five: the emotions

1.2K 127 27
                                    

          "Senyumlah yang lebar, semuanya!"

          Harriet berusaha, sungguh, tapi apa daya, otot di wajahnya semua menolak untuk bergerak ketika ia bertemu dengan langsung dengan Rita Skeeter, wartawan Daily Prophet yang terkenal suka membuat gossip menjadi lebih heboh daripada yang seharusnya. Ia tidak bisa berhenti memperhatikan wanita itu, untuk segala alasan yang salah. Wajahnya terlihat sangat berat dengan make up berlebih, rambutnya dibuat menjadi keriting dan... oh, Merlin, pena bulunya yang terbang kesana kemari sama lincahnya dengan gerak gerik mata Skeeter, tidakkah ada yang bisa membuatnya berhenti untuk sejenak?

           Rita Skeeter menatap Harriet dan ketiga juara lainnya sembari mencibir, nampaknya tidak puas dengan pose yang tadi mereka berikan. Perempuan itu memposisikan ulang mereka berempat dan mengatur senyum dan gaya mereka untuk beberapa foto lagi sampai akhirnya ia terlihat puas. Setelah sesi berfoto yang sangat memakan waktu itu, Harriet kira ia sudah selesai dengan Skeeter sehingga ia melipir ke sisi ruangan, hendak mengambil tasnya dan berjalan pergi, tapi Skeeter menarik lengan jubahnya dan membuatnya hampir terjatuh, kini ia harus bertatapan dengan mata Skeeter yang menurutnya mirip seperti mata rubah, dan wartawan wanita itu tertawa. "Not so fast, Ms. Potter." Ia mencubit pipi Harriet main-main, tapi cubitannya itu terasa kencang sampai-sampai Harriet merasa ia memiliki dendam tersembunyi dengannya, "Aku butuh kamu, dan juga juara yang lainnya, tentu saja, untuk mengatakan satu dua kata. Oke? Baik. Mari kita cari tempat yang lebih private."

           Harriet tidak bisa mengatakan apapun, karena Skeeter telah menariknya pergi dari para juara lain yang menatapnya dengan iba. Ketika Harriet kembali menatap wanita di hadapannya, ia telah menarik Harriet masuk kedalam ruangan sempit, dan mengibas-ngibaskan tangannya, mengisyaratkan Harriet untuk mundur, dan gadis Gryffindor itu menurut saja sampai akhirnya ia menabrak kursi pendek yang entah sejak kapan ada disitu, dan akhirnya, Harriet menyerah, ia memutuskan untuk duduk.

            "Well..." Skeeter tersenyum penuh arti kepada Harriet, ia menarik kursi lain dan duduk disana, pena bulunya melayang-layang di belakangnya siap mencatat apapun yang keluar dari mulut Harriet. "Aku harus mengakui, aku agak kecewa tidak bisa langsung mewawancarai kalian sebelum tugas dimulai, tapi kurasa begini juga tak apa. Kau tak keberatan kalau aku pakai pena bulu ini kan?"

           Harriet menggeleng. Well, seandainya dia keberatan juga pasti Skeeter akan tetap menggunakannya, jadi apa gunanya protes sekarang?

           Skeeter terkekeh, "Okay, jadi, beritahu aku, bagaimana rasanya menjadi juara termuda dalam turnamen ini? Or better yet, beritahu aku kenapa kamu ingin masuk ke turnamen ini, apakah semua ini disebabkan oleh perasaan sendu yang mendalam, ingin seseorang untuk memujimu karena selama ini kamu tidak memiliki... figure orang tua?"

           Harriet mengernyitkan keningnya, matanya menatap Rita Skeeter seakan-akan dia adalah perempuan gila (kemungkinan benar), dan dengan tegas ia berseru, "Tidak!"

           Skeeter tertawa, dan buku tulis yang melayang-layang di belakang Skeeter kini membalikkan lembarannya dan mulai menulis lagi. "Oh, tentu saja tidak. Baiklah, bagaimana kalau kamu memberi tahu aku tentang orang tuamu saja? Apa yang kamu ingat dari mereka?" Wanita pirang itu menaik-naikkan alisnya, seakan-akan sudah dapat menduga jawaban yang akan keluar dari bibir Harriet. "Bagaimana kira-kira pendapat mereka kalau mereka masih hidup dan mendengar kabar bahwa anak semata wayangnya mengikuti Turnamen Triwizard yang berbahaya ini di usia dua belas–"

           "Empat belas."

           "–dan harus mempertaruhkan nyawanya? Apakah mereka akan bangga, atau kecewa? Atau... apa, Harriet?"

Goblet of Fire PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang