The First sight

28.8K 4.2K 84
                                    

Kalau dikatakan bahwa Bandung Bondowoso puas karena berhasil membunuh raja yang rakus itu, tidak juga. Karena walau dia berhasil mengalahkan raksasa dari Medang Kamulan, tetapi dia masih tetap kehilang ribuan prajuritnya dan rakyatnya ikut menderita.

Kakeknya selalu mengatakan bahwa tak ada yang menang dalam suatu perang, makanya sungguh tidak ada gunanya berperang. Perang ini pun bukan kemauannya. Kalau bisa dihindari, dia lebih memilih menyuruh para prajuritnya untuk menjaga keluarga mereka dari pada melatih mereka untuk menghadapi perang. Perang ini sepenuhnya salah Prabu Boko, raja yang sepertinya tidak pernah puas walau wilayah kerajaannya sudah hampir dua kali luas kerajaan Pengging.

"Ampun Pangeran." Seorang prajurit Pengging berlutut di hadapannya.

Bandung Bondowoso mengelap pedang yang masih berlumuran darah ke kain seorang prajurit Medang Kemulan yang sedang berlutut ketakutan di dekat rajanya yang telah mati.

"Ada apa?"

"Ampun Pangeran, tapi Patih Gupolo berhasil kabur. Kami mengikuti dan hampir menangkapnya namun dia tiba-tiba menghilang begitu saja," tutur prajuritnya.

Bandung tidak terkejut. Dia sudah mengetahui kalau patih yang merupakan tangan kanan Prabu Boko itu mempunyai kesaktian mandraguna yang hampir setara dengan prabunya.

Bandung menghela napas lalu memanggil panglima perang dan orang kepercayaannya. "Adhigana."

Adhigana berlutut juga di hadapan Bandung Bondowoso. "Saya, Pangeran."

"Kumpulkan para prajurit. Pulangkan yang terluka parah dan mereka yang masih sehat biarkan tetap di sini untuk memulihkan diri sebelum kita ke Medang Kamulang."

"Baik, Pangeran." Adhigana kemudian berteriak, melemparkan perintah dan intruksi kepada prajurit yang masih tersebar.

"Dan kau," Bandung berbicara pada prajurit yang tadi membawa kabar, "siapkan kuda dan beberapa perbekalan untukku sekarang."

Adhigana yang mendengar perkataan pangerannya segera mengubah perintahnya agar para prajurit yang masih mampu bertarung segera bersiap. Bandung menepuk panglima perangnya lalu menggeleng.

"Aku akan pergi sendiri," ujarnya.

"Tapi Pangeran, itu sangat berbahaya. Kita tidak tahu apa yang tua bangka licik itu siapkan untuk menyambut kita," Adhigana menyuarakan keberatannya.

"Justru itu aku akan berangkat sendiri." Bandung yang melihat Adhigana hendak mengeluarkan protesnya lagi segera melanjutkan, "Aku akan memeriksa apa yang mereka persiapkan. Kau pulanglah, beritahu Ayah Prabu tentang kemenangan kita lalu susul aku dengan prajurit yang sudah pulih kembali tenaganya."

Adhigana nampak hendak protes kembali namun Bandung tidak memberinya kesempatan. Dia langsung naik ke kudanya yang sudah dibawa ke hadapannya setelah dipersiapkan apa yang dia minta lalu bergegas memacu kudanya ke arah kerajaan Medang Kamulan.

* * *

Bandung mengetahui kalau dia sudah dekat dengan Medang Kemulan ketika dia mendengar suara air terjun tidak jauh dari tempatnya beristirahat. Dia bersama ayahnya pernah mandi di sana, ketika berkunjung ke Medang Kamulan karena undangan Prabu Boko. Itu dulu, duluuuu sekali. Entah sudah berapa ratus purnama sampai hari ini.

Bandung mengarahkan kudanya ke suara air terjun berasal. Setelah lebih dari sehari menempuh perjalanan, dia perlu membersihkan diri dari keringat dan bau darah yang sempat menghujaninya dalam perang.

Ketika suara air terjun semakin jelas terdengar, dia mendengar suara lain. Suara tawa renyah yang terdengar seperti nyanyian angin di atas gunung. Turun dari kuda, Bandung mengikatkan tali kekang kuda pada pohon yang sedikit jauh dari air terjun lalu dengan berjalan kaki dia berjalan ke suara tawa yang nyaring itu.

Bandung naik ke batu besar dan bertiarap di atas sana untuk mencari tahu siapa pemilik suara indah yang menarik perhatiannya. Dan ketika melihat sang pemilik suara dia terpaku, oksigen seperti ditarik paksa dari paru-parunya.

Di seberangnya, sedang berusaha menarik gadis lain agar mengikutinya ke sungai, adalah gadis paling cantik yang pernah dia lihat. Bahkan para bidadari mungkin akan merasa malu melihat makhluk bumi bisa seindah itu.

Bandung pikir dia menyukai calon istrinya, Putri Sangkawengi dari kerajaan tetangga. Tapi sekarang dia yakin, kalau dia jatuh cinta pada gadis yang sedang dia pandangi dari jauh itu.

"Aduh, Ndoro. Ayo kita pulang saja," kata gadis yang sedang ditarik oleh si Ndoro itu. "Tidak pantas bagi seorang putri pergi dan bersenang-senang ketika sang ayahanda baru saja meninggal dunia."

"Aku sedang mengenang Prabu di sini. Jangan ganggu aku."

"Memang, Ndoro Putri. Tetapi sebagai Kanjeng Ndoro Putri Roro Jonggrang, Ndoro tidak seharusnya tertawa riang begitu."

Dan sembari membenturkan dahinya ke permukaan kerasnya batu, sumpah serapah keluar dari mulut Bandung Bondowoso.

Dia pernah bertemu Roro Jonggrang. Dan Roro Jonggrang yang dikenalnya dulu adalah seorang putri congkak yang manja dan tidak punya toleransi terhadap rakyat kecilnya. Dia menganggap dunia berputar di sekitarnya dan semua permintaannya harus dipenuhi.

Bandung masih ingat apa kata Ibunda Permaisurinya kala beliau melihat sikap Roro waktu itu.

"Calon istrimu nanti, jelek tidak apa-apa asal baik. Tolong jauhi sikap dan sifat gadis yang seperti tuan putri itu. Bunda bisa mati muda nanti." Bandung tertawa kala itu. "Percayalah pada Ibunda, kecantikan hati jauh lebih abadi dibanding kecantikan fisik."

Demi Dewa Siwa!

Dari semua gadis yang membuatnya jatuh cinta, kenapa gadis itu harus yang berperilaku buruk dan putri dari seorang raja yang mati di tangannya?

Bandung mengumpat lagi.

Bandung masih berusaha melingkupi kepalanya dengan kenyataan bahwa gadis yang membuatnya jatuh hati adalah anak dari orang yang telah dibunuhnya ketika dia mendengar gemercik air di bawah sana. Dia pun kembali mengalihkan perhatiannya pada gadis yang kini tengah berenang di dalam air.

Kalau sebelumnya gadis itu nampak cantik seperti bidadari, kali ini dia terlihat seperti makhluk tercantik yang meliuk-liuk melayang di dalam air. Bandung terpesona, tersihir dengan pemandangan di depannya sampai tanpa sadar dia bangun dari posisinya, lalu mengulurkan tangan seolah ingin menggapai keindahan itu.

Kemudian dia mulai melangkah, tetapi pada langkah ke-duanya dia terpeleset dan jatuh ke dalam sungai di bawahnya.

Shades Of TwilightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang