Kembang Tak Dianggap | 1

12K 812 104
                                    

K e m b a n g

T a k

D i a n g g a p

***

"Kamu wis denger gosip baru tho, Min?"

Angin berembus membuat suara Partotinejo jadi bergaung tak terdengar dengan jelas. Minke menoleh ke arah di mana bocah laki-laki itu berada untuk memastikan apakah pertanyaan itu memang diutarakan kepadanya. Minke menelisik wajah lelaki itu. Dua bola mata yang mengarah kepadanya dengan lamat seakan menjadi satu bukti bahwa orang yang tengah diajak Partotinejo berbicara adalah benar-benar Minke sendiri.

Minke menjawab sambil menolehkan pandangan lagi ke koran di tangannya. Wajahnya mendadak serius.

"Gosip apalagi, Jo?"

Kedua alis Minke bertaut, terlihat menyatu dengan kening yang bekerut. Minke menunggu Partotinejo membalas lagi pertanyaannya sambil menyantap sajian berita pagi yang tertera di atas koran. Pikirannya jadi menari-nari dengan fokus yang tak lagi diatur dengan penuh. Mendadak saja hatinya jadi digerayangi oleh rasa penuh bersalah.

"Gosip hantu si Hara." Partotinejo menjawab dengan mata melotot. Wajahnya yang menampilkan ekpresi mengerikan segera dicondongkan ke depan wajah Minke. "Lha gimana ndak gentayangan. Wong dunia wis gendeng kali, yo, Min. Orang baik dijadikan bahan bully-an, orang edan malah dipuja-puja."

Minke tak segera menjawab, atau lebih tepatnya memang benar-benar tak menyahut sama sekali. Kali ini pandangannya malah bertubrukan dengan ikan-ikan kecil yang berputar mengitari kolam. Mata Minke mendadak menyorot sendu. Mengingat nama itu membuatnya jadi terbawa lagi pada kilas balik masa lalu.

Minke menutup koran yang tadi dia bentangkan di depan wajah. Di atas kertas itu, terpampang sebuah berita yang ditulis dengan tajuk besar-besar.

Frustasi Di-bully, Seorang Siswa SMA Nekat Mati Bunuh Diri.

***

Di pagi buta, tubuh jangkungnya telah menghias gerbang sekolah. Dengan dada yang habis napas naik-turun, Minke mempersiapkan diri untuk mengisahkan cerita panjangnya kepada tatap mata lapar yang minta diberi asupan informasi. Dua minggu sudah waktu berlalu, tapi kasus ini belum juga menyusut dari muka media publik. Ditambah dengan info-info palsu yang hanya disebarkan agar rakyat jadi simpati, tentu hal ini benar-benar membuat Minke gerah dengan keadaan yang terjadi.

Untuk ke sekian kali, Minke kembali mengembuskan napas dengan berat. Rambut pendek yang baru dipangkasnya, kini mulai memanjang lagi bergoyang-goyang tertiup angin pagi. Bulan ini masih bulan Agustus, tapi musim hujan mendadak dipercepat dari waktu yang seharusnya. Minke jadi penasaran, apakah langit juga berkabung karena cerita Hara mendadak bersambung? Ia menarik napas lagi, memandang lamat-lamat kamera-kamera besar yang kini telah bersiap untuk menyorotnya dengan durasi selama mungkin.

"Perihal berita yang mengatasnamakan Maharani bahwa ia tewas bunuh diri, itu sama sekali tidak benar." Minke memulai. Suara baritonnya seakan menggema menambah kewibaannya yang seperti bangsawan.

"Percaya atau tidak, tapi saya sama sekali tidak bermaksud untuk melimpahkan seluruh kesalahan pada awak media yang menyebarkan berita tidak bertanggung jawab dan benar-benar melenceng dari kenyataan yang ada." Minke memberikan jeda pada ucapannya. Ia menghela napas lagi.

"Saya berdiri di sini untuk menceritakan segalanya tentang apa yang terjadi dengan Maharani. Jangan disela atau merasa terkantuk karena kisahnya memiliki alur yang sangat panjang. Tapi saya mohon sekali lagi, biarkan saja saya bercerita sampai semuanya benar-benar tuntas."

Minke mempersiapkan diri. Bukan karena ada bagian-bagian dari alur ceritanya yang hilang, Minke mempersiapkan diri untuk menyusun kembali pertahanan dirinya agar tidak runtuh diterpa rasa bersalah yang membuatnya nyaris gila karena tak pernah berbuat apa-apa. Minke memejamkan mata, kesepuluh jarinya mengepal dengan teramat erat.

"Namanya Maharani Prameswari. Orang-orang biasa memanggilnya ... Maharani." []

HypnagogicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang