Dara menundukan kepalanya, kakinya yang berada di bawah meja bergerak gelisah, muncul perasaan tidak nyaman. Kini keduanya sedang berada di Cafe Onelove, Cafe yang berada di sebrang SMA."Dara.." ucap seseorang yang berada di depannya untuk mengajak lawan bicaranya mengangkat kepalanya.
Dara mendengarnya tapi dia tidak berani mengangkat kepala sekedar memberi senyum, "Dara, lo masih inget gue kan?"
Dara memberanikan diri mengangkat kepalanya dengan perlahan, matanya menatap wajah teman sebangku Sekolah Menengah Atasnya.
"Martha" Dara berucap pelan sembari memberikan senyum tipisnya, dirinya menelisik keadaan Martha yang sudah sangat berbeda dibanding tiga tahun yang lalu, Martha yang emosional, Martha yang pintar, Martha yang tomboi, tapi sekarang Dara melihat Martha lebih Feminim dan Dara senang melihatnya.
Martha menangis terharu, akhirnya dia bertemu dengan teman sebangkunya saat SMA walaupun hanya sampai semester 5 sebelum tragedi itu menimpa Dara, Martha selalu sedih mengingatnya.
"Dara, lo baik-baik aja?"
Senyuman tipis Dara menjadi jawaban pertanyaan Martha, Martha benci melihatnya, itu senyum yang sama sebelum Dara berpamitan, senyum yang sama ketika dirinya selalu bertanya apakah Dara baik-baik saja, tapi ternyata Dara menyimpan lukanya sendiri.
Martha menyentuh tangan Dara yang berada di atas meja menggumamkan kata maaf. Maaf untuk ketidak pekaannya, maaf untuk tiga tahun kemarin dirinya tidak ada untuk Dara, maaf karena menjadi awal kejadian yang menimpa Dara.
"Dara, gue gak tau harus ngomong apa, maaf pun percuma, gue..." Martha mengucapkannya dengan tangis yang terisak, selama ini tiga tahun lamanya dirinya menyimpan rasa bersalah, dirinya frustasi.
"Tidak apa-apa, ini sudah takdirku" ucap Dara tulus sembari mengelus tangan Martha. Tidak pernah sedikitpun Dara menyalahkan Martha kala itu, karena bagaimanapun Martha teman satu satunya pada saat SMA.
"Ketulusan lo itu makin buat gue merasa bersalah tau gak, tiga tahun ini gue selalu cari lo, gue selalu berdoa lo baik baik aja, gue selalu berdoa kalau gue bakal dipertemukan lagi suatu saat nanti sama lo, mungkin ini jawaban doa gue selama ini, lo kemana?"
Dara hanya tersenyum mendengar kalimat panjang yang diucapkan Martha, ini mengingatkan dirinya pada saat SMA ketika dirinya terus saja menulis padahal sudah waktunya istirahat.
"Hei, anak rajin, sudah waktunya istirahat, lo mau mati kelaparan? dih gue ogah gotong lo ya, kalau mau ambis jangan lupa makan juga, emang lo ga liat berita kemarin ada yang meniggal gara gara belajar terus?"
"Heh, denger gue kan?"
"Hei" Dara tersentak dan langsung kembali dari flashback masa SMAnya.
Kangen, pikirnya
"Aku di sini" singkat Dara memberi jawaban kepada Martha.
Martha yang tidak puas akan jawaban Dara hanya mendengus "Baiklah lupakan, sekarang.. Aa--nak lo gimana?" Tanya Martha kepada Dara, karena pikirnya Keponakannya itu pasti sudah besar paling tidak sudah bisa berjalan dan berbicara.
Dara yang mendapatkan pertanyaan itu berusaha menenangkan dirinya dan, mensugesti dirinya untuk tidak menangis, Dara memejamkan matanya sesaat dan menatap mata Martha
"Dia sudah pergi"
______
Kaki panjangnya berjalan menyusuri bandara sambil mengeret koper hitamnya, matanya mencari supir pribadinya yang mengirim pesan bahwa dirinya sudah sampai dan sedang menunggu dirinya.
"Den Edgar" panggil seorang pria sambil melambaikan tangan yang berusia kepala 4 namun masih terlihat gagah untuk menjadi supir.
Mendengar namanya disebut, langsung saja Edgar melangkah mendekati sang supir Pak Awan.
Tanpa senyum edgar berjalan mendahului Pak Awan yang sudah tau tabiat majikannya, dingin.
"Kemana dulu, Den?" tanya Pak Awan kepada majikannya yang sedang memejamkan mata.
"SMA 1 Garuda"
______
Martha mendengarnya sangat terkejut, keponakannya sudah meninggal? Martha semakin merasa bersalah, Dara pasti menyimpan beban berat selama ini, Martha tidak bisa membayangkan menjadi Dara.
Martha tidak akan bertanya lebih lanjut, karena dia yakin Dara belum mau untuk menjelaskan kemana dirinya selama tiga tahun.
Saat ini Martha akan menjadi temannya seperti dulu, Martha berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan mengembalikan matahari untuk Dara.
30 Menit hanya diisi percakapan singkat di awal, sisanya Martha dan Dara hanya bergelut dengan pikiran masing-masing.
"Martha, aku harus pulang" Dara menyadari dirinya sudah terlalu lama di luar, dia takutnya sang Ibu sudah pulang dan dirinya tidak ada, bisa bisa ibunya menelpon polisi, sangking khawatirnya.
"Gue anterin ya ayok" Martha beranjak dari kursinya dengan niat mengantar Dara pulang.
"Gak usah, aku mau naik taxi aja" Melihat Martha yang akan menyanggah, Dara melanjutkan ucapannya "Aku tidak apa apa, please" Dara memohon kepada Martha, bukan dirinya tidak menghargai Martha, tapi dia terlalu asing dengan seseorang yang disebut teman.
Martha mengangguk lemah, dan ikut keluar menunggu taxi.
Sebuah mobil berwarna hitam melintas di depan Martha, seperti familiar Martha mengingat mobil siapa itu, 30 detik berfikir, dan itu adalah mobil sepupunya, Martha masih berfikiran positif thinking bahwa mobil itu banyak, tapi rasa gelisah masih menguasai diri Martha.
Martha menegang saat seorang pria keluar dari mobil itu menggunakan kacamata hitam dan kemeja putih, Martha tau siapa itu, sangat sangat tau, Martha berdoa semoga taxi cepat datang.
"Nah itu taxinya" Dara berkata senang sambil melambaikan tangannya kepada mobil berwarna biru itu.
Martha besyukur dalam hati, martha ingin sekali mempertemukan Sepupu dan Temannya karena Martha yakin diantara mereka ada sesuatu yang belum selesai tapi ini bukan saatnya.
"Terima kasih Martha, sampai jumpa" Dara memberikan kartu nama florist ibunya kepada Martha, Martha mengambilnya dan menyimpannya di blazer yang dia pakai.
Martha hanya menjawab dengan anggukan dan mendorong Dara supaya cepat berlalu dari sini.
Tepat setelah Martha menutup pintu taxi, terdengar suara teriakan dari arah sebrang memanggilnya.
"MARTHA"
Dara yang di dalam taxi terkejut mendengar suara.
_____
Akankah Edgar dan Dara bertemu?
Apa Dara mendengar suara Edgar?
Apa Edgar melihat Dara? To be continue!Terimakasih yang sudah membaca, jangan lupa vote dan komen ya. Cerita ini direvisi, jadi banyak sekali perubahannya dengan yang dulu.
Thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Hostile (Revisi)
Teen FictionSetiap manusia memiliki orbit masing-masing. Ada yang mengelilingi orbit Kebahagiaan dan sebagian lainnya ada yang mengelilingi orbit Kesedihan. Kehilangan Harga diri, ditinggalkan, dan depresi, begitulah kira-kira Orbit seorang perempuan yang bern...