Such a ridiculous fate

32.7K 4.4K 391
                                    

Ketika kami pulang ke istana, ada keramaian di depan istana utama. Para prajurit berbaris rapi menghadap ajudan di depan mereka. Prabu Boko, ayahnya Jonggrang, memanggil begitu dia melihatku.

"Kau ingat Paman Gupolo?" Dia menunjuk seorang pria berkumis tebal dengan senyum yang menampilkan gingsulnya. Aku menggeleng. "Dia patih kepercayaan kita. Kau sering bermain dengan Putri Sugala, anak beliau," jelasnya dengan sabar. Aku menggeleng lagi.

Lebih baik jujur tidak mengetahui apapun dari pada berpura-pura dan malah jatuh dalam lubang hitam kemudian mempermalukan diri sendiri.

Sang Prabu menghela napas dan memutuskan menyerah memaksaku mengingat apa yang menurutnya harus aku ingat. Beliau lalu mengenalkanku pada orang-orang kepercayaannya. Mungkin istilah modernnya adalah para menteri yang bertanggung jawab atas urusan-urusan di kerajaan.

"Ada acara apa?" tanyaku setelah selesai diperkenalkan kepada semua orang kemudian memandang para prajurit yang sedang mempersiapkan alat-alat berat.

"Oh. Kita akan berperang," jawab Sang Prabu, anehnya dengan nada bangga.

"Perang?" Dia mengangguk. "Perang dengan siapa? Aku tidak mendengar kalau ada kerajaan lain yang sedang menyerang kerajaan ini."

Selain berusaha membuatku mengingat setiap anggota keluarga kerajaan dan semua orang yang berada di istana, mereka juga menceritakan tentang keadaan kerajaan saat ini. Aku tidak ingat pernah mendengar tentang krisis yang sedang mereka hadapi. Yang aku dengar hanya kerajaan ini makmur, memang tidak kaya, tapi tidak kekurangan apapun juga. Itu diragukan sebenarnya, mengingat bagaimana keadaan rakyat mereka yang aku lihat selama dalam perjalanan di luar istana tadi.

Mereka menjejaliku dengan semua pembicaraan tentang sejarah kerajaan yang panjang dalam sehari. Bisa kalian bayangkan penuhnya kepalaku? Belum lagi aku juga dijejali nama-nama sansekerta yang susah diingat. Kepalaku hampir meledak.

"Memang tidak," kata Sang Prabu, mengajakku duduk di pendopo yang menghadap halaman istana. "Tapi kerajaan yang itu tidak kaya seperti kerajaan kita, tapi mereka sangat berkecukupan. Mereka pasti melakukan sesuatu dan kita akan mengetahuinya sebentar lagi."

Aku memutar bola mata. Hanya karena hal itu mereka mau menyerang kerajaan lain? Ternyata manusia dari jaman dulu sifatnya memang sudah tamak dan suka iri. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau di mata mereka.

"Apa kau sudah bertemu Pangeran Bangkaspati?"

"Siapa Bangkaspati?"

Sang Prabu menghela napas lagi. "Pangeran yang ingin mempersuntingmu, putriku?"

"Oh! Pangeran yang membuatku jatuh dari kuda?"

"Dia tidak menjatuhkanmu. Kudamu ketakutan melihat ular dan menjadi gila."

"Kalau si pangeran tidak mengajakku melihat-lihat, aku tidak perlu naik kuda yang akan menjadi gila dan menjatuhkanku. Jadi, aku jatuh tetap salah si pangeran."

Sang Prabu memandangku dengan dengan sedikit kekecewaan. "Kamu pernah bilang kalau kamu sangat menyukai Pangeran."

"Kapan? Aku sudah lupa, tuh."

Ada untungnya juga si Jonggrang memiliki sifat yang buruk. Setidaknya aku tidak perlu berpura-pura untuk menjadi gadis manis juga.

"Nah, ini dia Pangeran Bangkaspati," kata Sang Prabu tiba-tiba.

Aku mengikuti arah pandangan Sang Prabu dan harus menahan diri untuk tidak mengambil sandalku lalu melemparkannya pada pangeran yang wajahnya mirip seseorang di jaman modern.

"Dia Pangeran Bangkaspati?" tanyaku, menoleh pada orang di sebelahku.

"Nggeh Ndoro," jawab Acalapati.

Shades Of TwilightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang