Kali ini aku dan Mike ke luar, ajakannya tidak mungkin aku sia-siakan karena memang perutku yang sudah mulai lapar, sedangkan di rumah tidak ada makanan selain roti lapis. Memang sih jarang-jarang aku keluar rumah selain pergi ke kampus atau diajak bibi dengan kepentingannya.
Kuhirup udara segar di perjalanan, membuatku merasakan kenyamanan terasa hati menjadi tentram. Mentari yang sudah mulai menenggelamkan dirinya di bawah kaki bumi, dan kegelapan pun mulai menyambut kami.
Kerlap-kerlip bintang di langit memancarkan sinarnya di bawah cahaya bulan yang senantiasa memandang ke arah kami, kulihat juga terdapat banyak gedung pencakar langit yang berjejeran tepat di depan sana.
Memang Mike sengaja mengajakku jalan-jalan ke kota, aku yang jarang keluar dari rumah membuat keinginanku takjub dengan hanya melihat gedung-gedung itu. Sejak sepuluh tahun lebih seakan lupa bagaimana rasanya di tengah-tengah keramaian kota malam.
Akhirnya kami pun sampai di sebuah rumah makan yang tidak terlalu ramai pengunjung, dengan papan di depan yang bertuliskan All Food And Drink Mike pun seraya memberhentikan motornya dan segera kami masuk ke dalam.
Di dalam yang memang lumayan luas dengan terdapat dua ruangan, satu di bawah dan satu di lantai atas. Kami pun segera menuju meja yang pas dan santai agar lebih terasa nikmat, tepat di pojok samping yang terdapat jendela kaca, jadi disela-sela kami makan bisa melihat suasana luar dengan lalu lalang orang-orang.
Mike pun seraya memanggil pelayan dan aku yang memesan makanan juga minuman. Sebenarnya aku tidak tega kalau harus aku saja yang makan, sedangkan Mike hanya menatapku saja.
Tak lama, mungkin sekitar sepuluh menit pelayan itu kembali dengan membawa satu piring berisikan nasi dengan satu mangkuk yang berisikan sup juga satu gelas berisikan minuman berwarna orange itu. Tak lama setelah pelayan menaruh makananku tepat di depan mejaku, aku seraya langsung melahab semuanya. Hanya karena aku tidak ingin menjadi beban Mike karena menungguku makan, sedangkan dia hanya melihatku dengan menaruh kedua tangannya untuk menahan dagunya sembari tersenyum manis padaku.
Setelah selesai, kami pun seraya bergegas keluar dari rumah makan itu.
"Gimana, udah kenyang kan?" tanya Mike sembari menyetir.
"Udah, makasih ya Mike," balasku sedikit tersenyum.
"Iya, mau ke mana lagi sekarang? Aku anter deh!" sahut Mike.
"Pulang saja!"
"Masa pulang sih?" Dia seraya menoleh ke belakang.
"Emang mau ke mana lagi? Aku belum terlalu paham tempat ini!" jawabku mengernyit.
"Ya sudah aku aja yang nentuin kita mau ke mana!"
"Memang ke mana," sahutku.
"Udah ikut aja, nanti juga tahu," ucapnya sembari menoleh dan sedikit tersenyum.
Aku pun hanya terdiam di tempat dan menuruti perkataannya.
"Pegangan!" teriak Mike.
Aku seraya berpegangan pada Mike, malam ini angin yang berhembus sangat kencang. Apa mungkin karena Mike mengendarai motornya terlalu cepat, sesekali aku merasakan dingin di tubuhku dan keinginanku untuk memeluk Mike dari belakang agar tubuhku tetap terasa hangat.
Tak lama setelah itu Mike kembali memberhentikan motornya dan mengajakku turun untuk pergi ke sana! Tepat jari telunjukknya yang sedang menunjuk ke arah jauh ke atas pada gedung pencakar langit itu, ya Mike ingin mengajakku ke atas gedung yang sangat tinggi itu!
"Ayo." Ajak Mike.
"Bagaimana caranya?" Mengernyitkan dahi.
"Sudah, ayo!" sahut Mike.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Immortality
Fantasy[SLOW UPDATE] #84 in Fantasy (27 April 2017) COVER By @moccaArts Apa jadinya jikalau keluarga yang kalian sayangi dibunuh oleh sekumpulan Monster tanpa jiwa pembunuh berdarah dingin??? Seorang gadis bernama Louis Tera anak dari keluarga Jason Lincon...