BAB 01

322 95 21
                                    

BAB 01

JADI yang lo kangenin cuma keluarga lo?”

Kanissa mengangguk. Saat ini, dia tengah menunggu gilirannya menjalani ritual potong rambut bersama 67 peserta paskibraka lainnya sesuai dengan keharusan.

“Serius, Niss. Cuman itu yang lo kangenin?” Kenzia, teman sekamar Kanissa membelalakkan matanya. “Jangan bilang ke gue kalau lo nggak punya pacar.”

“Emang lo punya?” tembak Kanissa dengan seringai khasnya.

“Muka kayak gue nggak dimanfaatin sayang kali, Kan,” ucap Kenzia dengan senyum mengembang. Kenzia memang cantik, senyumnya manis. Tidak heran beberapa teman-teman perempuan di asrama mengusulkannya untuk menjadi Bu Lurah tahun ini di asrama karantina.

“Terus hubungan lo sama pacar lo gimana? Kalian nggak bakal komunikasi selama sebulan?” Kanissa memasang wajah ngeri. Dari film-film yang pernah ditontonnnya, hubungan pacaran tidak bisa lepas dari cara berkomunikasi.

“Seperti dugaan lo, nggak kabaran.” Kenzia mengedikkan bahunya.

“Gue sering nonton film, temen-temen gue juga pada pacaran, menurut mereka komunikasi itu kunci penting buat ngejalanin hubungan. Apa lo nggak takut sebulan ini pacar lo—“

“Selingkuh?” Kenzia mengerucutkan bibirnya. “Terserah dia. Lagian, siapa sih yang kepengin ngejalanin hubungan cuman sama satu orang aja?”

Sehari berkenalan dengan Kenzia, Kanissa sudah bisa menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang terlampau cuek. Gayanya menjalani hidup adalah melakukan apapun yang menurutnya bisa membuat hari-harinya terasa menyenangkan. Bisa dibilang, Kenzia cukup egois. Tetapi, dia baik.

“Tapi lo bakalan sakit hati kalau dia ngelakuin itu,” kata Kanissa selanjutnya.

Kenzia terkekeh. “Yang perlu gue lakuin setelah itu mutusin dia dan cari pacar baru, kan? Nangisin cowok cuman karena gue putus sama dia, bukan tipe gue sama sekali.”

“Sebenarnya, waktu lo pacaran sama mereka semua, lo sayang nggak sih sama mereka?” Kanissa bertanya  asal-asalan. Tidak ada gunanya menyelubungkan sesuatu ketika bicara dengan Kenzia.

“Enggak.” Kenzia memutar bola matanya. “Dia bisa aja ngekhianatin gue, dan sayang? Gue bahkan nggak percaya cinta ada di dunia ini, Kan.”
Kanissa sudah menduga Kenzia akan menjawab dengan pernyataan seperti itu. Tetapi, apa katanya? Cinta tidak ada?

“Lo bisa ada di sini, itu karena cinta orangtua lo selalu bareng sama lo. Lo masih bisa hidup itu karena cinta Tuhan lo selalu ada. Hanya karena lo belum ngerasainnya, lo nggak bisa nyimpulin bahwa lo nggak percaya cinta ada di dunia ini,” seloroh Kanissa, serius.

Kenzia mendengus geli. “Kalau cinta itu emang ada, dan kalau lo emang percaya, kenapa lo nggak pacaran?”

“Oh … itu prinsip,” jawab Kanissa penuh percaya diri. Ini bukan pertanyaan pertama yang dilontarkan padanya. “Gue nggak mau pacaran. Gue tipikal cewek yang lebih suka seorang cowok dateng ke rumahnya, nemuin bokapnya, dan nyatain kalau dia suka sama gue, dan gue nikah.”

“Ew.” Kenzia memandangnya dengan tatapan menjijikkan. “Lo … nikah? Lo bahkan baru aja naik kelas sebelas, Kanissa.”

Sleepy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang