Elshanum
"Cie Shasa!"
Aku baru saja mendaratkan pantat di kursi saat Rino—temen sekelasku—teriak-teriak nggak jelas.
"Apaan si?" sahutku santai dan mulai membuka ponsel.
"Dianterin ke kelas ama abang Athan! Cieeee!"
Aku hanya memandang Rino dengan jengah.
Apa banget coba dia bilang gitu?
"Cie Shasa! Uhuuuy!"
Ini apa lagi si Inka? Nggak belain malah ikut- ikutan ngebully.
Jangan heran, dia memang sekelas sama gue di 11 Ipa 2, dan lebih parahnya lagi, aku sebangku sama dia. Sejak kelas 1 SMP. Catat itu.
"Aseeek Shasaa! PJ mana PJ!"
"Ntar istirahat PJ makan baso ya Sha!"
"Gue mie ayam ama es jeruk ya Sha!"
"Gue batagor Sha!"
"Paansi lo pada? Berisik deh. Orang nggak ada yang jadian, ngapain minta PJ?"
Ampun, bahkan ini bukan pertama kalinya aku dianterin Fathan ke kelas, dan mereka tau itu. Bahkan mereka juga tau kalau aku sama Fathan itu sering berangkat dan pulang sekolah bareng. Tapi ini kenapa pada aneh gini?
"Yaelah Sha. Kan kita tu berharapnya lo bisa jadian ma Fathan."
Bicara apa si Nova? Ya mana mungkin aku sama Fathan jadian, orang kita sahabatan kok. Mungkin Nova sedang lelah.
"Iya Sha. Kan lo sama Fathan itu udah relationship goals," ujar Inka dengan gaya hebohnya yang melebihi emak-emak mau ke kondangan. Aku memutar bola mata malas.
"Udah deh, mending lo pada siap-siap mental dulu sebelum tanggal kadaluwarsa." Aku memasukkan ponsel ke dalam laci. Kenapa tidak ke dalam tas? Karena nanti biar bisa kumainin saat pelajaran. Ini sesat, buat anak-anak di bawah umur tidak boleh niruin kelakuanku yang satu ini.
"Buat apa Sha?" tanya Leli dengan muka polos. Informasi saja, Leli itu orang paling lemot di kelasku. Sekarang pun terjadi lagi.
Aku natap ke arah Leli, bahkan tidak cuma aku, satu kelas natap ke arah Leli dengan pandangan yang seakan berkata 'bunuh aja gue'.
"Napa pada diem?" tanyanya lagi tanpa berdosa.
"Mata pelajaran jam pertama sejarah, maka dari itu kita harus mempersiapkan mental. Paham?" sahut Novi, kembarannya Nova. Dia itu orang yang paling sabar kalau menghadapi Leli.
"Lah kalau sejarah emang napa? Kan bagus, kita jadi banyak tau sejarah di Indonesia."
Gubrak!
Aku menyenderkan kepala di atas meja setelah mendengar jawaban Leli. Kenapa dia nggak paham juga?
"Kan berdasarkan sejarahnya, pelajaran sejarah itu paling ngebosenin buat anak Ipa, jadi pasti ngantuk," ujar Novi mencoba membuat Leli mengerti.
Leli menepuk jidatnya. "Oiya ya! Ini kan sejarah, jadi ntar pasti ngantuk. Haha!"
Akhirnya, aku langsung menghela napas lega. Untunglah ini sudah selesai, kalau Leli nggak mengerti juga, aku sudah siap kok bawa dia ke pasar malam. Abaikan, aku mulai gila.
Setelah bel berbunyi, keadaan kelas yang tadi ramai melebihi suasana pasar minggu langsung hening seketika.
Pak Tulus, guru sejarah mulai memasuki kelas dengan senyum lebarnya.
"Selamat pagi anak-anak!"
"Pagi, Pak!" Aduh, kenapa aku sudah ngantuk saja, padahal kan belum dimulai pelajarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade
Novela Juvenil"Back up, she don't love you like I love you," She said. "But, can you see? He don't love you like I love you," He said.