Sudah banyak yang bilang padanya supaya tidak lewat jalan itu disaat-saat seperti ini. Tapi bagi Elsanera Dwiastuti, tak ada yang perlu ditakutkan. Lagipula, ini jalan utama ke rumahnya. Tak ada jalan lain. Kalau ada pun, jauhnya bisa tiga kali lipat dari jalan ini. Sudah jelas ia akan menolaknya. Toh, siapa yang mau berjalan jauh tiga kali lipat hanya karena ditakut-takuti hal yang gak pasti? Sudah pasti Itu jawaban Elsa.
Elsa adalah orang yang tidak peduli jika kabar yang diterima tidak bersumber dari sumber yang jelas. Karena ia akan menolak keras jika ada berita yang sumbernya dari 'katanya-katanya-katanya'. Sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sudah sejuta orang yang tertipu hanya karena berita yang bersumber dari 'Katanya'. Dan Elsa tidak mau jadi orang yang kesejuta satu.
Tapi nampaknya, prinsip Elsa itu mesti dikaji ulang untuk saat ini. Dijalan sepi berdebu itu, jauh dari keramaian, jauh dari angkutan, jauh dari kantor polisi, dan juga jauh dari kantor kelurahan, ia benar-benar harus percaya bahwa ada berita valid yang bersumber dari 'Katanya'.
Ia berjalan sembari menenteng tas panggul yang tidak berat itu. Hari ini, sekolah tidak terlalu padat. Hal ini disebabkan banyak guru yang piket karena mengurusi lomba olahraga antar SMA. Entah ini surga atau petaka untuk Elsa.
Tapi ia tak sempat memikirkan itu. Perhatian dia berubah fokus saat melihat ada aktifitas pada bangunan seperti rumah kosong yang ada di samping kanan Jalan. Ia benar-benar tahu rumah itu. Itu adalah rumah kosong sejak sepuluh tahun lalu. Penghuni terakhirnya pergi saat Elsa masih TK. banyak hal yang dia lupa, tapi mungkin itu adalah salah satu yang dia ingat. Rumah itu kosong semenjak sepuluh tahun lalu.
Ia menghampiri dengan hati-hati rumah kosong itu. Sejak ditinggal pemiliknya , rumah itu sangat tidak terurus. Banyak coretan pilox yang gak jelas. Dan intinya, jarang sekali ada aktifitas seperti yang sekarang ini ia lihat. Ia masih mendekati dengan hati-hati. Terlebih, saat ia mendengar banyak suara cacian dengan ucapan kotor yang keluar. Agak ragu ia mendekat, tapi dilakukan juga.
Semakin dekat, suara cacian penuh emosi semakin jelas terdengar. Bukan, bukan dari 5 atau enam orang. Melainkan dari, 10.. 11.. oh Tuhan, bahkan ada lebih dari 20 orang disana. Ia tetap melangkah, sampai tubuh mungilnya berhasil bersembunyi dibalik pintu rumah yang sudah rusak itu. Ia bisa melihat semuanya, sontak, ia menutup mulut. Gemetar pula kakinya.
Ada seseorang yang terikat sambil ditodong celurit pada lehernya. Jangan ditanya wajahnya, susah hancur babak belur. Banyak darah yang mengalir, tapi sama sekali tidak ada yang kasihan melihatnya. Malah, banyak yang tertawa sambil sekali kali mengirimkan bogem mentah. Nafas Elsa makin tersengal gak karuan.
"Eh anjing.. liat muka gua kalo gua lagi ngomong! Lu tolol apa gimana sih? Udah sekolah tapi masih tolol! Sini gue yang nyekolahin!" Salah satu dari mereka memaki sembari mengirimkan lagi bogem mentah nya. Sementara, si tawanan makin lemah tak berdaya.
"Besok-besok kalo mau lawan kita, minta bantuan ke dukun yang paling kuat dulu. Biar kebal bacok kayak gua! Ngerti gak lu Anjing!" Maki seseorang yang lain. Ia menjambak rambut untuk memaksa si tawanan melihat aksinya membacok bacokan celurit ke tangan. Tapi tangannya gak kenapa-napa. Orang ini sepertinya kebal bacok.
"Dia mah lawan kita pake doa kali Bang. Hahaha!!" Kata yang lainnya disambut tawa kejam.
"Eh tolol, ngelawak kali lu ya? Mana mempan kita dilawan pake doa. Udah tahu pada ateis. Hahahaha!!!"
"Sekarang giliran gua Bang." Seseorang yang sedari tadi diam mulai angkat suara. Dia memiliki postur yang paling besar dibanding yang lainnya. Mendekati tawanan sembari membawa golok. "Gua gak mau banyak bacot, buat lu nih, ANJING!!!" Golok itu langsung ditebaskan ke tangan tawanan. Membuat darah segar mengalir deras. Hanya terdengar teriakan tertahan si tawanan. Mulutnya diikat.
Elsa menahan nafas dengan sangat panik. Nafasnya benar-benar tersengal. Ia menutup mulut sebisa mungkin. Suaranya tertahan. Jangan. Sampai ada orang yang tahu bahwa dia sedang menguping. Ia mau lari, tapi langkahnya berat karena melihat darah segar yang mengalir itu. Benar-benar tak punya hati, komplotan itu justru tertawa puas.
"DUAR!!!!!" Tiba tiba saja Suara seperti ledakan muncul dari belakang Elsa. Bersamaan dengan itu, ada puluhan langkah kaki yang berlari mendekat. Belum sempat ia menengok, salah satu dari mereka sudah berteriak.
"LARI!! ITU POLISI, ANJING!" Tanpa komando, mereka berhamburan tak menentu. Sementara itu, si tawanan ditinggal begitu saja. Darah masih mengalir deras. Kepala sudah tidak lagi tegak. Entah masih hidup atau tidak, Elsa masih belum bisa bersuara.
Semua kengerian ini benar-benar ada.

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Look Back
Mystère / ThrillerSudah kubilang, ada yang tidak beres disini. Hal itulah yang terus mendorongku untuk mencari tahu. Sampai Ketika aku sudah terlalu jauh mencari, aku lupa bahwa jawaban terbaiknya adalah jangan pernah lagi melihat kebelakang.