"Mohon maafkanlah aku, Arthur. Aku tidak bisa", ujar Lavendria sambil membuang pandangannya ke arah labirin rumput tinggi di sampingnya.
Terdengar helaan napas Arthur. Pelan namun mampu membuat getaran hebat di bahu Lavendria.
"Kau percaya pada cinta pada pandangan pertama, Dria?", tanya Arthur memutus hening.
Lavendria tersentak. Selalu saja suka dengan panggilan itu. Bahkan dia meminta pada Jake, rekan kerjanya di cafe untuk memanggilnya seperti itu. Panggilan kesayangan dari Ayahnya.
"Hmm...itu hanya terjadi dalam dongeng. Maksudku, banyak terjadi dalam dongeng", ujar Lavendria lirih.
"Aku selalu menyukai dongeng", ujar Arthur.
"Aku juga. Dan hidupku bukan dongeng Arthur. Dongeng putri raja baik baik yang di jatuhi cinta oleh pangeran tampan, menikah lalu bahagia selamanya. Aaah, itu rasanya jauh sekali dariku. Kau tahu?", ujar Lavendria pilu.
Arthur tertawa pelan, membuat Lavendria menoleh padanya. Menatap netra abu-abu yang berulang kali memenjarakan hatinya.
Arthur berdiri tegak. Menjulang di hadapan Lavendria yang begitu mungil. Menatap manik coklat yang berkabut. Merasakan jatuh cinta lagi setelah wanita bernama Amelia menghancurkannya.
"Hidup memang bukan dongeng. Tak kan pernah seindah itu kalau kita tak mau berusaha dan aku mau berusaha Dria, berusaha membuatmu bahagia", ujar Arthur.
Lavendria terdiam, menunduk gelisah. Menautkan jemarinya gugup. Rasanya semua berjalan terlalu cepat, dan salah.
Yang benar menurut pemikiran Lavendria adalah Arthur bertemu seorang lady yang cantik, pintar, dan bangsawan sepertinya, jatuh cinta, menikah, bahagia hingga selamanya. Bukan jatuh cinta pada dirinya yang seorang pelacur. Pelacur hina, nista, sampah yang terbungkus dengan bungkus mewah yang tetap sampah.
"Aku kaya raya, pintar, sehat, tampan, baik hati tapi bukan hanya itu yang akan kuberikan padamu", ujar Arthur.
Lavendria mendongak. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Oooh, tak perlu Arthur bilang, dia juga tahu bahwa semua itu benar.
"Hatiku,aku akan memberikan hatiku", ujar Arthur.
"Arthur, aku...", ujar Lavendria kelu.
"Ssst, cukup bilang ya dan aku akan menyelesaikan seluruhnya", ujar Arthur.
"Aku takut", ujar Lavendria.
"Aaah, baiklah. Takut? Aku juga", ujar Arthur.
Lavendria bingung. Apa yang Arthur takutkan? Demi Tuhan, dia punya segalanya kalau harta dan rupa sebagai tolak ukurnya.
"Aku takut kau menolakku seperti sekarang ini", ujar Arthur sambil menatap Lavendria lembut. Putus asa. Patah hati.
"Aku tidak menolakmu! Aku hanya takut,ini semua mimpi", ujar Lavendria. Meralat seluruh ucapannya saat melihat betapa patah hatinya Arthur. Entah mengapa, melihat Arthur terluka menyisipkan perih di relung hatinya.
"Jadi apakah ini cukup membuatmu yakin kalau semua bukan mimpi?", tanya Arthur sambil meraih pinggang Lavendria. Membawanya membentur dadanya yang liat.
Arthur memagut bibir Lavendria lembut. Lalu menjadi menuntut saat Lavendria hanya diam karena kaget.
Arthur meremas pinggang Lavendria lembut. Menyentak Lavendria dari keheningan. Perlahan bibir mungil itu bergerak membalas. Merasakan getaran yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Merasakan kepasrahan untuk di cintai dalam ketakutan hatinya.
"Lupakan bagian aku kaya raya, sehat, tampan, baik hati. Itu jelas rayuan, aku hanya ingin menyakinkanmu", ujar Arthur di sela ciuman mereka.
Lavendria tergelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDRIA ( THE SLUT )
RomanceNASKAH INI PERTAMA PUBLISH ADALAH PADA TAHUN 2017. DAN SAYA PUBLISH ULANG PADA TAHUN 2020. NASKAH INI SUDAH DI PLAGIAT OLEH SEORANG PENULIS ENTAH KARENA BAGUS ATAU APA? PENULIS ITU SUDAH MENGAKUINYA. DAN KASUSNYA SAYA ANGGAP SUDAH SELESAI. SELAMAT M...