"Coba jelasin kenapa tas lo ada di Langit?" tanya Nadya saat Bu Marliza sudah keluar satu langkah dari kelasnya.
Luna dan Andini juga ikut mencondongkan tubuh mereka untuk mendengar jawaban Arin.
"Gue juga gak tau, Nad."
"Udah buruan chat Langit, ambil tas lo Rin," Luna memberi saran. "Langit emang suka usil gitu."
"Tau dari mana Langit suka usil?" Nadya seperti mencium bau-bau yang tidak enak disini. "Lo kenal Langit banget? Lagian Arin keliatannya seneng-seneng aja bisa berurusan sama Langit."
Arin menarik napas dalam, tas itu memang gak mahal-mahal banget, soalnya itu tas jansport kw. Tapi disitu ada kartu osis dan kartu BPJS miliknya. Ada kartu timezone juga, mana saldonya masih banyak, Arin jadi sedih.
"Ntar gue chat deh,"
Suara grasak-grusuk terdengar di bangku lain, sekarang memang jam olahraga jadi semua murid perempuan sedang sibuk berganti baju di bawah meja. Sedangkan murid laki-laki terusir dari peredaran karena kalah personel.
"Eh ganti baju dulu deh, baru curhat lagi." Andini menyela dan mulai mengeluarkan bajunya dari tas.
"WOY! Buruan gantinya, mau naro baju nih!" teriak Dedi dari luar kelas.
"Cowok lo rusuh Lun," celetuk Andini saat mereka berempat sedang menunggu antrian berganti pakaian di taplak meja yang sudah beraluh fungsi menjadi kamar pas dadakan.
"Najis! Ogah punya cowok kayak dia, masih kecil aja udah dipanggil dedi, ntar dua tahun lagi dipanggil opa. Gak mau gue pacaran sama opa-opa"
Mereka semua terbahak seiring pergantian baju putih biru menjadi baju training berwarna sama, tentunya diiringi berisiknya Dedi dari luar kelas.
Sesampainya di lapangan basket beberapa anak sudah berdiri membentuk barisan untuk melakukan pemanasan. Sedangkan Juleha sudah pasang badan di depan barisan.
"1..2..3..4...1..2..." Juleha yang menjadi pemimpin lagi, terlihat begitu semangat, bisa dilihat dari betapa aktifnya dia bergerak hari ini membawa tubuh berisinya bergerak ke kanan dan kiri.
"Setiap olahraga dia mulu yang jadi pemimpinnya, tapi badannya kok gak kurus-kurus ya?" bisik Andini yang berada dibarisan kiri sebelah Arin.
"Gimana mau kurus, pemanasan 5 menit, istirahat 15 menit, nunggu giliran ngambil nilai setengah jam, dribel bola 5 menit. Abis itu ke kantin makan nasi uduk plus gorengan sama es teh manis." balas Nadya dan dibalas kikikan dari teman-temannya.
"Iya juga ya, apalagi makannya sambil ngeliatin Langit, tambah diabet dah tu si Eha." wajah Arin langsung bertekuk saat Andini membawa-bawa langit dalam percakapan mereka. "Eh itu kak Lian kan? Sama...kak Langit?"
Mata mereka berempat bergerak otomatis ke arah yang ditunjuk Andini.
"Sekarang push up, yang cewek 5, yang cowok 10," suara Pak Jon yang berdiri di bawah pohon rindang.
"Mana? tanya Arin penasaran.
"Itu baru keluar dari toilet cewek, kok kayaknya kak Lian nangis sih?" jawab Andini masih tidak melepaskan pandangannya dari arah toilet.
"Eh itu yang berempat kenapa gak push up? Mau push up 10 kali?"
"Ehehe iya-iya ni pak kita push up," mereka berempat bergerak naik turun dan menghitung sampai lima. Entah gerakan apa itu, yang terlihat mereka hanya bergerak geal-geol pantat saja.
Selesai pemanasan seluruh murid langsung berlarian ke arah pohon tinggi berbuah seperti melinjo, yang mereka sendiri tidak tau namanya, yang penting badan adem gak kepanasan. Padahal ini masih jam 9 tapi panasnya luar biasa sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Langit di Bumi (Onhold)
Dla nastolatkówCerita tentang gadis biasa, tidak cantik, tidak pintar, tidak pandai bicara, tidak pandai bergaul. Namanya Arin. Bukan cerita tentang benci jadi cinta. Atau tentang bad boy yaang menyukai cewek jutek. Atau cewek cerewet yang mencoba mencairkan hati...