Kembali

6 3 0
                                    

Gabrielle tersenyum mematut dirinya di cermin. Ia merasa puas dengan dirinya. Ia melihat betapa cerah dirinya dalam balutan gaun berwarna abu abu muda dan rambutnya yang ia biarkan tergerai ikal. Ia memilih satu dari beberapa tiara yang tertata di meja riasnya lalu mengenakannya.

Viviane, pelayan pribadi Gabrielle masih gigih menggedor pintu kamarnya kesal. Ia merasa bahwa Tuan putrinya telah kembali, saat tuan putrinya masih berduka, ia lebih mudah di atur dan akan membiarkan pelayan memasangkan bajunya seperti sebagaimana mestinya peraturan dan etika seorang putri. Tapi pagi ini saat Gabrielle tiba-tiba meminta gaun berenda berwarna abu-abu dan segala perlengkapan yang tak lagi berbau berduka dan berwarna hitam, Viviane sudah merasakan firasat buruk di samping ia bahagia bahwa tuan putrinya memutuskan mencoba berhenti bersedih.

Viviane hendak menggedor sekali lagi pintu itu saat tiba-tiba pintu megah itu terbuka dan menampilkan sosok ayu Gabrielle yang menatapnya tajam. " Kau benar - benar berisik! "ucapnya pada Viviane. "Katakan padaku, di mana si tua Anne? " Gabrielle berucap sambil bersedekap. "Nyonya Wellington sedang bersama ratu di rumah kaca tuan putri.. " Viviane berucap seraya menunduk.

Benar, tuan putrinya memang benar-benar telah kembali. Tuan putrinya yang tanpa tata krama yang kelewatan ceria dan se enaknya. Walau dia juga begitu baik di saat yang sama.

"Itu Bagus, antar aku pada Bastian, dia bilang aku harus memotivasi prajurit atau apalah itu. " Gabrielle mengangkat kedua ujung gaunnya dan mulai berjalan cepat ke aula hitam, tempat para prajurit berkumpul. Viviane sedikit melotot melihat prilaku tuan putrinya yang benar-benar sembrono itu.
.

Gabrielle menatap keseluruhan ruangan. Para prajurit tengah menyantap sarapan nya. Ia masuk perlahan seakan mengendap endap ke dalam aula itu. Bastian yang melihat tuan putrinya itu datang segra membungkuk hormat sambil tersenyum geli. Seketika setelah Gabrielle sadar ia segera merapikan gaunnya dan berdiri tegak, seanggun mungkin. Bastian terkekeh pelan melihat hal itu. Ia bisa melihat Viviane di depan pintu dengan wajah lelah. Dengan melihat itu ia tahu,  putri pembuat onarnya telah kembali.

Gabrielle berdehem membasahi tenggorokannya. "Kau bilang aku harus memberi motivasi atau apapun itu kan Bastian? " Gabrielle berucap dengan nada yang ia buat berwibawa. Membuat baik Bastian maupun siapapun yang mendengar, harus menahan gelak tawanya. "Sebelah sini tuan putri" Bastian segera mengarahkan tuan putrinya untuk berdiri di sebuah lantai yang lebih tinggi dari lainnya. Memang berfungsi untuk tempat Bastian mengomando pasukannya atau dulu juga biasa di gunakan Putri Veronica. "PERHATIAN SEMUA! DISINI PUTRI GABRIELLE AKAN BERBICARA! " Gabrielle hampir melompat saat ia kaget mendengar koor yang luar biasa keras dari Bastian yang berdiri di sampingnya. Dan sekali lagi membuat seluruh prajurit hampir terbahak. " Apa aku juga harus berteriak seperti itu? " Gabrielle berucap polos. Bastian hanya tersenyum seraya mempersilahkan sang putri memulai. Seluruh ruang sunyi menunggu sang putri memulai. Gabrielle menelan ludah sebelum ia menatap para prajurit dan mulai berbicara.  " Ayahku melakukan posisi ini saat ia berbicara " lalu ia menyatukan kedua tangannya di belakang tubuhnya. Pintu ruangan itu terbuka, namun Gabrielle tidak menggubrisnya. Sedangkan Bastian segera berlutut menghormati ratunya. Namun sang ratu segera mengangkat tangannya saat prajurit lain hendak mengikuti gerakan Bastian.

Gabrielle berdehem, mengembalikan perhatian semua orang padanya. " Kalian adalah kekuatan dan kebanggaan Aliento " Gabrielle berucap . " Untuk tetap selamat dan bertahan, qku sangat berterima kasih, meski aku bukan veronica yang akan membantu kalian dalam berlatih, sebisa mungkin aku akan lebih mendengarkan kekhawatiran kalian" I melanjutkan. Menarik kedua tangannya yang berada di belakang tubuhnya untuk berada di samping tubuhnya lalu menumpuknya di perutnya dan membungkuk dalam . Seketika para prajurit yang tadinya terdiam terpana menatap tuan putri bungsu mereka segera bangkit dari duduknya dan berlutut di hadapan sang putri. "HORMAT AGUNG PADA TUAN PUTRI GABRIELLE " koor mereka bersamaan.

Gabrielle mengangkat tubuhnya kembali tegak. Ia tersenyum pada seluruh prajurit di hadapannya yang masih menunduk hormat. " Angkat kembali kepala kalian, aku bukan Veronica yang akan menjadi jendral kalian, aku hanya sang putri yang akan terus mendukung dan mengawasi kalian." Ia tersenyum tulus kepada para prajuritnya. " Tolong bimbing aku menjadi lebih baik" Ucap Gabrielle untuk menutup pidatonya.

Ibunya di belakangnya menatapnya tulus. Lalu melihat putrinya berbalik dan tersenyum lebar padanya. Ia hanya menarik sedikit bibirnya membentuk kurva tipis sebelum ia berbalik dan keluar di ikuti pelayan setianya, Anne yang menatap bangga sang putri sebelum keluar dan menghilang di balik pintu.

Gabrielle hanya menunduk membuang nafas berat. Ibunya selalu begitu, melimpahinya kasih sayang tanpa kata. Tapi bukankah ibunya menyempatkan hadir mendengar pidato pertamanya sebelum pergi? Bukankah itu sudah menunjukkan kasih sayang tulusnya?

Gabrielle menatap sekelilingnya sebelum ia memutuskan pergi dari sana. Tersenyum puas setelahnya karena melihat semua orang menatapnya cerah. Tak ketinggalan Tatapan bangga dari Bastian dan senyum indah yang ia buat untuk Gabrielle.

Die LuftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang