🐾 Happy Reading 🐾
Tiga hari berlalu, sejak Lizza memaksa membuka matanya untuk mengabulkan rasa penasarannya melihat kondisi Farel, Lizza sudah bisa melihat dengan normal kembali. Ia juga sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun, Lizza harus tetap berobat jalan agar matanya bisa pulih 100%. Lizza harus memakai kaca mata dulu sekarang agar matanya terlindungi.
"Hey, Za. Kamu udah sembuh?" tanya Sanni menghampiri Lizza.
"Ya.. begini lah" sahut Lizza cuek dan membenarkan kaca matanya.
"Ngomong-ngomong kamu kok gak jenguk aku sih, San?" tambahnya.
Sanni hanya tersenyum malu. Sebenarnya ia sangat merasa bersalah karena tak menjenguk sahabatnya itu.
"Terus si Farel udah baikan belum?" Sanni duduk di kursi samping Lizza. Sengaja ia mengalihkan pembicaraan agar Lizza tidak sakit hati mendengar penjelasannya.
"Dia masih koma, San!" jawab Lizza pelan.
"Kasihan banget dia, Za. Aku jadi ingin melihatnya."
"Ya udah, bareng sama aku aja. Nanti udah abis pelajaran, aku bakal langsung ke rumah sakit." timpal Lizza.
Jam pelajaran pun berlangsung dengan tenang. Semua murid fokus dengan kata-kata yang dikeluarkan oleh Pak Rudi, guru pelajaran matematika yang terkenal dengan keganasan saat emosinya meluap. Bahkan oleh sebagian murid, guru ini sering disebut Bapak Nil karena jika ia marah, ia akan seperti kudanil yang terganggung. Amukannya tidak terkendali.
Semua murid tetap fokus memerhatikan. Namun, tidak dengan Lizza. Ia sesekali menoleh ke belakang. Ia terus memandangi bangku kosong itu. Bayangan itu mulai terbesir di kepalanya. Sungguh sangat pahit dan menyedihkan mengingat hal itu. Sesekali bayangan itu tersenyum dan melambaikan tangan.
Lizza tidak tahan dengan ini. Air matanya tak terbendungkan lagi. Bayangan itu terus menjauh, terus menjauh dan akhirnya menghilang. Lizza tak ingin seperti ini.
"Ja- jangan pergi, Rel!" batin Lizza. Tubuhnya lemas, kepalanya mulai terasa berat.
"Lizza Manoban," Gebrakan meja itu membuat semua murid melonjak kaget. "kamu 'tak memperhatikan Bapak." Tangan Pak Rudi pun sekarang sudah berada di pinggangnya.
Lizza yang sudah tak kuat lagi, 'tak menjawab. Ia tetap dalam posisinya melihat ke arah belakang dengan air mata yang terus menetes.
Dengan cepat Pak Rudi menarik bahu Lizza yang sudah lemas itu dengan kasar. "Jawab pertanyaan Bapak!" Pak Rudi ajak berteriak.
Sanni yang melihat temannya seperti itu merasa geram. Emosinya tak terbendung lagi.
"Pak, maaf sebelumnya saya lancang. Lizza sedang sakit Pak!" Sanni beranjak dari duduknya.
"Alah, paling juga lagi galau. Dasar remaja. Labil!" tegas Pak Rudi.
"Bapak ini seperti anak TK," Sanni mengeluarkan semua keberaniannya untuk membela temannya ini. Tangannya dilipat di dada. " Bapak bisa bedain gak, yang sakit beneran sama yang emang sakit karena putus cinta?" Sanni agak menyolot
"STOOOOP!" teriak Lizza. Ia sudah sangat pusing. Kepalanya sakit, ditambah dengan perdebatan yang pasti gak ada ujungnya. Itu membuat beban di kepalanya bertambah. Di kupingnya terdengar suara yang sangat nyaring.
Brugk
Semua murid di kelas itu berdiri dan segera mengedubun dan melihat tubuh Lizza yang sudah tergeletak di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Boyfriend
Teen Fiction#1st Story Baru kali ini ia merasakan lagi rasa itu. Rasa yang muncul di hati dengan tulusnya. Entah apa yang membuatnya merasakan lagi rasa ini setelah 3 tahun lamanya. Lizza Manoban, gadis cantik itu telah menjomlo sejak berakhirnya hubungan cinta...