Episode 3: Kenapa Regan Diistimewakan?

45.9K 2.6K 217
                                    

Saat Regan turun, semua anggota keluarga sudah duduk rapi di tempat masing masing. Meja makan malam ini khusus diatur untuk 12 orang. Tapi beberapa kursi masih kosong karena keluarga Helga belum datang.

"Bin, kok kayaknya sudut bibir lo agak memar, sih?" Regan sudah memulai lagi.

Biasa lah, hobinya memang membuat Binar jengkel. Ia sengaja mengatakan itu, agar semua orang fokus pada memar Binar, sehingga mereka curiga.

Binar pun terhenyak. ‘Sialan emang si Regan.’

"Anu ... aku tadi jatuh dari motor, Mas." Untung Binar berpikiran cepat. Ia tidak bohong, kan? Ia memang jatuh bersama motornya sekaligus — setelah dibogem mentah oleh Regan.

"Dia emang ceroboh banget, Gan," timpal Jena. Bukannya menunjukkan empati, malah meledek adiknya ceroboh.

"Oh, jatuh. Gue pikir lo berantem, Bin." Regan terkekeh mengakhiri ucapannya.

Terang saja ia segera mendapat tatapan mematikan dari Binar. Binar saat ini sungguh menyesal. Kenapa tadi ia tidak melayangkan pukulan di area wajah Regan saja? Sehingga ia juga bisa mendapatkan bahan untuk bermain-main balik dengan Regan.

Tapi Binar sudah cukup puas, sih, dengan memukuli area perut Regan. Meskipun tak sebanyak pukulan Regan padanya, tapi Binar yakin … pukulannya cukup untuk menyakiti Regan selama beberapa hari ke depan.

Sementara pukulan Regan padanya — meskipun banyak — tapi buktinya sekarang Binar sudah bisa berdiri tegak dan bahkan berada di sini. Ikut makan dengan mereka semua. Andai saja pukulan Regan itu kuat, bisa jadi Binar saat ini sudah berada di rumah sakit sekarang.

Itu semua karena Regan itu lemah. Pukulannya hanya ecek-ecek bagi Binar.

"Tadi Tante pikir juga gitu, lho. Tante pikir si Binar udah berani berantem!" Kamia menimpali. Sebenarnya hingga detik ini pun, Kamia tak bisa percaya sepenuhnya pada putranya.

"Eh ... eh ... sudah ... sudah ...." Moreno yang bijak muncul sebagai penengah. Ia adalah satu dari sekian banyak orang yang peka dengan perasaan Binar, meskipun statusnya hanya seorang paman.

Di lain sisi Moreno juga tak ingin Regan — putra semata wayangnya — semakin menjadi-jadi sikap manjanya. Makanya ia harus bertindak saat semua orang mulai kumat memanjakan dan mengistimewakan Regan. Sekaligus hobi selalu memojokkan Binar.

Perhatian semua orang pun teralih, kala satu keluarga yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Seorang wanita yang berwajah mirip dengan Amara dan Kamia, telah datang bersama suami dan kedua putranya.

"Helga!" pekik Amara segera. Drama akan segera dimulai lagi.

"Mbak Mara ...," timpal Helga.

"Mbak Helga ...." Kamia pun menyusul.

"Dek Mia ...."

Tiga bersaudara itu berpelukan layaknya member teletubies. Membuat ketiga pria dewasa di situ geleng-geleng kepala. Bukan hanya mereka tapi juga semua anak-anak mereka di sana.

"Sayang, dari pada peluk-pelukan melulu, mending cepet suruh duduk!" Moreno memperingatkan istrinya. Sebagai tuan rumah, ia merasa bertanggung jawab pada semua tamunya.

"Iya-iya, Sayang. Buru-buru amat, sih. Kenapa, Sayang? Kamu udah kelaperan, ya?" Amara bertanya dengan nada ketus. Tapi semua tahu kalau wanita hanya bercanda.

Sontak orang-orang terkikik. Termasuk Moreno sendiri.

"Duh ... gue kok lupa ya mana yang Jazz dan mana Jake?" Regan bertanya setelah semuanya duduk. Maklum lah, mereka teramat sangat jarang bertemu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sepupu JahanamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang