Bab 1. Menggagalkan Kematian

4.5K 100 14
                                    

Publishes on 24 Juli 2023

Langit mendung yang menghiasi langit sejak pagi, kini berubah menjadi hujan rintik yang mulai membasahi bumi. Dara yang tengah berjalan menyusuri trotoar, mengetatkan jaket untuk menghalau rasa dingin yang mulai merayap di sekujur tubuh. Ia semakin mempercepat langkahnya setelah melihat sebuah kedai kopi bergaya vintage, 50 meter di depan. Kedai itu adalah tempat favoritnya karena dekat dengan kampus dan juga sahabat baiknya bekerja di sana.

Suara gemerincing lonceng menyambut Dara begitu gadis itu membuka pintu kedai. Temannya yang berada di belakang meja bar langsung menyambut Dara dengan senyuman lebar. Segera Dara menghampiri bar dan duduk di sana.

"Hampir saja kamu basah kuyup kalau nggak cepat sampai sini," ucap Tyas, teman Dara, memandangi jalanan di luar yang tengah diguyur hujan lebat tepat saat Dara masuk tadi.

"Ya, aku beruntung bisa melihat lagi sekarang. Jadi aku bisa cepat-cepat ke sini," kata Dara menghela napas lega.

"Sudah selayaknya kamu bisa melihat indahnya dunia ini lagi, Ra."

Tyas tersenyum tulus ke arah Dara. Ia sangat senang akhirnya Dara bisa melihat kembali seperti dulu, setelah sepuluh tahunan mengalami kebutaan karena kecelakaan.

"Andai saja kamu nggak ngambil cuti, kuliah pasti lebih menyenangkan," rajuk Dara yang langsung disambut kekehan Tyas.

"Semester depan aku bakal kuliah lagi," kata Tyas.

Semester ini Tyas memang sengaja untuk mengambil cuti kuliah karena ibunya semakin sering sakit-sakitan. Sebagai anak dari keluarga menengah, Tyas memilih untuk bekerja mencari uang untuk pengobatan ibunya. Sekaligus membantu meringankan beban ayahnya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Jadilah ia bekerja di kedai kopi ini, di mana ia bekerja paruh waktu sebelumnya sebagai barista.

Selama menunggu Tyas membuatkan segelas Caramel Macchiato untuknya, Dara mengalihkan perhatian pada TV lama yang terpasang di sudut kedai. Meski TV yang hanya bisa menampilkan warna hitam putih itu terlihat sangat kuno, tetapi masih berfungsi dengan baik. Bahkan suara dan gambarnya masih sangat jernih, sehingga sangat nyaman untuk dilihat.

Terlihat dalam TV sedang disiarkan berita tentang kematian seorang wanita yang ditemukan pagi tadi. Ini sudah kasus kematian kedua dalam bulan ini dan kedua korbannya adalah wanita. Pembunuhan itu sangatlah sadis karena wanita-wanita itu ditemukan dengan luka tusuk di dada yang tak terhitung jumlahnya. Sepertinya Si Pembunuh memiliki dendam yang sangat mendalam hingga bertindak sebrutal itu. Sayangnya sampai sekarang, polisi belum bisa menemukan jejak pelaku.

Saat tengah larut menonton berita di TV, perhatian Dara teralihkan oleh suara gemrincing bel pintu kedai. Seorang pria masuk dengan kemeja basah setelah menembus hujan deras di luar. Dengan wajah tak acuh pria itu langsung ke bar, berdiri tepat di samping Dara memesan kopi untuk dibawa pulang.

Tepat saat Dara hendak mengambil Caramel Macchiato, tanpa sengaja tangannya menyentuh sekilas tangan pria itu. Seketika Dara membeku merasakan dingin disekujur tubuh. Tatapan mata Dara terpaku pada Caramel Macchiato yang disodorkan Tyas, tetapi tangannya terlalu kaku untuk mengambil alih pesanannya itu.

"Dara... Dara... Apa kamu baik-baik saja?" tanya Tyas cemas melihat perubahan drastis temannya itu.

"I... iya. Aku baik-baik saja," sahut Dara sedikit gugup.

Ia meraih Caramel Macchiato dan meletakkannya di meja. Dara menunduk dalam, berusaha menenangkan diri setelah melihat apa yang baru saja terlintas di kepala. Takut-takut ia melirik ke arah pria di sampingnya yang masih menunggu kopi, bergantian dengan arah luar kedai yang ramai lalu-lalang mobil menembus hujan lebat.

"Ini Mas, kopinya."

Suara Tyas menyadarkan kembali kesadaran Dara yang sempat tenggelam dalam lamunan. Dengan jantung berdegup kencang, Dara berdiri menghadang pria yang di sampingnya itu.

"Tunggu sebentar, Mas," cegah Dara dengan wajah pucat.

"Ada apa, Mbak?" tanya pria itu bingung.

"Tunggu di sini sebentar saja, Mas. Sampai hujannya agak reda," pinta Dara.

"Saya bawa mobil kok, Mbak," tunjuk pria itu ke arah mobil silver yang terparkir tepat di depan kedai.

"Saya tau, Mas. Tapi saya mohon tunggu sebentar saja," bujuk Dara semakin kalut.

"Maaf, Mbak. Saya buru-buru."

Pria itu langsung melewati Dara dengan tidak sabar, tetapi belum sempat ia meraih gagang pintu. Dara sudah berlari menghadang pria itu lagi. Dara benar-benar berusaha sekuatnya untuk mencegah pria itu keluar, walau sekarang pria itu tampak marah dan siap memakinya.

"Mbak, saya ini buru-buru. Jangan main-main deh!" bentak pria itu.

"Sebentar saja, Mas."

Dengan kasar pria itu mencekal tangan Dara, berusaha menyingkirkan gadis itu dari depan pintu. Namun sedetik kemudian suara benturan keras di luar membuat tangan pria itu seketika lemas dan melepas cekalannya.

Pria itu dengan wajah masih syok, langsung keluar untuk memeriksa keadaan. Mobil yang tadi diparkirkan pria itu, tertabrak sebuah truk bermuatan penuh hingga terseret beberapa meter. Keadaan mobil itu ringsek karena tergencet truk dan mobil lain yang terparkir di sana.

Masih dengan wajah tidak percaya, pria itu mengalihkan perhatian pada Dara yang kini terduduk di lantai bersama Tyas yang berusaha menenangkan gadis itu. Andai saja Dara tidak menghalangi pria itu keluar, sudah pasti dia akan menjadi korban. Yang mungkin akan mati, mengingat mobil pria itu kini sudah tidak berbentuk lagi.

 Yang mungkin akan mati, mengingat mobil pria itu kini sudah tidak berbentuk lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mata PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang