Matchacinno

13 4 0
                                    

Agak 17+ tapi nggak terlalu vulgar juga kok. Tapi jangan lupa tinggalkan jejak setelah baca yaa. Happy reading guys! 🙌

Pelangi datang setelah hujan reda dan menyisakan buliran air hujan yang menggelantung di atas helai daun. Aroma tanah seusai hujan pun hampir tercium di manapun. Namun baginya selepas hujan tidak membawa keindahan ataupun ketentraman. Ini terbukti ketika ia mulai terusik dengan adanya sebuah ingatan yang terputar dalam pikirannya.

"Aku sudah pernah mengatakannya padamu. Tapi kau selalu bersikeras. Lihat apa yang terjadi?" Gumamnya sama sekali tidak menghiraukan minuman matcha panasnya yang mulai tidak mengepulkan asap.

Bayangan pria itu muncul begitu saja. Bahkan ia berhasil mengingat setiap jengkal kontur wajah lelaki itu. Saat ingatannya mulai memutar kejadian buruk itu marahnya hampir meluap.

BRAK!

Ia memukul meja dengan keras dan membuat matcha panasnya tumpah membasahi jemarinya.

"Seandainya kau mau mendengarkan permintaan ku. Mendengarkan nasihatku!" Ujarnya geram.

Ia seorang wanita berbadan semampai, berkulit kuning langsat, berambut hitam lurus nan panjang. Jika kau bertemu dengannya mungkin kau akan menganggap ia adalah wanita sempurna yang pernah kau temui di dunia ini. Belum lagi pakaian dan barang-barang yang ia kenakan. Semuanya hasil import. Ia sempurna, tapi ia tidak sesempurna itu.

Tidak ada gading yang tidak retak. Pepatah itu benar. Gayatri—meskipun ia wanita keturunan darah ningrat namun status itu tidak menjaminnya bahwa ia benar-benar tidak akan melakukan kesalahan. Beberapa tahun silam bahkan wanita itu sempat berniat untuk mengakhiri sisa umurnya. Hanya saja datanglah seseorang yang menjadi pendekar kesiangan.

Gayatri tersenyum getir. Dua pria ini sungguh berbeda.

"Ya. Aku memang seharusnya berterimakasih padamu Gus. Tapi berterimakasih saja mungkin tidak cukup." Dengungnya pelan sambil menegak sisa matcha.

Gus. Begitu Gayatri sering memanggil pria baik itu. Ingatan Gayatri kembali pada si Gus yang selalu berada di sampingnya di masa-masa getir. Semenit berikutnya bayangan pria baik itu hilang dan digantikan oleh si pria buruk yang paling dibenci Gayatri.

"Sialan! Seharusnya aku tidak pernah mengenalmu!" Gayatri meremas tangannya gemas. Ia merutuki kebodohannya karena telah mengenal baik pria busuk itu.

"Kalau seandainya aku tidak mengenalmu, mungkin akan baik-"

Celotehannya terhenti sejenak. Tangannya tertarik untuk mengusap perutnya yang berdenyut. Sesuatu di dalamnya membuatnya harus sedikit meningkatkan kadar kesabarannya. Ya. Jabang bayi itu akan berdenyut atau malah menendangnya hingga tak jarang ia merasa nyeri, ketika ia—Gayatri mengumpat bapaknya.

Gayatri tersenyum masam.

Ah jabang ini sudah pinter saja dia sebelum kulahirkan.

Dan perutnya berdenyut lembut. Saat ini juga ia ingin merasakan gerakan yang lincah dari bibit cintanya dengan si pria keparat itu atau di sisi lain ia merasa nelangsa. Dengan keberanian apa ia akan melahirkan si bibit ini tanpa bapaknya?

Kemudian muncul bayangan si Gus yang selalu memunculkan harapan baru bagi Gayatri daripada si pria keparat. Pernah Gayatri berharap pada Gus bahwa pria itu akan mengasihinya dalam keadaan apapun. Gayatri juga pernah mengutarakan keinginannya pada Gus. Lantas Gus hanya tersenyum menanggapi perkataan Gayatri kemudian mengusap pelan rambutnya. Begini katanya, "Kau yakin jika aku akan bersifat demikian?"

Gayatri mengangguk mantap kala itu. Ia sepenuhnya yakin bahwa Gus adalah lelaki yang matang segalanya. Baik dari segi finansial, pemikiran, atau tanggung jawab. Ya! Tak ada keraguan sedikit pun pada Gayatri kala itu.

Detik berikutnya bayangan si pria keparat hadir. Menggeser kenangan indah yang ia lakukan setulus hati bersama Gus. Ketika ingatan Gayatri memutar ingatan dan membuat gejolak amarah hebat dalam batin Gayatri. Pria keparat itu yang telah menanamkan benih ini.

Jangan kalian mengira bahwa Gayatri adalah wanita ningrat yang murah! Gayatri adalah Gayatri. Wanita yang bermartabat. Namun kata-kata pria keparat itu menjeratnya. Menjerat akal pikirannya.

"Keparat kamu! Lihat! Sekarang kau membiarkan aku hidup dengan perut yang kian lama membuncit! Menanggung rasa malu sendirian." Meledaklah amarah Gayatri.

Kembali si mungil menendang perut Gayatri. Kali ini sedikit kuat, sehingga Gayatri harus meraba perutnya sedikit nyeri.

"Asal kamu tau nak! Gus bapakmu itu adalah pria yang pandai bersilat lidah!"

Kini sudah saatnya bayangan Gus dan si pria keparat itu lenyap. Karena mereka adalah satu yaitu Gus si pria keparat. Tiba-tiba pandangan Gayatri mengabur dan selanjutnya ia tidak merasakan apapun selain kegelapan dan kehampaan hidup.

Love In a Cup of MatchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang