Bab 9. Arthur

20.2K 1.8K 105
                                    

"Siapa namamu, pria besar?", tanya Arthur pada bocah laki - laki dengan pipi gemuk menggemaskan itu.

Bocah itu menatap Arthur dengan mata berbinar. Seakan memberitahu Arthur bahwa dia bangga di panggil pria besar.

"Namaku Arthur Alexander dan aku tiga tahun", ujar bocah itu tegas sambil mengacungkan tiga jarinya tepat di depan wajah Arthur.

"Wow....kau tidak terlihat seperti anak umur tiga. Kau sangat dewasa", puji Arthur.

Arthur masih terkesima dengan nama bocah itu yang nyatanya sama dengan namanya.

"Well...aku harus melindungi Mom. Jadi aku harus pintar dan kuat", ujar Arthur kecil.

"Tentu saja. Itu tugas pria sejati", ujar Arthur.

Bocah itu menatap sekeliling.

"Okay. Aku harus pergi Uncle. Aku harus mencari Mom", ujar Arthur kecil sambil ingin melangkah.

"Tunggu dulu. Aku bisa menemanimu mencari Mom. Apa kau tidak keberatan?", tanya Arthur.

Bocah bernama sama dengan Arthur itu terlihat mengawasi wajah Arthur dengan seksama.

"Baiklah. Aku kira Uncle adalah orang baik", ujar bocah itu sambil mengangguk.

Arthur tertawa. Siapapun ibu bocah ini, orangtuanya sudah mendidik bocah laki - laki tampan ini dengan benar.

Mereka berdua baru hendak berjalan ketika sebuah teriakan terdengar dari belakang mereka.

"Arthur...ya Tuhan..kau di sini? Mom bingung mencarimu...", ujar sebuah suara yang mengalun penuh kekhawatiran.

Suara yang membuat Arthur membeku.

"Mom...", bocah itu melepaskan genggaman tangannya pada Arthur dan berlari ke arah wanita itu.

Sontak Arthur berbalik.

Seketika deburan ombakpun rasanya tidak terdengar lagi. Cuitan burung camar tak lagi terdengar. Dunia begitu sunyi. Hanya dua insan yang saling memandang dengan perasaan penuh kerinduan yang tertahan. Dengan satu jiwa mungil yang menatap mereka heran.

Arthur terlihat terhempas entah ke dunia yang mana. Jiwanya berusaha merangkai sebuah untaian peristiwa.

Lavendria.

Wanita di hadapannya ini. Meninggalkannya dalam keadaan terluka dan...hamil.

Tak akan ada penyangkalan apapun. Tak akan ada keraguan walaupun seukuran sebutir pasir pantai sekalipun.

Arthur Alexander adalah putranya. Bocah pintar itu bagai pinang di belah dua dengan potret masa kecilnya.

"Arthur....", lirih suara Lavendria memanggil entah Arthur yang mana.

Arthur tersentak dari keterpakuannya.

Bocah yang memeluk kaki Lavendria juga mendongak. Menatap ibunya yang menangis tak bersuara.

"Mom", ujar bocah itu lirih.

"Lavendria... ", ujar Arthur.

Bocah itu menoleh pada pria asing yang baru di kenalnya. Pria itu mengenal ibunya.

Arthur mendekat. Menatap Lavendria yang terpaku berurai airmata.

Sebuah pelukan disematkan Arthur dengan kepiluan luar biasa. Takdir atau diakah yang terlalu kejam hingga wanita yang dicintainya setengah mati ini harus menderita bertahun-tahun?

"Maaf...", bisik Lavendria membuat Arthur tersentak.

Di usapnya kepala Arthur yang masih kebingungan.

LAVENDRIA ( THE SLUT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang