1. Ulang Tahun (Revisi)

85 10 4
                                    

Di sebuah kamar yang gelap, sudah ada lima orang yang berkumpul di bagian kanan kasur menghadap perempuan yang sedang tidur dengan selimut yang menyelimuti semua tubuhnya, sepertinya kegelapan kamar saja tidak cukup baginya.

Selamat ulang tahun ... Selamat ulang tahun ... Selamat ulang tahun Dara

Perempuan itu terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak dan selalu begitu. Mata perempuan itu mengerjap lalu membuka selimutnya sedikit untuk melihat siapa yang menganggunya, dia menghela nafas panjang lalu menutup kembali selimutnya.

"Dara ayolah, ini hari ulang tahunmu, tiup lilin saja, plis ... " Sava memohon kepada sang sahabat untuk bangun, untuk merayakan ulang tahun dirinya sendiri.

Perempuan yang bernama lengkap Adara Shaquela itu bangun dengan pelan, dia melihat Kakak perempuannya -Afifa- sedang memegang kue tart dengan dihias lilin angka 20, Dara melihat mereka semua tersenyum padanya, sesak menghampirinya.

"Sebelum tiup lilin, make a wish ya sayang" Ibu memberitahu untuk memanjatkan doa terlebih dulu sebelum meniup lilin, Dara menutup matanya dengan tangan mengepal.

Ya Tuhan, diulang tahunku sekarang, aku hanya meminta bantu aku untuk keluar dari lubang hitam ini.

Dara memohon permohonan yang sama, yang selalu dia panjatkan sejak 3 tahun lalu, dimana titik terendah dalam hidupnya, setiap memohon tak pernah untuk tidak meneteskan air mata, dirinya selalu sesak, isak tangis terdengar di kamar gelap itu, lima orang yang melihatnya ikut menahan air mata.

Dara meniup lilinnya dengan pelan dengan harapan semua kesakitannya ikut padam dengan api yang baru dia tiup, Dara hendak kembali menggelung dirinya dengan selimut tapi ditahan oleh Kakak pertamanya -Adha-, kamarnya tiba-tiba terang dan menyilaukan mata sang pemilik kamar, Dara mendengus tidak suka, dia ingin beranjak menekan sakelar tapi tangannya lagi-lagi ditahan Adha untuk diam.

"Apa?" Dara bertanya dengan raut wajah tak suka kepada mereka, ini sudah keterlaluan mereka mulai mencampuri hidupnya.

"Mau sampai kapan seperti ini?"

"Kamu sudah besar, dan cobalah belajar dewasa"

"Kamu egois tidak perduli pada Ayah dan Ibu" rentetan ucapan Adha tidak mengurungkan dirinya untuk kembali menggelung tubuhnya dengan selimut tebal.

"Kamu dengar tidak, kamu egois, sangat sangat egois" kemarahan Adha sudah diujung tanduk, dia sebagai Kakak sangat sedih melihat Adiknya terus berdiam diri di dalam kegelapan yang tidak berkesudahan.

Dara yang mendengarnya lantas membuka selimut yang menggulungnya lalu menatap Adha dengan raut tidak suka dan berdiri menghadap Adha.

"Jangan mengatakan apa yang tidak kamu rasakan" Dara mengatakan dengan telunjuk dia arahkan pada Kakak tertuanya

"Kamu tidak harus begin - - " Dara memotong ucapan Adha dengan mata yang sudah berair dan suara yang bergetar "Coba katakan apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus ku perjuangkan sekarang? Apa? Hidupku hancur" Dara menangis dengan suara teriak dihadapan kelima orang terdekatnya.

Adha yang menyadari kesalahannya lalu menarik adik kecilnya untuk menenangkan emosinya, Dara memukul mukul dada Kakaknya dengan terus mengatakan "Hidupku hancur"

Sekarang di ruangan itu bukan hanya Dara yang menangis tapi kelima orang di kamar Dara menangis.

_____

Lelaki jangkung yang sedang menghadap arah kalender 2020 itu terus memperhatikan bulatan love di angka 21 bulan April, dia menyentuh kalender itu dan tersenyum pedih.

Pintu ruangan kerjanya terbuka menampilkan seorang pegawai dengan rok itu membawa sebuah kue ulang tahun, lalu menyimpannya di atas meja kerja, setelah mengantarkan kue, wanita itu keluar dari ruangan sang bos.

Lelaki itu membuka kotak kue ulang tahun untuk memasangkan lilin dengan angka 20 sebelum meniup lilin, dia meminta permohonan kepada yang maha kuasa

Semoga disana kamu baik-baik saja, dan semoga masih mencintai aku

Dia tertawa dalam hati atas permohonannya sendiri masih mencintai, bagaimana bisa dia masih mencintai pria brengsek seperti dirinya.

Selamat ulang tahun Adara ... ku

Edgar Zaver nama pria itu, berumur 24 tahun, sudah mapan, posisinya di perusahaan sekarang menjadi CEO perusahaan Keluarga besarnya keluarga Pramudya.

Sudah 3 tahun lamanya dia berada di New York, entah harus disyukuri atau tidak dia berada disini, tapi yang jelas ini bukan kemauannya sendiri.

Dia beranjak dari kursi kebesarannya untuk pergi menemui kolega bisnisnya dari Indonesia yang sedang menunggunya di salah satu restoran Indonesia.

Selama perjalanan menuju lobi parkir banyak karyawannya yang menyapa tapi tak satupun yang dia sapa, senyum saja tidak.

Baru saja masuk aroma masakan Indonesia tercium oleh hidunya yang mancung, seorang pelayan menunjukan ruang VVIP dimana koleganya sedang menunggu.

"Hallo sayang" sapa sang kolega kepada Edgar yang baru duduk dengan menyenderkan kepalanya.

"Gue masih normal" balas edgar yang langsung menuangkan air mineral kepada gelasnya, dan meminumnya sambil menutup mata merasakan kenikmatan air yang mengalir langsung ke tenggorokannya.

"Gak percaya, buktinya udah tiga tahun disini lo masih jomblo" ucap kolega bisnisnya yang merangkap sebagai sahabatnya.

"Dengarkan ini wahai tuan Sagara yang terhormat, saya mencintai produk lokal"

Yang di panggil Sagara itu tertawa sambil memegang perutnya menyerah pada temannya yang sangat setia itu.

"Cepet apa yang mau lo sampein, gue mau balik tidur" kata Edgar yang sedang memotong ayam bakar.

Sagara memberikan sebuah undangan berwarna navy bertuliskan Reuni Akbar SMA Negeri 1 Garuda.

Edgar menarik nafasnya dan menatap lekat sahabatnya yang juga menatapnya dengan serius.

"Gue gak bisa datang Sa"

"Lagi?"

Edgar hanya mengangguk menjawab pertanyaan Sagara.

"Sampai kapan Gar? sampai kapan lo mau lari?" Sagara bertanya sambil menyuapkan santai sepotong ayam bakar yang tadi dipotong Edgar.

"Sampai gue siap" Edgar menjawab sambil melonggarkan dasi yang mencekiknya

Sagara yang mendegarnya menggebrak meja yang terbuat dari kayu, Edgar yang mendengernya terkejut dan memandang Sagara dengan alis terangkat. Sagara melihat ke arah Edgar dengan pandangan kesal.

"Lo lebih pinter dari gue tapi ternyata lo goblok" Sagara mengatakan itu sambil menggeleng gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan fikiran sahabatnya.

Sagara melanjutkan perkatannya "Lo belum siap atau lo takut ketemu dia?" kali ini Sagara akan berusaha membuat sahabatnya menghadiri Reuni SMA.

Edgar menghela nafas panjang, dia mengacak rambutnya sendiri, dan membalas tatapan Sagara yang mendesaknya untuk ikut menghadiri acara tidak penting itu, pikirnya.

"Kapan?" tanya Edgar

"Dua bulan lagi dari sekarang, lo harus dateng, kita bakal berpartisipasi nyanyi disana, no debat" jawab Sagara sambil menyuapkan nasi kedalam mulutnya seperti orang kelaparan.

"LO" Edgar menunjuk Sagara dengan tangannya, yang ditunjuk hanya santai mengendikan bahu.

"Tenang aja, gue udah hubungin Dewa, Fatih, sama Adha, tapi Adha -----" sebelum menyelesaikan ucapannya, Edgar sudah memotong ucapan Sagara.

"Gue udah tau jawabannya, Adha gak mau, kayaknya dia masih marah sama gue" Edgar menunduk lemah.

"Adha masih butuh waktu gar, gue akui gak segampang itu untuk memaafkan kesalahan" Sagara beranjak dari kursinya dan berjalan ke arah Edgar untuk menepuk bahu sahabatnya.

_______
Terimakasih yang sudah membaca, jangan lupa vote dan komen ya.
Cerita ini direvisi, jadi banyak sekali perubahannya dengan yang dulu.

Thank you.

Destiny Hostile (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang