Belajar Membuka Hati (2)

307 21 16
                                    

Setelah patah hati dan lelah yang panjang. Aku paham, cinta baru akan selalu datang. Aku memandangi diriku sendiri yang sedang menatap cermin. Aku gugup, 30 menit lagi jam 7 malam. Aku harus segera menuju Taman Kota yang tempat itu adalah tempat yang sering ku kunjungi dengan Wicak. Tempat itu juga, tempat dimana kita kencan pertama dua tahun yang lalu. Aku membenarkan lagi tatanan rambutku. Aku mengambil tas lalu berdiri keluar kamar, memesan taksi, dan menuju tempat tujuan. Tuhan, lancarkanlah.

Aku terlambat 5 menit. Wicak paling ga suka sama orang yang terlambat. Menurutnya itu sangat tidak disiplin dan mencerminkan bahwa tidak berniat melakukannya makanya terlambat. Tetapi sungguh, aku sangat niat bertemu dengan Wicak malam ini. Bahkan sudah kusempatkan jalan dari 30 menit sebelumnya, tapi apa daya, kemacetan di Jakarta memang sudah mendarah daging.

Kulihat Wicak sudah duduk manis membelakangiku dikursi panjang yang menghadap danau yang ada ditaman itu. Di dekat situ hanya ada satu lampu untuk menerangi. Kursi tersebut diteduhi oleh pohon besar yang entah sudah berapa lama pohon itu berdiri. Aku meringis, kenapa pikiran ini muncul, jangan-jangan itu bukan Wicak asli, jangan-jangan itu adalah penunggu pohon yang mungkin sudah hidup bertahun-tahun lamanya-gak, itu pasti Wicak. Aku segera memusnahkan pikiran aneh tersebut dari otakku.

Aku menghampirinya dan berdiri disampingnya. Benar itu Wicak, aku melihat wajahnya dari samping, rahang tegasnya memandang lurus ke depan. Dengan hati-hati aku duduk disampingnya, dengan tetap menjaga jarak duduk dengannya.

"Maaf, telat 5 menit." Kataku akhirnya membuka suara.

"7 menit." Ralatnya, kemudian menengok ke arahku. Aku melihat wajahnya sempurna. Kenapa dia semakin ganteng?

Aku diam. Beku.

"Mau ngomongin apa?" tanyanya tidak sabar.

"Aku-aku masih heran, kenapa kamu pergi tiba-tiba. Kenapa semuanya serba mendadak." kataku gugup.

Wicak memandang danau dihadapannya lekat-lekat, sedangkan aku masih memandangi wajahnya dari samping. Ia membuka mulutnya, "Kan aku udah jelasin kenapa aku mau putus."

"Tapi aku masih gak ngerti maksudnya." Jawabku jujur, kemudian memandangi objek yang sama dengannya yaitu danau.

"Kukira kamu sudah cukup pintar memahaminya." Wicak menghela napasnya pelan, "Aku, udah ga tahan sama sikap egois kamu,"

Aku merutuk dalam hati. Benarkan, sikap egoisku memang sudah melewati batas. Aku yang penakut. Serba takut. Sangat takut kalau Wicak diambil orang.

"Kamu inget sabtu itu kita ke Dufan? Dan kamu maksa aku buat naik berbagai macam wahana kicir angin atau histeria, aku udah berkali-kali menolak. Tapi kamu terus merajuk, maksa aku buat nemenin kamu. Sejujurnya, aku takut ketinggian, Anya. Tapi semua aku lakuin demi kamu." Jelas Wicak panjang lebar. Aku ternganga mendengar jawabannya, aku membela diri tidak mau kalah.

"Aku gatau, kamu gak bilang." Ucapku tetap tenang meskipun degup jantungku sudah tidak beraturan.

"Aku udah berkali-kali mau bilang, tapi kamu gapernah ngasih aku waktu buat jelasin semuanya. Dan akhirnya aku cuma pasrah dipaksa kamu."

Bodoh. Anya memang bodoh. Bukannya menyombongkan diri, seorang Anya yang dari dulu selalu juara kelas, kenapa bisa jadi sebodoh ini dalam urusan cinta sih?

"Sebelumnya juga, kamu terlalu negatif thinking. Kamu tau kan aku sayang kamu, aku juga pasti ngejaga perasaan kamu. Tapi kenapa kamu masih selalu nuduh aku sama yang lain?" tanya Wicak frustrasi sambil mengacakkan rambutnya.

Aku menggigit bibir menahan tangis, tak rela nangis dihadapan Wicak yang pasti akan mencapku cengeng, "Aku takut kehilangan kamu."

"Aku paham Anya," Wicak berhenti berkata kemudian ia melanjutkan kalimatnya yang terputus, "Makanya, mungkin inilah waktunya kita benahin hati masing-masing dulu, kamu yang harusnya jujur sama hati kamu dan mengakui semuanya."

Aku terdiam. Menunduk sedalam-dalamnya, sampai aku tidak sadar, bahwa Wicak sudah pergi dari tempat ini. Mungkin dia lelah akan sikapku yang tetap tidak mengalah dan mengakui kesalahanku, mungkin yang ia butuhkan hanya permintaan maafku dan kata-kataku yang akan bilang Iya Wicak aku akan ngerubah sikap ku. Mungkin yang Wicak butuhkan hanya itu, namun lidahku terlalu kelu untuk mengakui semuanya, aku terlalu gengsi mengakui bahwa aku yang paling salah disini. Aku masih menjunjung gender, dimana perempuan tidak pernah salah, padahal jelas-jelas aku paling salah. Aku hanya takut jujur pada perasaan ku sendiri.

Aku menangis sejadi-jadinya. Aku menyia-nyiakan segalanya. Aku melewatkan kesempatan ini. sudah tidak ada lagi waktu dimana aku akan mengakui kesalahanku, Wicak sudah pergi dari tempat ini, bahkan mungkin sudah berlari pergi dari hidupku. Tuhan, Anya menyesal telah melewati kesempatan ini.

"Wicak, maafin aku..." aku berteriak sejadi-jadinya, sambil menangis bahkan. Taman kota ini sepi, aku berharap Wicak mendengarnya, tapi sepertinya mustahil, mungkin hanya ikan-ikan di danau yang akan mendengar jeritan tangis memekik ku.

"Aku tau aku salah, aku egois, aku gapernah dengerin penjelasan kamu." Aku tersesdu-sedu, mungkin ini sudah seperti cerita sinetron yang banyak drama, tapi ini beneran, kenyataan, aku ditinggalin Wicak. Tuhan, bantu Anya.

"Aku janji bakal ngerubah sikap jelek ku itu kalo kamu ngasih aku kesempatan lagi.." Aku berkata dari lubuk hatiku paling dalam, aku berjanji gak akan sia-siain kesempatan itu. tapi sayangnya, Tuhan enggan memberi kesempatan itu.

"Beneran mau ngerubah kalo aku kasih kesempatan lagi?"

Tiba-tiba suara Wicak terdengar di otakku. Halah halusinasiku berlebihan, imajinasiku terlalu tinggi, harapanku terlalu melayang-layang sampai-sampai mengarang suaar Wicak.

"Anya, kok diem?" suara wicak lagi! Sungguh aku yakin itu bukan hanya sekedar suara diotakku, aku mendengarnya. Aku menengok kearah kanan, disitu terdapat Wicak sudah berdiri dipohon tua, jangan-jangan itu bukan Wicak, tapi penunggu pohon yang risih mendengar tangisanku.

Wicak jadi-jadianpun menghampiriku lalu duduk dikursi sebelahku. Aku menatapnya lekat-lekat, ini beneran Wicak asli! Bukan jadi-jadian.

"Anya, ini Wicak beneran. Tadi aku ngumpet dibalik pohon, sengaja dengerin teriakan kamu yang fales itu." kata Wicak polos sambil tersenyum padaku. Aku mengusap sisa-sisa air mata dipipi, kemudian menganga tak percaya. Ah malu! Masa teriakanku dibilang fales, tapi terima kasih Tuhan, kau mengabuli permintaanku.

Aku masih diam, pahamilah aku sangat gugup sekarang. "Sini peluk dulu," Wicak menarikku kedalam pelukannya, "Gausah nangis lagi ya, aku maafin kamu kok, tapi janji, rubah sikap buruknnya ya?" tanya Wicak sambil memelukku, kemudian melepasnya untuk mengaitkan jari kelingking pertanda perjanjian.

"Janji." Ucapku dengan suara mantap, aku tersenyum dengannya kemudian mengaitkan jari kelingkingku. Aku janji Tuhan, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu beri padaku. Dan juga aku janji padamu Wicak, akan berusaha jadi apa yang kamu inginkan, ucapku dalam hati.

Yang terakhir membuka hati. Luka retak dihati ini sudah mulai pulih. Obatnya adalah dengan adanya Wicak disampingku . Aku belajar membuka hati untuk seseorang yang tak sadar sudah kusakiti sebelumnya. Aku dan Wicak-ralat, kita percaya, cinta tak akan bisa kita perjuangkan, jika tak mau saling belajar. Aku selalu belajar mengenai kisah-kisah hidup yang sudah kulalui sebelumnya. Aku belajar jujur mengenai perasaaanku, aku berusaha jujur untuk mengakui kesalahanku. Sebab, cinta lebih kuat dari apapun. Ia akan terus bertahan dan tak pernah mau pergi. Saat mencintai seseorang dan ingin bertahan dengannya, aku seharusnya memastikan perasaanku terlebih dahulu, bukannya malah terpaku dengan apa yang kuiingin kan saja, tapi aku juga harus mendengarkan apa yang diinginkan Wicak.

Yang kemarin-kemarin adalah istirahat kita untuk membenahi diri, belajar merapihkan hati. Sesungguhnya cinta itu perihal dua orang saling mencintai, jika salah satunya tidak cinta, berarti namanya luka. Dan Wicak mungkin sudah cukup terluka mengetahui bahwa aku hanya menganggap Wicak sebagai milkku bukan kesayanganku.

Mimpi buruk sudah berhasil aku lewati, selamat datang mimpi indah. Terima kasih Tuhan atas rencana yang telah kau berikan padaku diwaktu yang lalu. Terima kasih Kayla, masih tetap berada disampingku bahkan saat aku berada dititik terendah. Terima Kasih Wicak sudah mau menerima diriku yang masih banyak kesalahan ini.

15 Maret 2016

Hari ini tepat 9 hari sesudah aku putus dengan Wicak kemarin. Dan sekarang Wicak sudah milikku lagi. Happy Anniversary ke dua tahun Wicak. Aku bahagia memilikimu.

RETAK [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang