'Drap-Drap-Drap! Zrakk!'
"Hah...hah...hah..."
Seorang otoko berkacamata nerd dengan style casual nan rumitnya sedang terengah akibat jantungnya yang berpacu setelah berlari dari apartemen menuju rumah utama klan Donkatsu. Ia masih membungkukkan badan, mencoba menetralkan deru nafasnya kembali. Begitu dirasa cukup, Ia tegakkan tubuhnya berlanjut dengan mengayunkan tangan mengetuk pintu sebuah kamar di hadapannya.
'Tok-tok-tok!!'
"Okaa-sama! Okaa-sama!! Buka pintunya, Okaa-sa..."
'Cklek!'
'Sret! Grep!'
Pemuda itu menarik Jeongmin yang baru saja membuka pintu kamar. Memeluknya dalam posisi aneh. Menelusupkan kepala pada dada Jeongmin dengan tubuh yang melengkung disebabkan perbedaan tinggi mereka. Mengabaikan kacamatanya yang terjatuh begitu saja.
"Hey, ada apa, Ikuta sayang? Kenapa Kau bersikap seperti ini?"
Jeongmin yang masih terkejut belum sempat membalas pelukan anak semata wayangnya. Menyadari keadaan, Jeongmin pun akhirnya membalas perlakuan putranya dengan mengelus punggungnya sayang.
"Jarang sekali Kau menunjukkan rasa rindu pada appa begini. Biasanya Kau memeluk appa jika traumamu tentang darah kembali mun-...cul...??"
Jeongmin memeluk anaknya lebih erat. Dia akhirnya paham jika trauma Ikuta muncul kembali. Penyakit trauma yang diderita oleh sang anak sejak kelahirannya.
"Sudah, sudah... Kau aman disini, ada eomma di sisimu."
Memanggil dirinya 'Eomma' memang jarang dilakukan oleh Jeongmin, namun Dia selalu melakukannya saat situasi seperti ini terjadi, karena hanya itu cara menenangkan Ikuta yang terus bergetar dengan tubuh basah bermandikan keringat dingin.
Seiring berjalannya waktu, tubuh Ikuta kembali tenang. Dia mulai merasa rileks hingga menutup matanya perlahan masih dalam posisi memeluk ibunya. Jeongmin yang merasa tubuh anaknya semakin membebani tubuhnya segera menuntun Ikuta ke dalam kamar. Merebahkannya di atas tempat tidur. Menyelimutinya kemudian mengambil sapu tangan dalam saku celana. Menyeka keringat di sekitar wajah sang anak.
"Sebenarnya, apa yang terjadi denganmu, nak? Bagaimana bisa Kau mendapat penyakit ini sejak kecil?"
Jeongmin menerawang masa kecil Ikuta. Ketika menginjak umur 1 tahun, pada hari ultah putranya, saat itu terdapat kejadian klasik. Temannya terjatuh saat bermain kejar-kejaran sehingga menyebabkan lututnya mengeluarkan darah.
Ikuta melihat luka pada lutut temannya, tiba-tiba saja Ikuta kecil menjerit histeris sambil memegangi kepalanya. Ia menggumamkan kata darah dan Okaa-sama berulang kali. Mengejutkan para tamu dan keluarga dekat yang menghadiri pesta.
Tentu saja, saat itu Jeongmin segera menggendongnya, berusaha menenangkan Ikuta kecil yang semakin kalap dengan tubuh bergetar, terbanjiri keringat dingin pada sekujur tubuhnya. Itulah kali pertama munculnya penyakit trauma pasca dalam kandungan yang merupakan vonis dokter keluarga klan.
"Argh!!! Kepalaku-...!!"
Selepas mengenang masa lalu anaknya, kini ganti Jeongmin yang memegangi kepala disebabkan rasa pusing yang mendera. Pening. Sakit. Itulah rasa yang menaungi dirinya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Lie (BoyXBoy)
Fanfiction~BF fanfic~ 'Kebohongan putih', terkadang orang perlu berbohong demi kebaikan orang yang dibohonginya. Akan tetapi, apakah kebohongan itu dapat diterima oleh semua orang? Tak banyak orang yang tidak memiliki rahasia, baik rahasia putih maupun hitam...