba bel berbunyi, aku bangkit dan membukan pintu apartemen milik Hara. Saat aku buka ternyata itu Jihoon, dia adalah salah satu anggota kelompok kami.

"ah Eunha, maaf aku hanya ingin mengembalikan buku ini. Hara meninggalkannya di rumah Namjoon dan dia memintaku untuk mengembalikannya" katanya sambil menyerahkan sebuah buku kepadaku.

"ah iya" kataku sambil menerimanya. Setelah itu langsung pulang tanpa bicara apa-apa lagi. Aku masuk dan melihat isi dari buku itu. ternyata dalamnya adalah catatan tugas dan pekerjaan dia. Aku jadi iri melihat dia yang bisa mengatur waktu dengan sangat baik. Aku harus banyak belajar denganya.

Tiba-tiba handphoneku berbunyi, itu dari Jungkook.

"halo?" kataku mengangkat panggilan dari Jungkook.

"bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?"

"ya terima kasih tadi sudah datang" aku merasa sangat beruntung karena memilikinya. Dia sangat peduli dengaku.

"tidak masalah, apa yang sedang kamu lakukan? Kamu harus banyak istirahat" dia terdengar sangat khawatir.

"aku sedang makan bubur buatan Hara, setelah ini aku akan istirahat. Tenang saja" kataku sambil tersenyum.

"yaa... bagaimana bisa aku tenang saat kamu sedang sakit seperti ini" katanya lagi, dia benar-benar perhatian kepadaku.

"iya, maaf membuatmu khawatir"

"untuk apa kamu minta maaf. Sudah, aku akan tutup teleponnya dan istirahatlah" katanya.

"baiklah" jawabku dan setelahnya dia menutup teleponnya. Aku beruntung mendapatkan dia.

Aku menghabiskan bubur dari Hara dan segera tidur. Aku harap besok aku sudah membaik dan bisa ikut presentasi dengan kelompokku. Sudah cukup banyak aku merepotkan orang lain.

Aku tertidur dan terbangun di tengah malam. Aku lihat Hara belum juga pulang, aku jadi khawatir. Biasanya dia sudah pulang jam segini. Aku pun menelpon Jungkook dan menanyakan keberadaan Hara, mungkin dia sedang bersama Taehyung.

"halo, ada apa? Tumben kamu menelpon begitu larut?" tanya Jungkook heran.

"aku hanya ingin tanya, apa hari ini Taehyung mengajak Hara jalan. Dia belum juga kembali dari tadi sore dan itu membuatku khawatir" kataku sedikit bergetar.

"hah?!? Hara belum pulang? Hari ini aku dan Tae mengerjakan tugas bersama hingga larut malam. Bahkan saat ini kami masih belum menyelesaikannya. Aku akan tanya Tae" kata Jungkook, aku bisa mendengar sedikit percakapan mereka. Aku jadi tambah khawatir. Hara jarang sekali pulang larut seperti ini. Bagaimana jika seseorang berusaha mencelakai dia.

"halo Eunha, Hara keluar jam berapa? Dia belum menelponku karena aku terlalu berkonsentrasi mengerjakan tugas" tanya Taehyung kepadaku.

"sekitar jam 5, tapi sampai sekarang dia belum juga kembali. Biasanya jam 10 sudah sampai tanpa mampir kemanapun dulu" kataku khawatir.

"aku akan coba datang ke tempat dia bekerja. Tenanglah, aku yakin dia baik-baik saja" kata Taehyung.

"halo Eunha, tenanglah. Aku yakin Tae akan bertemu dengan Hara dan memastikan semuanya baik-baik saja. Lagipula tumben sekali Hara tidak mengangkat telepon Tae dan aku. Apa dia membawa handphonenya?" tanya Jungkook.

"aku tidak tau, aku begitu panik sampai tidak mencoba menelponya terlebih dahulu. Bagaimana ini, aku jadi bertambah khawatir" kataku bingung.

"tenanglah, semuanya akan baik-baik saja"

~*~

Hara POV

Aku tidak tau bagaimana cara keluar. Bagaimana ini, gara-gara mencoba menyelamatkan orang lain aku justru membahayakan diriku. Bahkan sepertinya kami berdua akan mati.

"bagaimana ini, kita tidak akan selamat" kata ibu yang bersamaku ini. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Kafe tempatku bekerja tiba-tiba saja terbakar, sebelumnya memang aku sempat medengar sedikit ledakan dari arah dapur. Aku sempat menyelamatkan diri tapi aku mendengar suara teriakan dari dapur. Sepertinya salah satu staff kafe masih berada disana, akhirnya aku masuk dan mencoba membantunya keluar. Kakinya tertimpa lemari. Dan sekarang kami berdua tidak bisa keluar dari dalam sini. Aku bingung harus berbuat apa. Aku melihat sebuah jendela yang setidaknya muat untuk kami keluar.

"bu, naiklah ke punggung saya dan keluar dari jendela kecil di situ" kataku sambil berjongkok dan mempersilahkan ibu itu untuk naik ke punggungku.

"lalu bagaimana denganmu nak?" tanyanya terlihat khawatir.

"tidak masalah bu, saya bisa memanjat kesana. Tenang saja, saya rasa jendela itu tidak terlalu tinggi, jadi ibu ataupun saya akan terluka" kataku. Dia akhirnya menurutiku. Dia naik ke punggungku dan membuka jendela itu lalu keluar dari sana. Setelahnya aku mencari akal agar aku bisa naik ke jendela itu. tapi sebelum sempat memanjat, sekarang justru kakiku tertimpa bangunan yang sudah mulai runtuh.

"akhhh...!!!" teriakku.

" nak, apa kau tidak apa-apa. Aku sudah memanggil bantuan" kata ibu tadi dengan suara yang keras.

"saya baik-baik saja bu" kataku berbohong. Aku berusaha memindahkan runtuhan itu dari kakiku. Dan berusaha untuk berdiri meski sulit. Sesekali aku terbatuk karena asap yang ada di sekitarku. Aku berhasil berdiri, aku mencoba memanjat jendela. Setelah berhasil memanjat aku langsung meloncat keluar dari café tempat aku bekerja. Aku berhasil keluar walaupun sedikit terluka.

"ya ampun, kamu ga apa-apa?" tanya seseorang menghampiri. Ibu yang tadi keluar terlebih dahulu juga menghampiriku.

"lebih baik di bawa ke rumah sakit" kata ibu itu sambil membantu aku berdiri.

"tidak usah bu, biar di obati di rumah aja. Apartemen saya ga jauh kok dari sini" kataku sambil melepaskan pegangan ibu itu. dia terlihat khawatir dengan lukaku.

"tidak, tidak. Lukamu harus segera di obati" kata ibu itu lagi dan membawaku ke dalam sebuah mobil. Orang yang tadi di panggil ibu tadi langsung berusaha membantu memadamkan café yang sudah setengah terbakar. Aku langsung di bawa ke rumah sakit yang tidak jauh dari sana.

Setelah kakiku di obati, ibu itu membelikan sebotol minuman.

"terima kasih bu. Padahal ibu tidak perlu repot seperti ini" kataku berterima kasih. Aku jadi merasa tidak enak begini.

"kamu sudah selamatkan nyawa saya. Yang seharusnya berterima kasih itu saya. Kamu benar-benar berani padahal bisa saja kamu tidak selamat" kata ibu itu.

"sudah jadi tugas saya menolong sesama. Lagipula jika saya tidak mencoba menolong mungkin ibu tidak akan selamat. Selama masih bisa diselamatkan, saya akan berusaha menyelamatkan" kataku sambil tersenyum.

"eomma!!!" panggil seseorang. Aku melihat seorang laki-laki berlari menuju ke arah kami dan tiba-tiba langsung memeluk ibu yang tadi aku tolong.

"eomma, apa eomma baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" kata laki-laki melontarkan banyak pertanyaan kepada ibu yang aku tolong tadi.

"naneun gwaenchanh-a, jangan terlalu khawatir. Untung ada yang menyelamatkan ibu. Tidak terbayang kalau dia tidak datang" kata ibu sambil melihat ke arahku dan tersenyum.

"ah, terima kasih sudah menolong ibuku. Kamu benar-benar penyelamat ibuku" kata laki-laki itu kepadaku.

"ini bukan apa-apa, aku hanya melakukan apa yang harus lakukan" kataku sambil tersenyum.

"aku tidak tau bagaimana aku harus membayarnya. Atau ada sesuatu yang kau inginkan. Katakan saja, aku akan mengabulkan semua keinginanmu sebagai balasan sudah menyelamatkan ibuku" kata laki-laki itu sambil berdiri dan melihat ke arahku.

"tidak perlu repot-repot. Aku menolong dengan iklas kok tanpa mengharapkan imbalan apapun. Aku bersyukur kami berdua bisa selamat" kataku sedikit merasa tidak nyaman dengan kata-katanya. Dia pasti sangat sayang pada ibunya sampai-sampai mengatakan hal seperti itu. 

GIVE UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang