kenyataan pahit

6.3K 258 0
                                    

What the fuck, is this april Mop

Nightmare

"awwww..." pekikku kesakitan di pusat kehidupanku
"apa yang..." bayangan tentang kejadian semalam terputar seperti sebuah kepingan kaset
Dika tengah terlelap nyenyak
"aku harus pulang" wajah emosi kak waldi kembali melintas
"ampun" ucapku spontan
Tubuhku begetar hebat, aku ketakutan sendiri dengan bayangan wajah marah kak waldi

Brukkk

Dika terbangun karna mendengar suara gladis jatuh
"astaga kamu gak apa-apa" tanya dika panik saat melihat tubuh naked gladis meringkuk ketakutan
"kak tenang kak ini dika"
"ampun, aghet gak salah" ucap gladis seraya menepis tangan dika
"ini dika kak" ucap dika seraya membawa tubuh rapuh itu kedalam dekapannya
"maaf" ucap gladis sebelum pingsan

Bunda fanesa menangis saat mendengar cerita anak sulungnya
"waldi khilaf nda, maafin waldi"
"sudah sayang bukan saatnya menyesali semua sebaiknya kita mencari dia segera perasaan ibu tak enak"
"kak berlin ikut" ucap berlin mengekori langkah waldi

"aku masih sayang sama kamu ka, maafin aku saat itu aku benar-benar gak ada pilihan fivi mengaku hamil kepadaku dan itu perbuatanku aku harus menangung jawabinya sebab itu benihku. Aku baru sadar selama ini dia bohongin aku dia gak pernah hamil dan dia gak bisa hamil maafin aku ka. Maafin aku tolong kembali jadi ika miliku lagi seperti dulu aku benar-benar menyesal beri aku kesempatan kedua aku janji tak akan nyakitin kamu lagi" Zaskan mencium kening gladis sebelum melepas dekapannya

"gua ingat lu orang baik, ternyata sama aja busuknya kaya jalang jalang disana merebut milik orang lain. Gua salah apa sama lu sampai mariopun lu embat juga apa gak ada om om yang bisa lu pakai kenapa harus mario apa cuman gua yang menghargai persahabatan ini. Jalang lu mati aja" gladis tak bergeming ia diam saja menerima makian sahabatnya

"ayo cepat kesini anak sial, kamu itu benar-benar bala dikeluarga ini seandainya kamu tidak lahir kedunia ini ibu kamu takkan pernah ninggal anak sial. Harusnya kamu yang mati bukan istriku mati saja sana" pria gendut tersebut mencambuk dan menampar gadis kecil tersebut

"hentikan jangan pukul dia, kasihan " teriakku berusaha menghentikan aksi terkutuk pria gendut itu ingin sekali rasanya aku menghajar balik lelaki itu tapi aku hanya bisa melihatnya saja tanpa bisa berbuat apa-apa

"GLADIS SUWASTIKA" teriak suara kak waldi

Plakk

Bayangan tamparan kasar waldi membangunkan gladis dari mimpi buruknya
"kamu gak papa" tanya suara cempreng milik dika
"sebentar aku pangilkan dokter" aku hanya menatap punggunya yang semakin jauh

Tak lama kemudian dika datang bersama dokter muda yang akan memeriksanya
"saya periksa dulu ya" pamit dokter tersebut
"aaaaaaa....." jeritan kencang mengema diruangan tersebut
"pergi kamu jangan sentuh aku" jerit gladis seraya melempari dokter itu dengan semua benda yang ada disekitarnya
"kak ini aku dika" gladis tak menghiraukan dika ia hanya ingin dokter itu pergi

Grepp

Dika menahani tubuh gladis agar menghentikan aksinya
"tenang kak dika disini buat kakak" tubuhnya merosot kedalam dekapan dika
"tolong aku, sakit" lirih gladis berusaha menahan sakit didalam kepalanya bayangan sepasang anak kecil yang terluka menyeruak mengusik ketenangan kinerja otaknya

Dokter tersebut segera menyuntik obat penenang
"ampun" gumam gladis sebelum menutup kelopak mata bersama Liquid berharganya

Waldi terus memohon kepada mario agar ia menunjukan dimana gladis berada
"sudah kukatakan aku tak tau aku meninggalkannya bersama eliza sebaiknya cari kerumah eliza saja"

Brakk

Mario menutup pintu dengan kencang membuat kedua tamu tak diundang terkejut
"sebaiknya kita coba kesana" bujuk berlin
Keduanya tergesa-gesa keluar dari sana

Drtttt drrtttt

Ponsel berlin bergetar
"halo lin, cepat kemari gadisku masuk rumah sakit" dika selalu mengatakan kepada sahabatnya kalau gladis itu gadisnya walau berlin selalu menertawakan dan mengatai dika berondong
"rumah sakit mana"
"RS Bunda maria, cepat kemari"
"ia on the way. Kak kita ke ..."
Tut tut tut pangilan terputus

Sesampainya di rumah sakit berlin segera menghampiri dika yang menunggunya didepan
"lu utang cerita ke gua" dika menganguk mengiyakan ucapan berlin
"kak bangun ini Berlin"
"dokter baru saja menyuntiknya dengan obat penenang biarkan ia istirahat" tegur suster yang baru selesai membersihkan kekacauan akibat amukan gladis tadi
"berlin telpon bunda dulu" pamit berlin

Berlin dan bunda diantar kak waldi pulang tapi sebelum pulang aku mendengar percakapan mereka dengan dokter tadi bahkan mereka sampai ribut mendebatkan aku
"aghet" Rasanya nama itu tidak asing
"kak gladis jangan banyak gerak dulu" tegur dika
"dika pulang sebentar ya kak, dika janji akan balik lagi" dika mencium keningku sebelum menghilang dibalik pintu itu

"hay" sapa suara brington itu sebelum duduk disampingku
"kamu kok ada disini"
"berlin yang kasih tau, yang mana sakit" tanyanya kepo seperti dokter
"semuanya" jawabku jujur

"makanya kalau kaga kuat minum jangan belagu, gini nih akibatnya bandal si dibilangin"
"awww sakit lepasin" keluhku berusaha melepaskan hidung pesekku dari tangan kekarnya
"kamu  harus denger omongan waldi, itu semua demi kebaikan kamu " zaskan mengacak rambutku kebiasaannya kalau dia sedang gemas
"iya iya" jawabku setengah hati gak terima rambutku di berantakin

Mata tajam zaskan menatap seksama warna merah keunguan di sekitar leher jenjang gladis
"leher kamu kenapa merah-merah begini" bentak zaskan
"me-merah ke-kenapa" tanya gladis gugup
Aura mencekam sangat terasa ia ketakutan melihat wajah emosi zaskan rahang  mengeras, tangan mengepal dan matanya yang memerah
"siapa orang itu" tanya zaskan lagi begitu ia berhasil meredakan amarahnya

Gladis terdiam, ia tak berani mengatakan sebenarnya ia sangat takut jika kedua bodyguardnya itu mengahajar orang yang telah menciptakan karya seni disekujur tubuhnya yang tak lain dika lelaki yang tengah menguping pembicaraan mereka

"katakan siapa dia" bentak zaskan seraya meremas bahu gladis tentu saja perbuatan zaskan mempengaruhi mental gladis
"Ampun" cicit gladis ketakutan
"lepaskan tangan kotormu bangsat" hardik dika sambil mendekat

Baku tinju antara kedua pria berdarah panas itu tak bisa dielakan sehingga petugas rumah sakit melerai keduanya dan mengusir salah seorang dengan kasar
"sial" umpat dika
Melihat tubuh gladis diantara gengaman para suster membuatnya iba

dika segera menghampiri
"lepaskan" bentak dika kepara suster itu
"aku mau pulang, aku takut disini" cicit gladis
"tenang kak, dika akan bawa kakak pulang bentar dika tanya dulu ke dokter ya kak"

MauNya Jodohku KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang