"Apa-apaan tadi itu, Barbz?" tanya Niall begitu mereka baru saja kembali dari kediaman keluarga Barbara."Apa?" tanya Barbara dingin. Sepertinya Barbara yang ditemuinya 1 tahun silam kembali.
"Kau bersikap dingin dan tidak sopan kepada orang tuamu, ada apa denganmu? Bukankah harusnya kau senang karena orang tuamu sudah kembali bersama?" tanya Niall lagi. Sedikit kesal dengan perilaku Barbara tadi.
Barbara tertawa sinis, "Senang katamu? Haha. Awalnya memang aku senang, sedikit. Tapi tidak kah kau berfikir, jika keberadaanku sebenarnya sudah tidak diinginkan lagi?" Niall mengernyit mendengar ucapan kekasihnya barusan.
"Tidak diinginkan bagaimana? Kau tidak lihat, ibu, ayah, serta kakakmu, berusaha memelukmu tapi kau malah menjauh dan berbicara ketus kepada mereka?"
Barbara menggeleng, "Tidak. Aku tahu itu hanya sekedar formalitas mereka." Niall sedikit menjauhkan wajahnya dari Barbara, tak percaya jika Barbara bisa berfikiran sejahat itu kepada keluarganya sendiri.
"Aku sama sekali tidak mengerti dengan jalan pemikiranmu, sungguh."
Barbara membuang wajahnya, tidak ingin menatap Niall. "Bisakah kita membahas ini besok saja? aku lelah." Barbara mencari alasan untuk menghindari topik ini.
"Terserah, kalau perlu tak usah lagi bicara denganku." jawab Niall ketus.
"Mengapa kau jadi marah padaku? Kalau seperti ini kau sama saja dengan mereka Niall, aku benci kau yang seperti ini!" tak sengaja Barbara justru membentak Niall. Membuat Niall yang awalnya berusaha menahan emosinya, kini ia keluarkan.
"Berhenti bersikap seperti itu, Barbz! kau ini prempuan! jaga etika serta sopan santunmu terhadap orang tua! Selama ini aku mati-matian untuk merubahmu seperti dulu ketika kau masih menjadi Barbara yang baik, sopan, serta tahu etika. Itu alasan mengapa aku membawamu kesini. Kembali pada keluargamu. Aku ingin menunjukkan kepada mereka bahwa aku telah berhasil merubahmu!"
"Tapi apa yang kau lakukan? kau malah membuatnya semakin hancur! seharusnya kau bersyukur ayahmu tidak langsung mengusirmu ketika kau berkata kasar padanya!" Niall menghela nafasnya sebentar, sebelum kembali melanjutkan ucapan nya.
"Aku tahu, Barbz. Jauh dilubuk hatimu, kau pasti merindukan mereka. Keluargamu. Ayah, Ibu, serta Kakakmu. Aku tahu itu, kau hanya tak mau mengatakannya." Suara Niall kini melemah, nyaris seperti sebuah bisikkan. Barbara yang sedari tadi merasa terpojok pun hanya bisa menunduk dan menangis.
Niall benar, aku memang merindukan keluargaku. Ia memang selalu bisa mengertiku. Mengapa aku terlalu bodoh untuk menyadarinya? Batin Barbara.
Menyadari jika kekasihnya itu tengah menangis, Niall segera mengerutuki dirinya. Bodoh mengapa kau malah membuatnya menangis!
"M-maafkan aku... Niall... m-maafkan aku" suara serak akibat menangis yang dikeluarkan Barbara membuat Niall menoleh.
Kini kekasihnya itu sedang menunduk, bahunya bergetar, rambut kecoklatannya menutupi wajahnya. Ada perasaan tidak tega saat melihat Barbara seperti itu. Namun, ia pun sadar. Barbara memang harus diberi pelajaran agar ia mengerti, bahwa niat Niall membawanya kesini adalah yang terbaik.
Secara tiba-tiba dan tidak diduga-duga, Barbara memeluk Niall dengan sangat erat. kedua tangan nya melingkar disekitar leher Niall. Kemudian ia menatap mata biru laut milik Niall, dan perlahan lahan mencium bibir kekasihnya dengan lembut.
Selama beberapa detik Barbara menciumnya, Niall sama sekali belum membalas ciuman Barbara. Menyadari hal itu, air mata yang turun di pipi Barbara kini semakin deras. Niall bisa merasakan itu. Dengan terpaksa Barbara melepas ciumannya, kemudian ia menyatukan keningnya dengan kening Niall.
"I'm the fucked up ones that you love, kita tidak seperti pasangan lain. Ya, memang lalu mengapa? sempurna atau tidak. Itulah kita, sayang. itulah kita." bisik Barbara sebelum kembali mencium bibir Niall. Beruntung, kali ini Niall membalasnya.
Edited 16/08/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave [n.h]
Fanfiction"I may not ever get my shit together, but ain't nobody gonna love you better than me." Copyright 2017 © by kennyzzlexo