Ku benci dengan kehidupanku sekarang. Hari-hari ku bagai alunan melodi yang tidak diiringi tempo dan irama, sumbang dan hampa. Bagai lagu yang sama dan terus menerus diputar, membosankan. Seperti itu lah hidupku saat ini.Hidupku penuh dengan rasa rindu yang terus memburu. Rindu yang sudah ku tepis berkali kali namun semakin menjadi. Enam tahun ku mencoba untuk melupakan, namun memori itu enggan tuk pergi.
Memori ku bersama nya masih menari-nari dalam benakku. Dari pertama kali ku mengenalnya dengan rasa benci, hingga berubah menjadi cinta. Berkat ibuku, ibu yang selalu menyadarkan ku. Ia yang selalu tau apa yang sedang kupikirkan membuatku tegar kembali. Pernah suatu hari ibuku berkata,
"Kamu memang belum pernah merasakan jatuh cinta, hingga kamu tak sadar bahwa saat ini, kamu sedang merasakan jatuh cinta"
Atau ini, "Kalau kamu mencintai seseorang, cintailah sekadarnya, karena cinta yang berlebihan akan membuat sakit yang terlalu dalam"
Dan ini "Jangan pernah menolak cinta, karena cinta adalah anugerah terindah yang tidak semua orang dapat memilikinya"
Dan masih banyak lagi. Mungkin jika ku kumpulkan kata-kata ibu bisa dijadikan satu buku yang isinya kata quotes tentang cinta. Perlu aku buatkan?
Ibuku lah memang, yang paling mengerti diriku dan aku menjulukinya pakar cinta. Karena dia yang mengajariku arti cinta sesungguhnya.
Ah! Aku lupa, belum memperkenalkan diriku. Perkenalkan, namaku Anindya Vanessa Indah. Kalian bisa memanggilku apa yang kalian mau. Anin,Vanessa atau indah, terserah. Tapi aku sendiri lebih suka dipanggil Anindya yang lahir 15 tahun silam. Aku anak satu-satunya. Tidak punya kakak, ataupun adik. Aku iseng menulis ceritaku, karena belakangan ini aku sedang berusaha untuk menjadi penulis... Penulis amatir.
Sekarang pukul 11 malam. Waktunya aku untuk tidur, namun aku sedang tidak bisa. Ingatan itu kembali menyergapku, membuat kepedihanku datang kembali.
Ibu meminta ayahku untuk memindahkan ku kesekolah baru, bahkan kami pun pindah rumah. Dari Bandung ke Jakarta. Katanya untuk membuat lembaran yang baru. Dia juga bilang padaku bahwa beliau turut sedih melihatku yang selalu murung. Bahkan ibuku pernah melihatku maerancau saat tidur hingga meneteskan air mata, meski aku tak sadar saat itu.
Masa silamku seperti pelangi. Indah pada awalnya, namun perlahan memudar dan menghilang.
Sejujurnya, aku malas untuk menghadapi hari esok. Aku masih belum bisa melupakan sekolah lamaku. Tapi aku tidak ingin menolak kebaikan ibuku. Aku ingin berusaha membalas kebaikannya selama ini.
Ibu berkata kepadaku seperti ini, "Ibu tidak menekanmu. Jika kamu tidak mau pindah tidak apa-apa, ibu tidak memaksa. Ibu hanya ingin membantumu melupakannya"
Begitu sepenggal kalimat yang masih kuingat.Sahabatku masih suka menelpon. Pernah kami video call diam-diam saat guru killer matematika disekolah ku yang lama sedang mejelaskan didepan. Menurut kami , beliau tidak menjelaskan kepada murid, melainkan papan tulis. Saat ia menerangkan, tidak sekalipun ia melihat ke murid, namun hanya ke papan tulis dan jika mengingatnya hal itu selalu berhasil membuatku tertawa.
Banyak hal gila yang pernah kulakukan dengan sahabat. Dan itu membuat ku semakin berat untuk melupakan sekolah lamaku.
"Sayang? Kamu belum tidur? Lampu kamar matikan ya kalau mau tidur! Jangan tidur malam-malam!" terdengar suara ibuku berbicara didepan pintu kamarku. Sepertinya ibu ingin ke kamar mandi.
"Iya bu! Sebentar lagi" sahutku.
Ibuku bukan orang yang suka memaksa. Begitu pun ayahku. Mereka tampak serasi, saling melengkapi.
Ah aku lupa lagi! Aku lupa memberitahu nama orang tuaku. Nama ibuku Sarah Yulianingsih sedangkan ayahku bernama Daniel Pangestu Thamsil. Selisih umur mereka 2 tahun. Ayah berusia 49 tahun sedangkan ibuku 47 tahun.
Aku pernah bertanya kepada ibu saat usiaku masih enam tahun.
"Ibu? Bagaimana ibu dan ayah bisa menikah?" tanyaku. Aku tak tau apakah aku salah bicara karena ibuku hanya diam dan wajahnya memerah?
"Ibu kenapa? Ibu sakit? " tanyaku lagi , mungkin dengan wajah yang polos karena saat itu aku masih kecil.
"Tidak apa-apa" jawabnya.
"Ibu belum menjawab pertanyaanku"
"Kamu ini! Masih kecil juga!" itu jawaban yang ibu lontarkan lalu tersenyum. "Nanti ibu kasih tau kalo kamu sudah besar. Makanya makan yang banyak " lanjutnya.
Sekarang aku mengerti. Mengapa wajah ibu merah. Karena aku merasakan hal yang sama saat itu.
Suatu hari ibuku bertanya kepada ku "kamu punya pacar?" seketika wajahku terasa panas "kok merah gitu mukanya?" goda ibu. "Ahh!! Ibu mah" ku paksa ibu untuk keluar dari kamarku. Selepas ibu keluar, kudekatkan diriku kekaca. Dan benar! Semburat merah muncul di pipiku. Aku jadi merasa bersalah menanyakan pertanyaan kepada ibu seperti itu. Apalagi saat aku masih kecil. Hatiku kembali terkoyak jika mengingat masa-masa itu. Masa-masa indah yang perlahan menghilang.
Mungkin kalian bertanya-tanya, Siapa sosok yang selalu kurindukan? Sosok seperti apa yang bisa mengisi hatiku selama enam tahun? Mengapa aku belum bisa melupakannya? Dan dimana dia sekarang? Aku belum siap untuk menceritkannya sekarang. Sungguh! Bahkan memikirkannya saja aku ingin menangis.
Linangan air mata, yang aku rasakan ketika aku mengenangnya, karena jarak antara kami hanya bisa menumbuhkan kerinduan.
Aku sudahi dulu ya ceritaku. Aku mulai mengantuk. Entah mengapa saat aku menulis cerita, aku sudah mulai mengantuk. Mungkin ceritaku ini membosankan hingga membuatku sendiri mengantuk.
Besok aku harus bangun pagi untuk berangkat kesekolah baru ku. Jangan sampai terlambat dihari pertamaku sekolah seperti salma.
Untuk kamu yang jauh disana, aku hanya bisa menitipkan rindu ini, lewat angin malam dalam hembusnya, agar ia membisikkan kepadamu tentang cinta dan kerinduan ini...
Aku rindu padamu sepanjang waktu yang tak pernah dapat dihentikan...
Sekian...
Love
Anindy Vanessa Indah
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Diary
Teen FictionIni kisahku Dimana saat dia selalu ada dihidupku Mengisi setiap hariku... Ia yang selalu tau cara membuatku tertawa... Bersama kita merajut mimpi Membingkai semua keinginan yang terindah Tentang cinta.. Tapi, Kamu itu seperti pelangi Iya pelangi...