Monday

350 35 13
                                    


Senin kedua tanpa gangguan Kris lagi, Jessica terbangun dari tidurnya sambil mengucek ngucek mata, seberkas cahaya pagi yang memantul dari jendela kamar ikut membuat matanya silau, diliriknya jam dinding yang tergantung rapi di depannya, jam 8 lebih. Gawat! Ia harus sekolah. Belakangan ia sering sekali terlambat.

Jessica bergegas menyingkir dari tempat tidur menuju kamar mandi. Namun bunyi dari handphone nya membuat kehendaknya diurungkan, ia menerima panggilan dari nomor tidak diketahui itu dengan cepat

"Iya halo?"

"Jangan coba-coba nyelidikin pembunuhan itu, lo juga udah nolong orang yang salah. Atau nasib lo bakal sama kayak dia" Suara parau pria di seberang telepon membuat Jessica termenung sejenak, nyawanya masih diawang-awang menyebar di alam tidur, belum sadar sepenuhnya. Ia butuh waktu yang lumayan panjang rupanya untuk mencerna perkataan itu

"ngomong apa sih pak? Ulang dong!"

"dasar cewe budek!" ujar pria di telepon dengan nada yang dingin, Jessica mengernyit sambil menatap layar handphone dengan kesal seolah menatap penelpon diseberangnya, dengan cepat Jessica menekan tombol merah, mengakhiri percakapan tidak jelas dengan orang itu. Masih banyak hal yang harus ia lakukan pagi ini, salah satunya menyusun strategi masuk ke sekolah tanpa harus berhadapan dengan pihak BK akibat terlambat.

Dengan serba kilat, kegiatan bersiap Jessica telah berakhir. Jam handphone sudah menampilkan angka 8.35 a.m yang berarti ia sudah terlambat satu jam. Mata pelajaran pertama, Biologi akan berakhir 30 menit lagi. Tak apalah bagi Jessica yang memang tidak menyukai guru killer-nya itu. Ia bergegas keluar dari apareteman, Namun line dari Tiffany menghentikan langkahnya

'You missing shool again, huh? Nggak usah masuk, gue udah buatin surat sakit kilat nya" Teks tersebut berhasil membuat senyuman Jessica merekah, Tiffany memang selalu bisa diandalkan. Setelah membalas dengan 'I Love you', Jessica memutar langkah kembali masuk ke apartemennya.

Jessica akhirnya bisa sarapan sambil menonton TV yang sedang menampilkan berita, tadinya Jessica lebih fokus pada makanannya namun setelah mendengar narasi reporter berita menyebutkan nama Kris, mata Jessica langsung menatap layar TV dengan penuh konsentrasi

'Krissane Wicaksono kini masih dalam keadaan koma, visum yang menunjukkan bahwa kandidat pemeran film yang paling ditunggu tahun depan ini adalah korban percobaan pembunuhan membuat polisi sangat gencar mengejar si pelaku percobaan pembunuhan. Namun sampai saat ini polisi mengaku belum menemukan apapun dan Saksi mata juga tidak dapat menjelaskan apapun'

Jessica bersegera mengganti channel TV, ia tak berhasrat lagi dengan berita tersebut mendengar keadaan Kris yang kondisinya terlalu menyedihkan dan dirinya sendiri yang belum bisa membantu pihak kepolisian. Ia sangat merindukan Kris, teman yang belum genap 3 hari bersamanya tapi sudah seperti sahabat terbaiknya itu. Ia ingin sekali menjenguk Kris, namun perawatan yang sangat eksklusif membuat Jessica tak bisa mengunjunginya.

Akhirnya seharian Jessica tertidur pulas.

"Jessica, ya ampun si bocah! Bangun ga?!" Tiffany membangunkan Jessica dari tidurnya, ia dan Fiona baru saja pulang dari sekolah sengaja mampir menjenguk Jessica dan mengadili anak yang sudah sering terlambat itu

Jessica bangun dan menatap Tiffany dan Fiona bergantian "kalian kangen gue?" ujar Jessica yang mendapat toyoran dari Tiffany

"nih ada paket dari luar. Nama pengirimnya Kris!" Ungkap Fiona menyerahkan sebuah kotak kecl berwarna putih, Jessica yang terkejut langsung mengambil kotak itu, benar dari Kris. Bagaimana mungkin?

Tanpa banyak pertimbangan lagi, jessica membuka si kotak

"secret admirer yah?" goda Fiona tapi tak digubris Jessica. Kotak itu akhirnya terbuka menunjukkan isi berupa cincin milik Jessica yang ia berikan pada Kris sebelum ia menghilang, ada kata-kata di secarik kertas didalamnya

'Belakangan kamu tidak banyak tersenyum. Aku kembalikan cincin itu, kamu bilang ia bisa menciptakan senyuman. Itu sudah bekerja dengan baik untukku waktu itu, sekarang giliranmu memakainya lagi'

Jessica memakai cincin itu dengan cepat diiringi senyum mengembang di wajahnya

"Ya ampun si bocah, bangun!" Tiffany mencubit pelan lengan Jessica, Jessica yang terbawa alam mimpi segera terjaga.

"sejak kapan kalian disini?" tanya Jessica penasaran apa iya dirinya sedang bermimpi?

"baru aja" Sergah Fiona sambil menyalakan TV dan duduk bersantai disana

"paketnya mana Fi?"

"paket apa sih? Ngigo lu?" Jessica mengusap wajah kusutnya, mengeluh dengan mimpinya barusan, namun ia tersadar bahwa di jari manisnya sudah tersemat si cincin permata smiley. Seketika ia yakin, Kris masih berada disekitarnya.

Sayang ia tak bisa melihatnya lagi

"ada masalah apa sih Jess?" Fiona bertanya lagi sembari beringsut membuka kulkas Jessica mencari sesuatu yang enak dan segar untuk lidahnya. Tapi makanan Jessica sepertinya sudah 'lenyap'

"tumben belum belanja, Jess? Kulkas lo memprihatinkan banget" ungkap Fiona mengambil minuman kalengan yang menjadi satu-satunya stok di kulkas. Jessica meringis malu mengingat sindrom kurang peka-nya pada keseharian kembali hadir sejak kepergian Kris. Inilah mengapa Jessica sering membenci pertemuan.

"besok masuk Jess, ada ujian" Tiffany memperingatkan, Jessica mengacungkan jempol mengiyakan

"tadi di sekolah sangat heboh loh.Ve nemuin slayer bersimbah bekas darah dibalik tembok tua sekolah" seru Tiffany

"Nah mungkin ini terkait dengan pembunuhan Cowok kece di graha apartemen lo Jess" sergah Fiona membuat Jessica berpikir.

Ya mungkin saja, Kris pernah cerita bahwa dia ingat terakhir kali disakiti sekelompok orang di sekolah Jessica

"masuk akal banget, Fi. Jarak apartemen dan sekolah kan deket banget!" balas Tiffany.

"sekarang slayer nya dimana?"

"diamankan BK"

Jessica tidak ragu, ini pasti berhubungan dengan percobaan pembunuhan Kris. Ia memang tidak harus menemukan pelaku kejam itu, tapi Jessica tidak bisa tinggal diam dengan kondisi sahabatnya yang sungguh memprihatinkan. Kebenaran harus ditegakkan, bukan?

"Jess, lo ga seram tinggal disini? Ga berniat pindah gitu?" tanya Tiffany

"tumben lo perhatian sama sindrom penakut gue?"

"maksud gue, disini ada adegan percobaan pembunuhan. Ini takut yang berbeda. Penjahatnya dendam mungkin aja ga sih karena lo nemuin si koma itu"

"namanya Kris, Tiff!" tegas Jessica seolah tak suka Kris dipanggil dengan julukan itu

"apaan sih Jess, kayak lo kenal dia aja" tiffany protes, Jessica hanya terkekeh tanggung menyadari ia memang bertingkah sedikit aneh barusan

"kalian percaya ga kalo gue bilang gue bisa bicara sama makhluk lain?" Jessica membuat ekspresi yang akan mungkin membuat Tiffany dan Fiona ketakutan

"gue percaya aja sih, tapi gue yakin lo masih bercanda, like seorang Jessica bisa berhasil menahan rasa takutnya dengan ngobrol sama 'hantu'?!" Fiona meledek, Jessica membulatkan mata sembari membentuk dua jari tanda serius

"kalo dia ganteng, Tiffany titip salam yah" balas Tiffany menggoda balik Jessica

"dia cewek, dan dia bilang mau mencakar wajah Tiffany dan menggantinya dengan muka tupai-hewan yang paling Tiff benci. Ya ga Jess?" sambar Fiona membuat Jessica tertawa terbahak-bahak, Tiffany hanya menunjukkan wajah sebalnya

"jalan yuk! Hawa apartemen Jessica agak agak nih"

"Tiff jangan nakutin deh"

Dan sebuah pesan teks masuk ke nomor Jessica, dari nomor yang tidak diketahui 'JANGAN LAGI IKUT CAMPUR DENGAN URUSAN KRIS. BIARKAN DIA MATI. ATAU KAU YANG KUHABISI' Jessica terhenyak, ia bersandar lemas dengan teks tersebut. Mengapa dia sampai di teror begini?

TO BE CONTINUED

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Thank Ghost➖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang