V

40 1 0
                                    

"apa?"

"cewe"

"haha... seriusan lo? gue gak salah denger kan? apa gue cuma delusional? atau donat loe isinya ganja? gue gak salah kan? coba lo ngomong lagi, gue masih belum percaya"

"CEWE DAVE CEWE... perlu gue eja? C . E . W . E "

"seriusan lo? gue gatu harus ketawa ato gimana hahahahahaha.... rasanya gue ketawa aja deh"

"what the heck, serious please"

"nah loh, serius amat bang, sante aja kali kalo cewe"

"masalahnya elo kalo diajak sante agak eek juga makanya gue sebel"

"yaudah cerita, gue sambil main PS ya"

"Namanya Hillary, Hillary Cox. Dia bodo, pinter nyanyi, baik, pendek, rambut item, dan matanya.... gue rasanya kek terbang tiap kali liat matanya. Tiap kali gue liat matanya, entah kenapa gue bisa ngerasa nyaman banget, dan badan gue jadi anget"

"ehm ada yang in love nih euy"

"udah lah, pokoknya loe harus ketemu dia. Harus, tapi awas aja lo ngembat punya gue. Lo pasti tersentuh sama dia, dia itu beda. Luarbiasa"

"terus apa masalahnya?"

"jadi gue selama ini gak pernah ngakuin perasaan gue, gue takut kalo dia bakal ninggalin gue setelah dia tau kalo gue punya rasa sama dia"

"coba dulu napa. lo itu terlalu takut buat ngambil resiko nate, berubahlah."

semua yang dikatakan Dave hari ini benar. Tentang ini dan itu, tidak ada satu hal yang dapat aku salahkan dari perkataannya. Tidak ada satupun yang dapat aku sanggah. Menyesakkan, mengetahui semua yang dikatakannya benar. 

Tidak lama setelah aku selesai berbicara, aku memutuskan untuk pulang. Dan selama peralanan pikiranku terus bergelut. Entah, serasa ada forum di dalam otakku, memikirkan kebijaksanaan apa yang harus aku ambil. Menimbang berkali-kali apa yang diucapkan Dave hari ini. Kembali aku terpukul perkataan Dave, "perubahan".

Ya, perubahan. Sebuah kata pendek yang membutuhkan banyak tenaga dan usaha. Besar resiko yang akan ditanggung. Entah apa yang akan terjadi, apakah aku akan tetap seperti ini kepadanya atau aku akan berubah dan malah mengatakan hal sebenarnya. Tidak mungkin, itulah yang terlintas di pikiranku. Tidak mungkin aku aku bisa memilikinya, menggapainya walau dekat saja sangat susah, apalagi aku ingin bersanding dengannya. Bukankah itu adalah ketidakmungkinan?

Lelah, bimbang, tertekan, sendiri. Ya, bisa dikatakan itu adalah hidupku. Aku tidak membencinya karena hidup ini sebuah pemberian Tuhan, tapi aku juga tidak menyukainya. Tapi sejak Hillary masuk dalam hidupku. Sebuah rongga kosong di hati ini, mulai menemukann cahayanya, kini ia mulai terisi, dan kini cahayanya sdudah mencapai pelosok. Hangat cahaya yang kurasakan mengalir deras diseluruh tubuhku. Aku bisa menemukan arti hidup, hidupku yang dulu penuh dengan pilu, kini terajut sebuah asa. Aku lebih menghargai kehidupan sejak ada dia, dialah kehidupanku. Bisakah aku berkata bahwa dia adalah takdirku? Bisakah aku berkata aku dilahirkan untukmu? Bisakah aku memilikinya. Aku tidak tahu itu, aku hanya takut semua ini berubah ketika aku mengatakan sebenarnya. Dia bagai api hidup. Menyebarkan kehangatannya ke seluruh kehidupan, membagi keghangatannya kepada jiwa yang rapuh dan kedinginan. Memikirkannya saja sudah mampu membuat diriku hangat. Dia sangat berarti di hidupku. Ya, hanya dia yang kuinginkan sekarang dan selamanya, akan aku lakukan apa saja untuk dirinya. Hillary Cox.

FAITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang