Hi, Tiar!

61 9 8
                                    

    PART 2

    Seperti hari hari sebelumnya, kegiatan Runa setelah pulang sekolah adalah ngapel ke rumah Ipal terlebih dahulu. Rumah Ipal surga dunia banget sih buat Runa. Rumah Runa emang lebih gedongan tetapi Rumah Ipal lebih kekeluargaan.

    "Run belok ke bandara dulu ya," Ipal berujar sambil merangkul bahu Runa santai.

    "Ngapain?" tanya Runa.

    "Ngamen dulu kita."

    Karena Ipal lebih tinggi dari Runa, Runa harus berjinjit untuk berteriak di telinga Ipal, "Hah Luchu lo."

    Ipal berjengit kaget dan menjauhkan tubuhnya dari Runa. Sumpah deh Ipal nggak ngerti lagi kenapa dia bisa punya sahabat macam Runa yang suaranya sebelas duabelas sama toa masjid.

    "Bego kuping gue." Ipal mengusap daun telinganya.

    "Lagian ngelawak mulu udah tau garing."

    "Tau ah." Ipal menatap tajam Runa dan mempercepat langkahnya ke parkiran sekolah. Bodo amat sama Runa. Dia bukan bocah yang mesti dituntun lagi. Sesayang-sayangnya Ipal sama Runa, Ipal lebih sayang sama kesehatan telinganya.

    "Baper lo najis!" Runa mengejar langkah Ipal yang sudah jauh di depan.

    Di parkiran, Ipal langsung membuka pintu mobil dan menutupnya dengan cara dibanting. Saat sudah duduk di balik kemudi, Ipal menurunkan kaca mobilnya, "Terserah! Lo mau naik atau gue tinggal?"

    Runa menghentakkan kakinya kesal. Jangan-jangan Ipal emang beneran punya jiwa perempuan deh. Bapernya itu lho aduh nggak ketolongan.

    "Iya iya ini gue naik." Runa membuka pintu mobil dan duduk di samping pengemudi, "Ke bandara mau ngapain sih Pal? Lo nggak ada niat buat ajak gue kawin lari kan?"

    Ipal yang lagi fokus parkirin mobil, tiba-tiba menginjak rem secara mendadak. Sehingga menimbulkan bunyi gedebuk karena Ipal menabrak tong sampah di belakang mobil.

    "Heh lo pikir gue mau ngawinin lo? Ogah lo datar nggak ada yang bisa dipegang," ujar Ipal sekenannya.

    Runa misah-misuh mendengar jawaban Ipal. Ngerem mobil secara mendadak aja Ipal bisa, tapi kenapa ngerem mulut biar nggak nyinggung dan menyentil hati Runa kayanya susah banget buat Ipal?

    Ucapan Ipal tadi benar-benar buat Runa diam. Iya Runa emang sadar badan Runa ini langsing mirip lidi, tapi nggak datar-datar amat kok!

    "Awas lo ya Pal. Liat gue udah bohay dikit aja, gue tusuk lo pake jarum pentul!"

    Ipal justru malah tertawa. Kadang Ipal mikir, mereka ini berlawan jenis. Tapi obrolan tentang ini nggak ngebuat mereka canggung. Baik Runa atau Ipal luwes-luwes aja. Ya walaupun kadang agak sedikit kelewatan, tapi mereka tetap nyengar nyengir ketawa ketiwi tuh.

    Dan jauh di lubuk hati Ipal, Ipal bersyukur punya sahabat kaya Runa. Tapi Runa nggak boleh tau soal ini, karena kalau Runa tau bisa-bisa Runa ketawa lebar tepat di depan muka Ipal.

***

    Sesampainya Ipal dan Runa di bandara, mereka ternyata cuma nunggu di parkiran. Di perjalanan tadi Ipal memberi tau Runa kalau sepupunya dari Malang mau datang dan tinggal di Jakarta. Runa langsung melafalkan doa; semoga sepupu Ipal ini cewek yang asik diajak ngobrol dan bisa jadi teman curhat.

    Tapi doanya sia-sia saat ada yang mengetuk kaca mobil di sebelah Runa dari luar. Runa mengernyit bingung dan menatap cowok berkacamata dan rambut yang klimis banget.

    Runa jadi geli sendiri liat rambut cowok itu. Dibandingkan dengan Ipal emang sih keliatannya lebih ganteng, tapi soal tatanan rambut Ipal jelas jauh diatas. Karena rambut cowok ini katro abis. Model-model rambut era tahun 1978-an kira-kira. Rambutnya juga kinclong banget kena sinar matahari. Apa dia pake minyak sayur ya?

    Tiba-tiba kaca mobil Ipal turun dan semakin terlihat jelas detail muka si cowok berambut klimis ini. Kacamata yang bertengger itu membingkai mata sipitnya. Iris matanya berwarna coklat terang. Kulitnya agak hitam tapi manis. Hidungnya emang nggak mancung tapi ngga bisa juga dibilang pesek. Dan terkahir, bibirnya. Bibirnya terlukis sempurna dengan belahan di bawah, warnanya pun merah muda. Aduh ini beneran nih ada cowok yang bibirnya bisa seaduhai itu?

    "Euuum," bibir itu dijilat pelan-pelan oleh pemiliknya. Menambah kesan sexy. Duh liatnya bikin lutut Runa lemes seketika. Napas Runa juga terasa berat. Seakan-akan oksigen Runa tersedot habis oleh pemandangan di depannya ini, "Sorry tapi mbanya kenapa ya?"

    Runa mengedipkan matanya saat ada telapak tangan yang melambai lambai. Runa baru sadar dari tadi Runa nggak ngedip liatin ni cowok, "Eh sorry sorry," Runa jadi merasa malu sendiri.

    Ipal meraup wajah Runa dengan telapak tangannya, "Aduh mba liatinnya biasa aja atuh," Ipal tertawa saat melihat mimik wajah Runa yang gemesin banget, "Hi Tiar! Lo duduk belakang nggak masalah kan?"

    Cowok bernama Tiar itu tersenyum dan melirik Runa sebentar, "Ya," dan Tiar mulai masuk ke dalam mobil dengan koper di tangannya.

    Runa melirik cowok berambut klimis- Tiar dari kaca dasbor mobil. Dan Tiar melirik Runa balik. Pikiran Tiar sih, cewek yang liatin dia dari tadi itu pacarnya Ipal.

    "Oh iya! Run ini Tiar, sepupu gue dari Bogor. Dan Tiar, ini Runa sahabat gue," Ipal tersenyum melirik Runa dan Tiar secara bergantian.

    "Hi, Tiar." Runa menengok kebelakang dan tersenyum sopan atau malah canggung ya?

   "Hi, Run."

    Runa mengerutkan keningnya. Panggilan Tiar tadi bukan Run nama kecilnya. Tapi Run dalam bahasa Inggris yang artinya lari, "Maaf bukan Run tapi Run."

    "Tapi lidah Tiar maunya Run."

    Runa mulai menunjukan wajah ngga sukanya. Seenak udel ganti-ganti nama orang tanpa persetujuan pemiliknya, "Terserah lo mau ngelak apa. Tapi gue beneran ngga suka nama panggilan gue diubah-ubah." Runa menghembuskan napas kasarnya.

    Tiar hanya diam. Bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil.

    Ipal pun diam mendengarkan dua orang berkepribadian berbeda ini.

    Suasana hening namun tiba-tiba getaran ponsel Runa membuat Runa harus menimbulkan suara dari gerakan tubuhnya.

Mama: Cepet pulang

    Runa menahan napasnya. Diliriknya Ipal yang ternyata sedang menatapnya penasaran.

    "Anterin gue balik."

Here;
Tiar

TIARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang