D e l u s i
B o c a h
E r o p a
***
"Kamu menyebalkan, serius, Licy!"
Mataku tak henti mengerjap. Salah seorang di antara mereka melempari satunya lagi dengan kacang yang baru dipetik dari pohonnya. Aku baru tahu ada jenis kacang ini di dunia nyata selain di film kartun yang kutonton. Bahkan aku baru tahu kalau jalanan yang dipenuhi dedaunan kecoklatan di seluruh penjuru tempat seperti yang pernah tampak dalam film-film romantis di musim gugur pun bisa juga kulihat di negaraku yang hanya memiliki dua musim.
"Coba kejar aku kalau kamu bisa, Lanny. Coba kamu buktikan kalau kamu memang tidak takut rumah pohon."
Seorang gadis kecil dengan gaun putih mengilap menjulurkan lidahnya sambil menengok ke bawah. Matanya bulat besar keabuan, bibirnya merah pucat seperti kelopak mawar yang tertimbun di bawah cairan es.
"Licy, berapa kali kubilang namaku Landon, bukan Lanny. Serius, nama buatanmu itu jelek sekali bila dibandingkan dengan namaku yang keren."
Aku mengernyit, lalu tersenyum. Untungnya kamera yang tengah memutar prosesi pelantikan Penegak Bantara di depan pohon besar berlumut itu tidak menyorotku dengan jelas-kuharap begitu karena nyatanya aku yang berada di barisan pertama dari tiga orang di pojok kanan sama sekali tak masuk dalam wilayah teritorial di mana kamera itu dapat mengambil gambar. Kepalaku tengadah lagi ke depan, lima menit lagi mungkin badanku akan ambruk karena menahan kantuk.
"Kamu payah, Lanny. Kamu laki-laki tapi bahkan tidak mampu memanjat pohon. Kamu kalah dengan Chris Locket yang dua minggu lalu kamu bilang tidak punya selera tinggi karena mengundangku makan dengan keluarganya. Kamu payah."
Landon-kurasa memang itu namanya-mengerutkan ujung hidung serta dahinya dengan keras, kutebak begitu karena lipatan di bagian permukaan itu benar-benar terlihat dengan jelas. Aku memandang mereka lamat-lamat. Rasanya seperti tengah menonton film romansa anak-anak luar negeri gratisan dengan suara lucu yang telah diterjemahkan oleh dubber dari stasiun televisi.
"Jangan sebut aku begitu, Licy Howard! Kamu tidak tahu apa-apa selain kencan dengan temanmu yang ingusan itu!"
"Buktikan jika memang begitu!"
Aku memandang keduanya yang sama-sama mengotot meski satunya lagi lebih terlihat tengah meledek. Namanya Licy dan Lanny. Lucu juga bila dipikir. Selepas prosesi pelantikan ini rasanya aku ingin segera menghampiri mereka dan mengajak keduanya berkenalan, serta berfoto. Kalau aku sudah tiba di Jakarta mungkin aku bisa memamerkan ini ke kedua temanku di sekolah karena aku bertemu dua bocah berwajah Eropa yang pakaiannya indah seperti keturunan raja.
"B-baik!" Dia menelan ludah, terlihat tak percaya diri dengan kemampuannya. Aku bisa melihatnya dari setitik cairan yang tiba-tiba saja muncul di celana hitam panjang yang membungkus kaki jenjangnya. Mungkin urin? "Kalau aku tiba di sana, aku pasti akan menjambak rambutmu yang keriting itu dan mengadukannya pada Mom, Licy."
"...."
"Jangan mengangkat alismu dan memandangku dengan ekspresi menghina itu, Licy!" Dan dia mulai mengangkat sebelah kakinya untuk memanjat pohon dengan bantuan tangga-tangga dari kayu reyot yang sengaja dipaku di batang pohon itu.
Aku menggelengkan kepala beberapa kali. Rasa kantuk yang menyerang tubuhku membuatku nyaris pingsan dengan gaya tidak keren. Aku memandang mereka lagi, masih di tempat yang sama dengan keadaan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hypnagogic
Short Story"Seperti sebuah atom penyusun molekul, di setiap bagiannya akan ada proton yang dikelilingi oleh elektron-elektron negatif. Meski sebaik atau sehebat apapun seseorang, pasti akan ada saja pihak yang tidak setuju dengan apa yang dilakukannya. Itulah...