Belajar Membuka hati (1)

162 15 6
                                    

Alarm sialan itu terus berbunyi. Menunjukkan pukul 10 pagi. Hari ini hari minggu. Hari yang biasa ku habiskan dengan berdiam diri dirumah. Terkadang hanya tidur-tiduran dikasur, ngegambar, ngerjain tugas, ngobrol sama Kayla, ataupun nonton film bajakan sama Kayla. Untuk sekarang ini, aku menghindari jauh-jauh tempat dimana aku sering datangi bersama Wicak. Contohnya, tempat bioskop. Maka dari itu, aku lebih memilih nonton film bajakan sama Kayla. Lebih murah juga. hihi.

Ini adalah tahapan akhir dari buku tips tersebut. Belajar membuka hati. Sampai sekarang pun aku masih bingung dengan perasaanku. Aku tau, aku yang paling salah dalam hubungan yang aku jalin dengan Wicak. Aku sering bersikap egois yang mungkin tidak disukai Wicak. Namun, itu masih pendapatku saja. Aku belum tau, apa pendapat Wicak. Jujur, aku masih belum bisa melupakan Wicak. Susah sekali melupakannya. Aku pun malas mengecek kalender, sudah tanggal berapa. Karena yang ku tahu, sebentar lagi tanggal anniversary dua tahunku dengannya, aku menghindari kalender karena aku tidak mau tersakiti nantinya karena mengetahui kenyataan bahwa aku dengan Wicak sudah tidak lagi bersama.

Wicak, boleh kita bertemu?

Secara tidak sadar, aku mengirimi pesan singkat pada Wicak. Bodoh. Pertahananku runtuh juga. Hal yang selama ini aku tahan, dan ini bagian yang paling sulit dilewati, ternyata aku lakukan. Aku seorang perempuan, dengan tanpa malunya mengirim pesan duluan pada seorang lelaki. Aku paling menjunjung tinggi gender, dimana seorang lelaki yang harus memulai semuanya. Tuhan, kenapa Anya bodoh sekali.

Aku tersentak mendengar bunyi dering tanda pesan masuk. Itu pasti dari Wicak. Aku tidak berani membukanya. Aku takut. Sangat takut, takut melihat seperti apa respon Wicak kepadaku, apalagi takut mengetahui bahwa Wicak tidak mau bertemu denganku. Aku takut, harapanku tidak sesuai dengan kenyataannya lagi. Aku takut Tuhan, rencanamu tidak sesuai dengan keinginanku.

Dengan takut-takut aku membuka notif tersebut dan membacanya. AAAAAKKKK!

Boleh. Taman kota, pukul 7 malam.

Aku memekik senang sampai-sampai Kayla yang kamarnya bersebelahan denganku langsung menghampiriku.

“Lo ga gila kan?”

“Kagak, hahahaha.” Aku meremas bantal dan cengir-cengir tidak karuan.

“Kenapa lo? Cerita gak!” Kayla menghampiriku yang sedang duduk dikasur, kemudian meraih ponsel yang kupegang. 

“Ish, kebiasaan, main langsung ambil-ambil aja.” Celetukku. Kemudian senyum-senyum sendiri lagi. Kayla membaca pesanku dengan Wicak lekat-lekat. Matanya yang sudah bulat, makin membulat hampir keluar dari tempatnya, mulutnya menganga tak percaya.

“Gila.”

“Emang,” kataku santai.

“Mau ngapain lo ketemu dia?” tanyanya kemudian menaruh handphone ku dikasur.

“Gatau juga ngapain.” jawabku sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Benar juga, aku pun tidak tahu mau ngomongin apa nanti kalo ketemu Wicak. Pasti lidahku kelu deh, bingung mau ngomong apa.

Kayla menggeleng bingung, “Mending jangan sia-siain waktu lo, nanti malem lo tanya semua apa yang menggelayut dipikiran lo, lo keluarin unek-unek lo. Jangan ada lagi yang dipendam.” kata Kayla dewasa.

“Iya Kayla, doain gue ya.” Aku tersenyum penuh arti. Kayla meremas bahuku memberi semangat lalu memelukku.

“Semangat, Anya.”

RETAK [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang