Bab 3. Aku sudah berusaha

4.6K 63 14
                                    

Published on 24 Juli 2023

Dengan tekun Dara mencatat yang dijelaskan dosen di depan kelas. Membolos sehari sudah membuatnya sedikit tenang, apalagi Tyas juga menemani sepanjang sore. Jadi ia bisa sedikit mencurahkan isi hatinya pada Tyas untuk meringankan sedikit kegalauannya, walaupun ia belum menemukan cara bagaimana mengontrol indra ke enamnya itu.

Dua jam Dara berada di kelas, tak satu pun penjelasan dosen yang terlewat olehnya. Saat masih buta Dara memang lebih mengandalkan indera pendengaran, sehingga butuh konsentrasi ekstra agar bisa menyerap informasi di sekitarnya lebih baik. Sekarang setelah penglihatannya kembali, ia masih mempertahankan pendengaran di samping penglihatan. Hal itu membuat Dara semakin peka terhadap sekitar dan itu sangat menguntungkannya.

Setelah selesai mata kuliah British Poetry, Dara memilih keluar kelas karena masih ada waktu dua jam untuk mata kuliah berikutnya. Ia memilih beristirahat sebentar di kantin sebelum pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku. Saat ia berjalan sendirian menyusuri koridor kampus, tanpa sengaja Dara menabrak Sasa yang berjalan sembari becanda dengan teman-temannya.

"Kamu punya mata nggak sih!" bentak Sasa kesal, "Oh iya aku lupa, kamu punya mata sih tapi buta," lanjutnya mencibir.

"Maaf, aku nggak sengaja," kata Dara.

Sebenarnya bukan salah Dara yang tak sengaja menyenggol Sasa. Gadis itulah yang berjalan tak karuan karena dorong-dorongan dengan temannya, sehingga menyenggol Dara yang sudah berusaha menghindar.

"Halah alasan saja, punya mata kok nggak digunain," ejek Sasa yang langsung disambut gelak tawa teman-temannya.

"Iya ih, percuma ganti mata. Tapi tetep aja nggak bisa makainya," sahut teman Sasa.

"Kelamaan buta sih, jadi lupa caranya makai mata."

Mendengar ejekan teman sekampusnya itu, Dara hanya bisa menunduk terdiam. Ini memang bukan pertama kalinya ia dirundung oleh mereka. Memilih diam dan tidak menanggapi ucapan mereka menjadi pilihan terbaik bagi Dara yang tidak menyukai keributan.

Saat Dara menekuri lantai yang dipijaknya, tanpa sengaja ia melihat keanehan di bayangan Sasa. Tidak seperti bayangan miliknya atau pun teman-temannya yang lain, bayangan Sasa terlihat seperti asap hitam yang meliuk-liuk tertiup angin. Dara mencoba menerka-nerka apa yang membuat bayangan milik Sasa berbeda.

"Mungkinkah ini salah satu tandanya?" batin Dara begitu mengingat percakapan semalam dengan Tyas.

Didorong rasa penasaran, Dara langsung menyentuh lengan Sasa tanpa permisi. Seketika itu juga ia bisa melihat gambaran-gambaran apa saja yang akan terjadi pada Sasa.

Dalam penglihatan Dara, ia melihat Sasa berlari ketakutan di tengan kegelapan. Jalan yang dilalui Sasa adalah jalan setapak yang kanan-kirinya ditumbuhi semak dan pohon rindang. Gadis itu berlari ketakutan hingga terjatuh di jalanan yang tampak becek itu. Sebelum Sasa sempat bangkit, seseorang sudah menendangnya hingga telentang. Tak hanya itu, dalam sekejap mata dada Sasa sudah ditikam berkali-kali.

Dara yang tak mampu lagi melihat itu, langsung menjauhkan tangannya dari Sasa. Ia memandang gadis di depannya dengan penuh rasa ngeri.

"Apa-apaan sih kamu?" bentak Sasa tidak terima lengannya disentuh Dara. "Aku nggak sudi ya, jadi tongkatmu!"

Dengan kasar Sasa menghempaskan tangan Dara begitu saja.

"Jangan pergi malam ini," kata Dara.

"Ngomong apaan lagi sih kamu?"

"Jangan pergi ke mana pun malam ini. Kamu dalam bahaya," pinta Dara dengan wajah gusar.

"Aku mau pergi atau nggak, itu bukan urusanmu. Pergi jauh-jauh sana!" usir Sasa.

"Kumohon dengarkan kata-kataku. Jangan pergi malam ini," pinta Dara sekali lagi.

"Memangnya siapa kamu, melarang aku pergi!" sahut Sasa sengit.

"Kamu akan mati kalau pergi malam ini," terang Dara kalut.

"Sialan kamu..." Dengan keras Sasa menampar Dara. "Kamu doain aku mati!"

"Nggak Sa, aku cuma..."

"Cukup! Pergi jauh-jauh dari aku, dasar orang aneh."

Sasa yang tampak kesal, mendorong Dara hingga terjatuh. Kemudian gadis itu pergi bersama teman-temannya sembari sibuk memaki Dara. Sedangkan Dara sendiri hanya bisa terduduk lesu, tanpa mempedulikan tatapan penuh celaan orang di sekitarnya.

Ia ingin membantu, tetapi bagaimana caranya agar orang-orang percaya. Dengan lunglai, Dara beranjak dari tempat itu. Berharap apa yang dilihatnya, tidak akan terjadi.

 Berharap apa yang dilihatnya, tidak akan terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mata PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang