5. Bunuh Diri (Revisi)

25 8 4
                                    

"MARTHA"

Martha yang mendengarnya langsung terkejut melihat Sepupunya memanggil namanya dan menghampirinya. Martha bernafas lega tepat namanya dipanggil taxi sudah pergi.

Di dalam taxi, Dara terkejut mendengar suara radio mobil yang tiba-tiba volumenya membesar sehingga membuat telinganya sedikit berdengung.

"Aduh neng, maaf ya ini radio kadang eror suka gede sendiri volumenya" Permohonan maaf Pak Supir kepada Dara.

Dara hanya tersenyum maklum, lantas tangannya membuka tombol untuk menurunkan kaca mobil, angin sepoi sepoi meniupnya, rambutnya yang terurai indah tertiup angin, matanya melihat ke arah jalanan yang ramai, bibirnya mengukir senyum, matanya tertuju pada segerombolan perempuan dan laki-laki seusianya yang sedang bercanda ria di sebuah cafe.

Hatinya sakit, melihat anak-anak seusianya bahagia, hidupnya indah, banyak teman, coba sekarang lihat dirinya? Dirinya terjebak dalam gelap yang berisi penuh luka, tangannya dengan kasar menekan tombol untuk menaikan kaca mobil agar tertutup.

Pak sopir yang ternyata dari tadi melihat senua ekspresinya bertanya pada penumpang cantik seusia anaknya.

"Neng, gak kuliah?"

"Gak, Pak"

"Oalah kenapa neng? Kelihatannya Neng teh pinter"

"Gak papa, Pak" Jawab Dara dengan singkat

"Maaf ya Neng bapak banyak nanya, cuma Bapak itu inget Anak bapak perempuan seumur Neng"

"Anak bapak pasti kuliah ya?"

"Anak saya... Sudah di surga" Senyum Paruh baya tersebut

Dara merasa tidak enak sudah menanyakan itu kepada Pak Ahmad nama yang tertera dalam name tag di baju taxinya.

"aahh.. Maaf Pak"

"Tidak apa-apa Neng, anak saya meninggal bunuh diri, tiga tahun yang lalu"  Dara yang mendengarnya terkejut, bunuh diri?

Pak Ahmad yang melihat keterkejutan Dara melanjutkan kisahnya "Anak saya meninggal Bunuh diri karena Depresi Neng, dia diperkosa oleh teman sekolahnya, video pemerkosaan itu disebarkan oleh sang pelaku, lalu anak saya di DO dan hamil"

"Selama hamil, beliau selalu menyendiri, dan terus menyalahkan keadaan, sampai berniat membunuh anaknya sendiri karena membenci Bapak dari anak yang sedang dia kandung, tapi untungnya saya dan ibunya datang tepat waktu hingga saya memberikan tamparan keras kepada anak saya supaya sadar, walau saya pada akhirnya... Menyesal" suara Pak ahmad semakin mengecil.

"Cucu saya akhirnya lahir, anak saya walaupun membenci anak yang dia kandung tapi dia sangat berjuang melahirkannya. Setelah empat bulan melahirkan dirinya kembali depresi dan kembali mencoba membunuh dirinya sendiri dan anaknya yang masih bayi, tapi pada saat itu saya dan ibunya datang terlambat hingga pada akhirnya mereka berdua... Meninggalkan kami yang sudah tua"

Dara yang mendengarnya meneteskan air mata, cerita itu, ceritanya juga, dirinya mengalami hal yang sama, dan yang lebih dari sedihnya adalah... Anaknya meninggal tepat dihadapannya.

"Neng, bapak melihat sorot mata neng seperti sorot mata anak saya... Tiga tahun lalu"

"Neng, bapak tidak tau apa yang menimpa neng, tapi Bapak mohon, bertahanlah, seberat apapun masalahnya, bertahanlah, ketika seseorang memilih mengakhiri hidupnya sendiri, itu bukan hanya mengakhiri hidupnya sendiri, tapi juga mengakhiri hidup keluarganya. Ada Orang tua yang hancur, ada Kakaknya yang terpukul, jadi bertahanlah, Nak"

Dara yang mendengarnya menangis dalam taxi, menumpahkan tangisnya sembari menunduk dan menutup wajahnya dengan tangan, pundaknya naik turun.

Pak Ahmad yang melihatnya tersenyum pedih, dia seperti melihat anaknya sendiri ketika masa sulit itu.

_____

Dara terduduk di lantai kamarnya dengan berbagai obat-obatan, ada cairan pembersih lantai, dan juga ada gunting.

Dara tersenyum melihat perlengkapannya, tangannya mengambil botol obat itu dan mengeluarkan isinya dengan jumlah banyak, tangannya hendak memasukan obat itu kedalam mulutnya tetapi tiba-tiba dirinya menangis meraung.

"Aku ingin mati"

"Cabut saja nyawaku"

"Aku benci kepada-Mu"

"Cabut saja... Nyawaku"

Dara meraung-raung dalam kamarnya, tangannya memukul-mukul dadanya, dirinya tidak perduli dirinya kesakitan yang penting dirinya mati, ia sudah tidak sanggup.

Tangisan bayi menghentikan aktivitas memukul dadanya dan langsung menghampiri bayi yang baru berusia, delapan bulan, seorang bayi laki-laki.

Ketika melihat bayi itu, Dara tersenyum "Kamu tau? Bapakmu itu bajingan, brengsek, mati saja kau anak sialan" Tangisnya pecah, bayi itu yang mendengar tangis Ibunya ikut menangis kencang "Malang sekali kamu, kamu lahir dari rahimku, tidak di harapkan, mati saja bersama Ibu ya?" Dara mengambil Obat-obat yang tadi dia buang lalu menghampiri Bayi kecil itu.

Dara sebelumnya tersenyum pada anaknya dan mengelus kepala bayi laki-laki itu "Maafkan Ibu, Nak" Dara menutup wajah Bayi laki-laki itu dengan bantal dan menekan kuat.

Setelah melihat Bayi itu tak sadarkan diri, Dara menangis kencang melihat anaknya tidak berdaya.

Ayudia yang merasa tidak enak hati, mengunjungi kamar anaknya dan syok melihat Dara menangis disamping box bayi, dan Ayudia melihat cucunya tidak berdaya membuat dirinya berteriak kencang.

Cucunya... Sudah tidak bernafas.
______

Terimakasih yang sudah membaca, jangan lupa vote dan komen ya. Cerita ini direvisi, jadi banyak sekali perubahannya dengan yang dulu.

Thank you

Destiny Hostile (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang