01. Who?

3.1K 264 2
                                    

Warning: ADULT CONTENT!

°°°

Aku masih bergelung di bawah selimut tebalku ketika kurasakan sosok itu, suamiku tercinta, memelukku erat dari belakang. Ia coba membangunkanku dengan sebuah kecupan hangat di pipi, di tulang rahang, di leher, di mana-mana.  Ia membisikkan kata-kata manis di telingaku, seperti biasanya.

“Aku cinta padamu,” ucapnya seraya kembali mengecup pipiku dengan lembut.

Tangannya bergerak perlahan. Menyusuri bahuku, turun ke lengan. Dan ia menciumnya, di tempat yang tadi ia sentuh.

Aku hanya tersenyum, tak tertarik membuka mata. Sampai akhirnya ia memutar tubuhku dan beringsut lalu menempatkan diriku di bawah dirinya.

“Aku menginginkan dirimu, lagi, Aletha...” bisiknya sambil menyusurkan buku jemarinya di pipiku. “Aku tak pernah puas akan dirimu,” bisiknya lagi.

“Hm,” sahutku pendek.

Dan ia menangkup wajahku, lalu menyambar bibirku, melumatnya lembut.

Aku masih setengah mengantuk, tapi bibirku responsif membalas ciumannya. Sungguh, pria itu dengan mudah membuatku bergairah, bahkan walau kami baru saja bercinta dengan panas sekitar beberapa jam yang lalu.

Aku mengerang lirih ketika kurasakan lidahnya menukik, menyapu seluruh rongga mulutku, menyesapnya kasar tanpa ampun hingga sempat membuatku kehabisan napas.

Aku masih tak tertarik membuka mata, walau pria itu mulai memacu ciuman kami menjadi lebih kasar hingga sempat menyakiti ujung bibirku.

Di bawah sana rasanya panas, dan basah.

Aku menancapkan kuku-kukuku di punggungnya ketika sosok itu memasuki diriku dengan buru-buru.

“Will...” Napasku tercekat manakala ia menghunjam dengan keras. Dan ketika ritme gerakannya berubah kasar dan tak biasa, aku membuka mata.

Dan kedua mataku membelalak. Itu... bukan dia!

Sosok maskulin yang kini bergerak maju mundur di atasku tersebut bukan suamiku!

Dia bukan William!

°°°

Dan aku terbangun dengan tiba-tiba. Napasku terengah dan peluh membanjiri tubuh. Menelan ludah, aku mencoba duduk dengan badan gemetar.

William yang tengah tertidur pulas di sampingku juga ikut terbangun karena gerakanku yang tiba-tiba. Lelaki itu beranjak menyalakan lampu lalu menyentuh pundakku.

“Ada apa?” Ia bertanya dengan suara sedikit panik seraya menyeka peluh di keningku.

“Maaf aku membangunkanmu,” ucapku dengan nada penuh penyesalan. Tapi, aku menyadari bahwa suaraku bergetar.

“Astaga, ada apa denganmu?” Will beranjak turun dari tempat tidur, berlari ke ujung kamar lalu beberapa detik  kemudian ia kembali dengan membawakanku segelas air minum.

“Minumlah, Sayang.” Ia menyodorkan gelas itu tepat di depan mulutku. Aku meraihnya dengan tanganku yang masih gemetar, lalu meneguknya sampai habis.

Aku merasakan Will mengelus lengan tanganku dengan lembut. Ada kesan cemas pada sentuhannya.

“Aku hanya mimpi buruk, kembalilah tidur,” jawabku seraya meletakkan gelas di tanganku ke atas meja rias di dekat tempat tidur. Lelaki itu menatapku dengan tatapan matanya yang lembut. Aku tersenyum. “Hanya mimpi buruk, percayalah, aku tak apa-apa,” ucapku lagi.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang