Rekonstruksi Pandangan Anna

2.4K 215 30
                                    


Rekonstruksi

Pandangan Anna





"Aku mau jujur."

(memainkan ujung ballpoint)

"Jujur soal?"

(mengenakan jas, bersiap untuk pulang ke rumah)

"Aku pernah naksir seseorang waktu SMA."

(menempelkan wajah ke atas meja)

"Terus?"

(menaikkan alis, membawa tas laptop yang tergeletak di atas meja kerja)

"Kami nggak pacaran. Tapi jujur, sampai sekarang, aku masih sayang banget, Mas, sama orang ini."

(mengambil earphone dari dalam kotak pensil, menyambungkannya pada ponsel)

(terdiam dalam keheningan panjang)

"Aku nggak tau gimana cara ngilangin bayangan orang ini. Aku sudah berkali-kali jatuh cinta, tapi kenapa harus selalu pada orang yang sama?"

(bersandar pada kursi, memilin rambut)

(mematung, geram dengan penjelasan dari ujung telepon)

"Aku sayang banget, Mas, sama dia. Tapi sampai sekarang, aku sendiri nggak tahu apa dia juga m'bales perasaan aku juga atau engga. Kadang aku ragu sama hatinya."

(mengernyitkan alis, mencari remote control di tumpukan dokumen)

"...."

(hanya bergeming)

"Bahkan setelah hari istimewa itu, hari di mana tangisku kembali jatuh untuknya. Bukan lagi soal mengucap doa dalam diam atau mengharap dengan angan, hari di mana tangis bahagia meluruh tanpa tahan, aku tetap merasa ragu kalau suatu saat, dia akan berpaling pada yang lain dan perasaanku hanya akan ditujukan sendirian."

(mengubah posisi duduk, bangkit menuju sofa)

(mengurungkan niat untuk pulang ke rumah, menahan langkah dengan jeda)

"Bahkan ketika ia mengijabqabul aku, di hadapan puluhan keluarga dan kerabat. Meyakinkan orangtuaku untuk terus berada di sisiku, bersama seperangkat alat shalat dan lima buah juz amma terjemahan cantik yang katanya akan digunakan untuk membimbing anak-anak kami kelak untuk menjadi hafidz dan hafidzah. Menjadi pemimpinku ketika sepertiga malam, Allah membangunkan kami. Kenapa rasa ragu bahwa akan ditinggalkan itu masih tetap ada? Apa aku ini termasuk makhluk yang kufur nikmat, Mas? Aku harus gimana?"

(terbelalak, mereguk liur, tersenyum amat lebar)

"Aku lihat di beberapa tabloid, katanya laki-laki itu bosenan? Katanya cintanya lelaki itu cuma besar di awal hubungan doang? Katanya soal kesetiaan hingga akhir itu, perempuan justru yang jadi juara? Bener begitu soal katanya, Mas? Terus, aku harus gimana, Mas? Kenapa aku harus jatuh cinta berkali-kali sama orang yang sama? Apa itu namanya nggak bodoh?"

HypnagogicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang