Teduh

40 5 0
                                    

Jumat, 14 April 2017

***

    Hari ini Runa berkunjung ke rumah Ipal. Karena Runa butuh Ipal buat pelampiasan kebosanannya. Iya Ipal emang cuma Runa jadiin sebagai pelampiasan saat bosan. Tapi nyatanya, Runa emang selalu ngerasa bosan. Dan selalu butuh Ipal.

    "Runa," Mama memanggil Runa saat Runa sedang mengikat tali sepatunya, "Mau kemana? Jam segini udah rapih banget."

    Runa memandang wanita di hadapannya ini, "Aku mau ke rumah Ipal," jawab Runa.

    "Kamu ke rumah Ipal itu tiap hari lho nak. Apa nggak bosen?"

    "Aku nggak akan pernah bosen pergi ke sana. Di rumah ini justru aku ngerasa bosen Ma," Runa tersenyum dan memeluk Sita singkat, "Aku pergi dulu. Bye."

    Sita menatap kepergian buah hatinya dengan sendu.

***

    Runa mengetuk pintu rumah Ipal dengan kasar. Udah dari tadi Runa ketuk pintu tapi nggak ada satu orang pun yang keluar. Runa emang sering datang ke sini, tapi tetap aja Runa masih tau etika di rumah orang. Dia nggak bisa tiba-tiba masuk gitu aja tanpa ijin.

    Runa menatap gamang pintu rumah Ipal. Nggak biasanya Ipal lama bukain pintu. Akhirnya, Runa mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Ipal.

    Tapi sayangnya, sampai nada dering kelima telephonenya belum juga tersambung. Runa menggenggam kesal ponselnya. Benar-benar Ipal tuh nggak pernah ngilang kaya gini tanpa kabar!

    "Maaf lama... Mbanya siapa?" suara serak berat dari belakang tubuhnya membuat Runa membalikkan tubuh. Kaget dengan seseorang di hadapannya kini, Runa tanpa sadar mundur satu langkah.

    "E... elo?" Runa masih nggak nyangka makhluk satu ini ada di rumah Ipal.

    "Oh Runa ya?" Tiar membukakan pintu lebih lebar lagi. Tiar bersandar di daun pintu dan memandang gadis di hadapannya-Runa.

    "Kok lo di situ?"

    "Kok lo di situ?" Tiar mengulang pertanyaan Runa. Tapi dari nada bicaranya, Runa tau kalau Tiar lagi ngeledekin Runa.

    Runa menatap sengit Tiar, "Mana Ipal?"

Tiar mengangkat bahunya dan masuk ke dalam rumah. "Ada di dalem." Tiar yakin walau Runa nggak Tiar kasih perintah buat masuk, Runa bakal ikut masuk. Tapi kenapa Tiar ngga denger ada langkah kaki di belakangnya ya? Tiar membalikan tubuhnya dan ternyata pemikiran Tiar salah. Runa masih berdiri di teras rumah."Runa ngapain?"

    "Nunggu yang punya rumah nyuruh masuk," kata Runa dengan santai. Ingat prinsip Runa yang di atas.

    "Tapi Tiar bukan yang punya rumah. Jadi kalau pun Tiar suruh Runa masuk, Runa nggak akan masuk?"

    Runa menatap Tiar dengan sengit. Sekaligus heran, kenapa bahasa Tiar harus se-apaya, lugu kah? Tapi amat nggak cocok sama Tiar yang punya style oke dan keren itu.

    Tapi Runa nggak mau mikirin soal itu, terserah Tiar deh mau ngapain, toh itu hidup Tiar. Dengan ogah-ogahan akhirnya Runa masuk dan ikut duduk di sofa bersama Tiar yang sudah lebih dulu duduk. "Panggilin Ipal dong," perintah Runa.

    "Udah bertamu, nyuruh-nyuruh nggak sopan ya," ujar Tiar.

    Runa mengalah. Nggak ada gunanya juga debat sama Tiar di sebelahnya. Runa kesini buat Ipal, bukan Tiar.

    "Gue nggak nyangka lo bakal tinggal di rumah Ipal." Runa melirik Tiar yang ternyata lagi sibuk pegang kalkulator. Dahinya berkerut. "Ngapain?" tanya Runa.

    "Belajar," Tiar menjawab singkat. Dia sedikit menggeser tubuhnya karena merasa nggak nyaman dengan Runa di sampingnya.

    "Oh." Cukup sampai situ. Runa nggak mau banyak tanya sama Tiar. Dan pasti, Runa yakin Tiar akan terganggu kalau Runa terus-terusan ngoceh macam ibu-ibu arisan.

    Lama Runa dan Tiar larut dengan aktifitas masing-masing. Tanpa sadar kalau ada Ipal yang sudah ikut duduk di tengah-tengah mereka. Soalnya, jarak Tiar dan Runa itu jauh banget.

    "Kalian berdua macem orang pacaran yang lagi berantem. Jauh banget jaraknya," seru Ipal.

    Runa mengerjapkan matanya. Dia menengok ke arah kanan dan mendapati Ipal di sana.

    "Ipal!" Runa mencubit perut Ipal dengan ibu jari dan telunjuknya. Diputarnya cubitan itu sampai terasa sangat panas dan rasanya tuh kaya kulit Ipal mau lepas dari daging!

    "Runa yaampun! Demi apa sakit Runaaa!" jerit Ipal. Tiar yang berada di samping mereka menatap bingung. Tapi tak urung Tiar juga kasihan lihat Ipal yang kesakitan begitu. "Lepasin woy bangke! Lo menyakiti gue, Runa lepas!"

    Bukannya dilepas, Runa malah semakin memutar dan menekan cubitannya. Runa geram, kesel, marah, sama Ipal yang nggak angkat telphon dan sempet bikin khawatir walaupun cuma sebentar. Tapi tetap aja, Runa gondok sama tingkah Ipal!

    "Kemana lo tadi hah?!" Runa berteriak di telinga Ipal.

    "Gue tadi lagi boker! Aduh... duh Runa lepas!" Ipal mencoba melepaskan cubitan di perutnya. Berangsur cubitan itu mengendur dan akhirnya terlepas. Ipal menatap Runa sengit. Tangannya mengusap-usap bekas cubitan Runa. Ipal menjamin kalau cubitan tadi bisa buat perutnya jadi merah.

    "Gue bete sama lo." Runa menggembungkan pipinya. Menatap Ipal jenuh.

    Walaupun Ipal kesel karena Runa yang cubit perutnya, tapi Ipal juga kasihan liat Runa yang pasang mimik sebegitu menegenaskan. Padahal, yang mengenaskan itu Ipal.

    "Yaudah iya maaf," ujar Ipal, "Tadi gue lagi di kamar mandi. Perut gue mules banget abis makan ayam mercon semalem. Terus mencret sampe panas ni anus gue," kata Ipal sambil mengangkat bokongnya.

    Tangan Runa memukul bahu Ipal. "Jijik Ipal!"

    "Hehe." Ipal terkekeh dan bangkit dari sofa, "Bentar ya mau mimi dulu." Ipal meninggalkan ruang tamu dan berjalan ke arah dapur.

    Runa bergidik ngeri, mimpi apa dia dulu punya sahabat macam Ipal. Runa kembali sadar, kalau masih ada Tiar di sampingnya. "Sepupu lo."

    Tiar bergeming. Matanya memandang lurus iris mata Runa yang jaraknya jauh dari miliknya. Tiar nggak ngerti deh, kenapa mata Runa teduh banget ya?

***

TIARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang