2. Kembali (Revisi)

31 8 2
                                    

Satu minggu setelah kejadian menangis bersama di kamar Dara, semua anggota keluarga tidak lagi menyinggung tentang Dara, pagi ini di hari Senin berjalan seperti biasanya, meja makan itu terasa hening hanya ada dentingan sendok dan garpu, setelah kejadian tiga tahun yang lalu meja makan ini selalu sepi karena sang matahari meredupkan sinarnya.

Ketika semua telah pergi ke tempat tujuan masing masing, -Ayudia- Ibu Dara tanpa sengaja menjatuhkan piring ke lantai yang sedang dibereskannya, tatapannya lurus ke arah tangga menatap seorang gadis yang berbadan kurus, kantung mata yang hitam dan mata yang bengkak.

"Dara ..... " Ayudia bergumam pelan menatap anak bungsunya dengan perasaan yang shock dan terisak dengan tangan yang menutupi wajahnya.

Ayudia merasa gagal menjadi seorang ibu.

Dara melangkahkan kakinya menuju sang Ibu yang sedang menangis, wajahnya yang tirus menampilkan senyum tipis sembari memanggil Ibunya.

"Ibu" panggil Dara sembari memeluk ibunya yang semakin terisak "Ibu, jangan menangis" tapi dirinya pun tidak kuasa menahan tangis di dekapan sang ibu.

_________

-Adha- Kakak sulung Dara baru saja memasuki ruangannya tapi ponsel di tangannya sudah berdering menandakan ada panggilan masuk

Sagara Miller

Video Call, Adha mendengus, temannya itu memang tidak pernah putus asa untuk kepuasan pribadinya, dengan berat hati adha menekan tombol hijau.

Sagara memunculkan wajahnya sambil menguap dan tersenyum pada Adha, teman yang paling keras.

"Hallo Bung" sapa Sagara dengan nada ceria sambil berdoa dalam hati semoga kali ini Adha tidak mengamuk lagi.

Adha hanya mengangkat halisnya sambil menatap tajam Sagara yang cengar cengir takut.

"Eumm ... itu ... anu ... " gugup Sagara

"Kalau lo terus maksa gue buat ikut nge Band, gue gak bisa" jawab Adha yang sudah tau tujuan Sagara yang akhir akhir ini sang teman selalu menerornya.

"Sampai kapan?"

"Entahlah yang pasti setiap gue nge band gue selalu inget penderitaan Dara, gar"

"Itu bukan kesalahan lo ataupun band kita, tapi udah rencana semesta, Ha" Sagara menghembuskan nafas dengan kecang "ya sudah kalau itu keputusan lo, gue gak bisa maksa bung"

Adha melemaskan bahunya "Gue cuma setiap nge band selalu inget penderitaan adik gue, Ga" sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.

"Tenangin diri lo, oke gue gak akan maksa lagi, kalau lo mau, nanti hubungin gue lagi, sorry Bung gue udah buat pagi lo buruk"

"Sialan emang lo Gar" umpat Adha sembari menutup video call itu

Adha memukulkan kepalanya ke meja kerjanya dengan teriak yang tertahan.

______

Dua perempuan berbeda usia itu sedang duduk berhadapan di sofa ruang tamu.

"Dara ... " panggil Ibunya yang sudah sedikit tenang melihat anak bungsunya turun dari kamar setelah tiga tahun.

Dara mengangkat wajahnya yang menunduk dan menatap ibunya dalam

"Maafkan Dara, Bu"

Ayudia langsung menggenggam tangan Dara yang berada di atas meja

"Anaku, untuk apa maafmu sayang?"

"Karena penderitaan Ibu dan keluarga ini yang sudah merawat aku seseorang yang tidak berguna"

"Lihat Ibu dara"

Dara menatap mata sembab ibunya

"Sayang, ibu, ayahmu, dan kakak kakakamu tidak pernah merasa menderita karena mu sayang, justru ibu bersyukur karena Ibu bisa merawat anak kecil ibu"

Dara menangis dengan kepala tertunduk merasa bersalah "Aku .... beban .... kel ... keluarga ini bu"

Ayudi semakin mengeratkan genggaman tangannya kepada anak bungsunya

"Setiap Anak itu memang beban bagi keluarganya, kamu tau kenapa? karena Anak itu titipan Tuhan maka itu menjadi Beban bagi Ibu dan Ayah untuk memastikan anak-anaknya baik-baik saja, tapi kami para orang tua dengan senang hati menerima beban itu, jauh dari lubuk hati kami para orang tua, kami merasa sedih karena setiap harinya kita bertambah tua itu artinya ibu dan ayah akan kehilangan beban yang menyenangkan, itu yang Ibu takutkan, ketika Ibu tiada, Ibu takut anak-anak Ibu tidak baik-baik saja sedangkan ibu tidak bisa membantu apa-apa, itu jauh menakutkan"

______

Langit sudah berubah menjadi gelap, itu artinya semua anggota keluarga akan pulang dari rutinitas kerjanya.

"Ayah pulang"

Dara yang mendengarnya tersenyum ke arah pintu dan menyambut kepulangan Ayahnya setelah sekian lama.

Thariq -Ayah Dara- tertegun melihat putri bungsunya keluar kamar dan menyambut kedatangannya setelah sekian lama, dia memeluk terharu kepada putrinya.

"Dara..."

"Ayah, maafkan Dara" Dara mengeratkan pelukannya, dia rindu pelukan Ayahnya yang menenangkan.

Setelah sekian menit mereka berpelukan, ada dua orang yang datang dan bergabung memeluk Ayahnya dan Adiknya, dia adalah Adha dan Afifa yang pulang bersama.

_____

Makan malam kali ini mereka berlomba memberi perhatian kepada Dara, Dara yang melihatnya tersenyum terharu, bagaimana bisa dia selama ini dirudung pedih padahal ada keluarga yang selalu berdiri di sampingnya.

Setelah makan malam, mereka semua pindah ke ruang TV dengan berbagai cemilan, Dara seperti anak TK yang memerlukan perhatian banyak dari orang-orang sekitarnya.

"Boleh gak besok Dara pergi ke makam?"

Semuanya berhenti melakukan kegiatan, hening dan saling berpandangan dalam.

"Gak"

"Gak"

Kedua lelaki keluarga Dara menjawab tegas permintaan Dara, sedangkan Ibu dan Afifa menatap Dara dengan sedih.

"Yah, Dara... Baik-baik aja"

"Dara, Abang gak mau kamu keliatan sedih lalu terpuruk lagi"

"Betul apa yang dikatakan Abang kamu Ra, sudah lupakan saja dan satu lagi...." "Tiada gunanya kamu kesana, mulailah kedepan" Thariq menjawab keinginan putrinya dengan rentetan kalimat dan meninggalkan ruang TV.

"Lupakan saja? Bagaimana bisa Ayah berkata begitu?"

"Ayah"

Thariq terus berjalan memasuki kamarnya tak menghiraukan kalimat yang diucapkan Dara.

Dara mendudukan dirinya di sofa dengan bahu yang lemas dan mengambil nafas dengan berat, lalu berdiri melangkahkan kakinya ke kamar.

Maafkan ibu, Garda...

______

Terimakasih yang sudah membaca, jangan lupa vote dan komen ya.
Cerita ini direvisi, jadi banyak sekali perubahannya dengan yang dulu.

Thank you.

Destiny Hostile (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang