17’17 APR
PART 4***
Tiar paham, kalau apa yang Tiar lihat sekarang cuma sekedar pemandangan indah biasa. Karena pada akhirnya apa yang Tiar anggap indah, nyatanya secara perlahan bakal memudar juga. Seperti apa yang sudah-sudah. Seperti pelangi setelah hujan.
Nyatanya emang begitu kan?
Jadi, Tiar langsung memutuskan kontak matanya dengan Runa. Tiar jadi merasa atmosfer di ruangan ini berubah aneh.
“Lo… kenapa Tiar?” suara itu, suara yang akhir-akhir ini memenuhi pikiran Tiar. Tiar nggak tau alasannya, “Tiar, maaf ni gue lancang. Euum… Elo sekolah?”
Dahi Tiar mengerut. Apa katanya? Sekolah? Ya jelas Tiar sekolah lha!
“Menurut Runa?” bukannya menjawab, Tiar malah balik nanya! Dan itu ngebuat Runa mendengus. Ternyata ngobrol sama Tiar itu mesti pake otot kayanya.
“Ga! Lo kerja, kerja bikin orang emosi.” Runa maki sebel sama Tiar, karena dari ekspresi mukanya bukannya merasa bersalah malah datar abis! Aduh Runa nggak bakal betah kalau cuma berdua sama Tiar.
Akhirnya, Runa bangkit meninggalkan Tiar, mencari Ipal yang Runa curigain pasti lagi buang air besar karena nggak mungkin ngambil minum selama itu. Atau emang sebentar, tapi Runa ngerasa lama. Ya, kayaknya sih gitu.
Tiar melirik Runa yang pergi menjauh. Bener kan apa kata Tiar? Yang indah bakal pergi. Karena emang hukum alamnya seperti itu.
Tanpa sengaja, dari layar laptop Tiar yang terbuka tetapi dalam keadaan sleep memantulkan sosok Runa di belakang Tiar, sedang menatapnya. Tiar nggak punya reflex bagus saat itu, jadi Tiar membalas tatapan Runa.
Lewat layar laptop yang mati, baik Runa atau Tiar merasakan getaran aneh. Tatapan mereka bertemu lagi, seperti ada yang ingin disampaikan. Tetapi nggak tau apa dan bagaimana cara menyampaikannya.
***
“Sepupu elo tuh kenapa sih? Sok polos banget mirip bocah TK,” Runa menggerutu saat duduk berdua dengan Ipal di halaman belakang. “Sumpah deh, ngomong sama dia kudu elus dada.”
Ipal yang mendengar elus dada langsung menurunkan pandangannya. Runa sadar apa yang dilakukan oleh Ipal. Akhirnya, tangan lembut Runa mencium pipi kanan Ipal.
Ipal ditabok Runa.
“Wadow,” Ipal menjerit. “Stress lo emang ya!” tangan besar Ipal meraup muka imut-imut Runa. “Tiar emang punya watak rada geser gitu. Wajarin aja lah,” gumam Tiar.
“Tapi nyebelin Pal.” Runa menjatuhkan kepalanya ke bahu kanan Ipal.
“Nyebelin apa suka?” goda Ipal meniru suatu iklan yang paling disukanya itu.
“Jijik,” kata Runa sambil beristighfar. Runa memejamkan matanya, masih dengan posisi kepala di bahu Ipal. Samar-samar bayangan Tiar di laptop tadi melintas gitu aja di pikirannya. Runa nggak paham artinya apa, tapi kenapa hati Runa melambung ya?
Ipal tertawa, “Haha…” Ipal ikut menjatuhkan kepalanya diatas kepala Runa. “Awalnya juga lo bilang gue nyebelin. Sekarang? Sok-sok nyender di bahu gue gini,” kata Ipal jail.
Runa mendengus. Runa menjauhkan kepalanya, lalu perlahan bangkit. Diikuti dengan Ipal di sampingnya. Saat hendak berjalan ke arah ruang tamu, Runa bertemu Tiar yang kayaknya baru selesai salat.
Terbukti dari baju dan sarung yang Tiar kenakan. Ditambah tetesan air dari rambutnya. Runa menahan napas, baru kali ini Runa liat cowok pake baju kokok bisa keliatan maco gitu. Biasanya Runa liat di ruang fitness, anak-anak basket yang badannya oke, sama Ade Rai yang punya blenuk-blenuk alias otot di tangannya.
Tapi Tiar, cukup pake baju kokok sama peci aja sudah keliatan maco dan gantengnya plus plus pula! Duh Runa nggak nolak deh disodorin yang model Tiar begini.
“Runa liatinnya biasa aja oke?” Ipal menyenggol bahu Runa dan berjalan mendahului.
Tiar memandang Runa yang masih diam sambil liatin Tiar. Bukannya geer, tapi Runa emang lagi liatin Tiar kok. Karena Tiar juga lelaki biasa yang kalau diliatin lawan jenis sebegitu intensnya bisa salah tingkah. Akhirnya, untuk menutupi itu Tiar menanyakan sesuatu, “Runa udah salat?” iya, Tiar nanya itu.
Runa tersentak kaget. Dan menyadari cuma ada Runa dan Tiar di lorong rumah Ipal ini. Kaarena bingung Runa memandang Tiar aneh.
“Apa?’
“Udah salat dzuhur?” Tiar mengulangi pertanyaannya.
Runa jadi melipir. Runa emang belum menunaikan ibadah wajib itu. Terakhir kali Runa salat itu, dua hari lalu kalau nggak salah. Itu pun karena ada praktik di sekolah. Runa menggeleng sambil tersenyum canggung. “Euuumm… belum,” gumam Runa.
Tiar memandang Runa datar, “Mending salat dulu sana, ini udah dzuhur dari tadi. Mau Tiar imamin?”
Aduh!
Apa katanya? Imamin?
Kok Runa berasa Tiar tuh lagi bilang mau jadi jodoh Tiar?
Karena untuk nutupin malu, Runa cuma bisa nunduk sambil mainin jari tangan. “Emangnya lo mau ngimamin gue?” tanya Runa tanpa mengangkat wajah.
“Nggak sih. Kan nggak boleh, dosa.”
DIH! Habis manis jatuh terhempas!
Runa nyesel abis. Belaga kecewekan yang jaim-jaim kalo digoda cowok. Runa baru inget, kalo makhluk di hadapannya ini menyebalkan. Dan kenapa pula tadi Runa muji-muji Tiar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TIARUNA
Teen FictionRuna cuma punya satu sahabat baik. Nival Mashael yang punya panggilan kece; Ipal. Bagi Runa punya teman macam Ipal udah lebih dari cukup. Tapi ternyata nggak. Runa butuh seseorang yang bisa singgah di hati kosongnya. Karena lama-kelamaan Runa merasa...