Part 1 - A new Life.

385 30 2
                                    

TOKYO, 03 OKTOBER 2017
AUTUMN , 12° celcius.
08.03 am

    Musim gugur yang terasa dingin, dua orang gadis yang baru empat hari pindahan ke apartment milik tantenya itu pergi untuk membeli beberapa kebutuhan di minimarket terdekat dari tempat tinggal baru mereka.

   Mereka berdua membeli berbagai jenis ramen instan , juga makanan instan lainnya. Tak lupa peralatan-peralatan yang mereka butuhkan sehari-hari. Setelah membeli kebutuhan mereka , mereka pergi dari minimarket tersebut dan memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar.

    "Ugh.. cuacanya semakin dingin ya.." ucap Rinn, sambil memeluk dirinya yang menggigil kedinginan.

Sweater yang ia gunakan tak dapat menahan dinginnya hari itu. Terasa angin dingin yang menusuk kulit nya. Walau hampir setiap saat dia mengurung diri di kamar ber-AC tapi suhu di Jepang ini Jauh lebih dingin dibanding dengan kamar ber-AC tempatnya bersarang selama ini.

   "Padahal ini masih musim gugur , bagaimana nanti musim dingin " lanjutnya sambil terus menggosok kedua tangannya.

    " yah, semoga kita cepat terbiasa dengan suhu disini" ucap Rina , sepupu Rinn yang juga ikut pindah ke Jepang. Sambil berkali-kali melihat handphone nya.

    " entah mengapa aku merasa akanhal buruk yang akan terjadi sebentar lagi " ucapnya cambil terus menatap layar hp nya.

   "Eh?" Tanya Rinn tak mengerti. Rina hanya terdiam, tercipta kesunyian diantara mereka sambil terus berjalan kembali ke Apartment yang mereka tinggali.

    "Ngomong-ngomong Nad , sudah 4 hari kan kita pindah? Tapi kita belum menyapa tetangga kita sama sekali.. " Ucap Rinn pada Rina .

    "Kemarin kita sudah coba lagi, tapi tak ada respon dari tetangga-tetangga kita kan."

    "Mungkin harus kita coba lagi--" ucapan Rina terhenti saat ia mendengar bunyi handphone nya .

   "Bi kayra weh, ada apa ya?" Ucap rina sambil menunjukkan handphone nya kepada Rinn yang ada disebelahnya.

    "Entah..coba angkat" jawab Rinn. Dia merasakan ada sesuatu yang akan terjadi.

    'Entah kenapa firasatku tidak enak' batin nya.

Dengan ancang-ancang dari Rinn, Rina pun menerima telpon yang daritadi berbunyi tersebut.

" Iya bi--"

"KALIAN BERDUA, DASAR BOCAH NAKAL ! "

   Omelan Bi kayra yang menjadi pembuka telepon tersebut membuat jantung mereka terhenti sejenak. Suara nya dapat terdengar keluar walau tanpa di loudspeaker .

"T-tunggu sebentar bi, ada apa?" Ucap Rinn sambil mengambil handphone Rina dari genggamannya.

" siapa yang memperbolehkan kalian membawa 2 kardus mie instan dan banyak sekali junkfood begini hah?!" Omel bi kayra .

'Mampus kok bisa tau'
pikir mereka berdua sambil ketakutan.

   " uhm.. gini bi, kita ga akan makan tiap hari kok" ucap Rinn sambil memilih kata-kata yang tepat agar dapat meredakan amarah bibinya yang sangat galak itu.

    " orang tua kalian sudah menitipkan kalian padaku, kalau kalian sakit karena makanan seperti ini bagaimana ?!" Omelnya lagi dengan nada yang lebih rendah.

    Terfikir sebuah jawaban di otak Rinn, walau menurut orang lain biasa saja menurutnya saat ini dia adalah orang jenius karena dapat memikirkan jawaban tersebut.

   " kami hanya makan indomih kalau lagi darurat doang kok bi, kami janji.. " rayu Rinn.

    "Lagipula kami ga bisa masak bi, jadi ini buat jaga-jaga aja " ucap Rinn memelas.

'Intinya karena kita ga bisa masak apa-apa selain air, telor, sama indomih kita bisa makan indomih sering-sering' ucap mereka senang dalam hati.

   Tak ada balasan dari bibi, dia terdiam. Tapi telfon nya tidak dimatikan .

   "Bibi?" Tanya Rinn yang menunggu jawaban dari bibinya itu.

   " oh... gitu ya.." suara keras omelan bibi berubah menjadi suara yang sangat pelan. Sangat pelan sampai membuat orang merinding.

    " iya bi? " jawab mereka tak mengerti.

    " kalian fikir aku tak mengerti maksud kalian yang intinya karena tak dapat masak jadi mau tidak mau akan sering makan mie instan , hmm?~"  ucapnya lembut, lembut dan gelap. Mereka berdua dapat merasakan aura gelap nya.

    'Mampus , kudu gimana nih?' Batin Rinn yang merinding karena perubahan tone suara bibinya.

    "Kalian tau kan konsekuensinya kalau kalian makan indomih lebih dari sekali seminggu? Hmm~♡" nada manis nya membuat dua gadis malang tersebut membatu ketakutan.

   " ah, sekarang aku sedang di apartment~ cepat kembali ya keponakan-keponakanku sayang, ada yang perlu kuta bicarakan~" ucapnya dan langsung menutup telfon nya.

    Dua gadis tersebut terdiam sekejap. Tanpa kata. Rasa dingin dari cuaca tak terasa apa-apa dibanding hawa dingin dan rasa takut yang mereka rasakan.

   "Mati kita Nad" ucap Rinn pasrah.

    "Padahal aku masih belum pegang salju" lanjutnya sambil berjalan disusul oleh Rina yang masih tak dapat bersuara.

    Setiap langkah mereka terasa mencekam, mereka berharap aparment nya masih sangat jauh. Dan tanpa sadar mereka telah didepan apartment yang mereka tinggali.

   "Siap Nad?" Tanya Rinn sambil mengepal tangannya.

    " cewek sejati harus berani" ucap Rina sambil menepuk pipinya.

Mereka berdua menatap bangunan apartment tersebut lalu ada orang yang menabrak mereka dari belakang.

   "Ah maafkan aku" ucap orang dengan masker dan kacamata hitam itu, dia memakai topi hitam dan pakaian yang cukup fancy bernuansa hitam. Rambut cokelat nya itu terasa familiar untuk mereka.

   "Ah iya tidak papa" jawab Rina , pria tersebut pun melanjutkan langkah nya dan memasuki gedung apartment tersebut.

    "Kayak kenal ya Nad" bisik Rinn,
Rina mengangguk
" iya " Jawabnya setuju.

"Ah lebih baik kita segera masuk atau nyawa kita melayang" ucap Rinn sambil setengah berlari, disusul oleh Rina yang ikut berlari sambil membawa semua belanjaan mereka.





my utaites neighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang