Sunday

201 132 73
                                    

Hari yang sudah mulai menampakkan sinar mentarinya, terlihat memasuki celah jendela kamarku. Membuatku untuk segera bergegas bangun dari tidur nyenyakku.

"Pagi bi," ucapku sembari membuka pintu kulkas.

"Pagi juga Loui. Ow ya, bibi belum sempat memasak Loui. Nanti kalau kamu lapar tadi bibi udah siapkan roti lapis di kulkas ya," balas bibi yang sedang mencuci piring di wastafel.

"Iya bi, tumben belum masak?" tanyaku yang sembari meminum jus.

"Iya, soalnya nanti bibi mau ke rumah temen." Melirik ke arahku.

"Rumah temen?"

"Iya, ada perlu sebentar Loui," balasnya.

"Mungkin nanti bibi pulangnya agak petang!" lanjutnya.

"Kok gitu bi?"

"Iya, rumah temennya bibi memang agak jauh, ada di seberang kota sana. Jadi kemungkinan sampai rumah agak petang." Sembari menaruh piring yang sudah dicuci ke rak.

"Oh gitu, iya gak apa-apa kok bi," sahutku sembari membuang kotak jus ke tempat sampah.

"Iya nanti kamu di rumah hati-hati ya!" pintanya menatap ke arahku.

"Oke bi."

Hari ini tepatnya hari minggu jadi jadwal belajar mengajarku libur, memang terlihat seperti anak  sekolahan ya liburnya pas hari minggu. Tapi memang aku sengaja ngambil masuk kuliah seminggu enam kali, tidak seperti kebanyakan orang yang suka sekali dengan hari libur sedangkan aku tidak menyukai hal itu. Bagiku lebih baik kalau waktu dibuat belajar karena waktu itu tidak akan bisa terulang kembali, selagi kita masih muda saja sudah malas, apa jadinya jika kita tua nanti?

Tak terkira jam yang sudah menunjukkan pukul 09.00, aku yang masih berada di dalam kamar tepatnya di atas meja belajarku dengan beberapa tumpukan tugas-tugas kampus di depanku. Hampir sudah tiga jam aku mengerjakannya dan finally selesai juga. Terkadang aku juga merasa bosan karena kebanyakan tugas tetapi itu tetap tidak akan mengurangi semangatku untuk belajar.

Aku pun seraya beranjak keluar kamar dan menuju ke dapur untuk mencari makanan lebih tepatnya sesuatu yang bisa untuk dimakan. Terdapat beberapa roti lapis di dalam kulkas, sebenarnya aku lebih suka makan nasi yang bisa cukup lama untuk mengganjal rasa lapar tetapi aku gak mau terlalu ribet.

Jadi hari ini makan seadanya aja dari pada mati karena kelaparan, setelah melahab beberapa roti lapis, kini kulangkahkan kakiku menuju ruang keluarga yang terdapat sebuah alat elektronik yang bisa menghasilkan gambar dan juga suara itu, hanya sekadar menghibur diri supaya tidak terlalu bosan. Tapi kali ini tidak ada yang menarik hati untuk ditonton.

"Huam, jadi tambah bosan saja!" gumamku.

Dan saat itulah aku memutuskan untuk tidur saja, aku yang sudah terlalu malas untuk kembali ke kamar  dan kubaringkan tubuh ini di atas sofa ruang keluarga. Memang sengaja aku tidak mematikan televisinya hanya agar aku tidak merasa kesepian.

Tiga jam telah berlalu aku yang baru saja tertidur pulas, seraya mengerjapkan mata untuk bergegas bangun dan kulihat seseorang yang ada di hadapanku, mataku yang masih belum terliahat dengan jelas. Beberapa kali mengerjapkan mata dan memfokuskan siapa seseorang yang tepat berada di hadapanku itu.

"Mike!" ucapku yang masih berbaring dengan posisi kepalaku di pangkuannya.

Mike yang hanya tersenyum manis melihatku, dan aku segera bergegas untuk bangun dan duduk di sampingnya.

"Sejak kapan kau ada di sini?" tanyaku sembari mengernyitkan dahi.

"Tidak lama kok," balasnya sembari tersenyum hingga kedua lesung pipitnya itu terlihat.

Real ImmortalityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang