satu

126 8 2
                                    

"Aduh," Gwen tiba-tiba panik melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan sebelah kirinya.

"Mama, Gwen pergi dulu ya!" Ia pamit kepada ibunya yang berada entah berada di mana di dalam rumahnya yang bertingkat dan terlalu besar itu lalu menyambar roti yang sudah disediakan untuknya di meja dapur.

Ia langsung lari pontang-panting ke mobil yang akan mengantarnya ke sekolah yang dikemudikan oleh supir keluarga mereka, Pak Asep.

Ia membenarkan letak sepatunya yang ia pakai tanpa melepas talinya dahulu sambil mencoba berlari ke mobilnya.

Ia menutup pintu sedan itu dengan keras, "Buruan ya pak, saya telat ini!"

"Iya, néng, iya," Pak Asep menjawab dengan logat Sundanya yang kental dan langsung mengubah gigi mobil dari 'N' menjadi 'R' dan mengeluarkan sedan tersebut dari habitatnya -- garasi.

"Pak, cepetan pak!" Gwen memerintah dengan kecemasan di suaranya. Ia tidak bisa duduk diam di bagian belakang; efek samping kalau ia sedang berharap-harap cemas.

"Jangan atuh néng, bahaya. Engké enéng kenapa-napa, kan saya yang disalahin sama mamanya enéng," Pak Asep menjawab dengan sopan.

Gwen menghela napas lalu menggerutu tidak jelas pada dirinya sendiri sambil menghempaskan dirinya sendiri ke senderan jok mobilnya.

Pak Asep tidak tega melihat anak majikannya tersebut bertingkah seperti itu jadi ia menambah kelajuan mobil tersebut.

Tapi, apa yang terjadi setelah itu semuanya terlalu cepat.

Saat di persimpangan, tiba-tiba muncul truk dengan kecepatan tinggi dari sebelah kanan mobil dan Pak Asep tidak sempat mengerem mobilnya untuk menghindar.

Terjadilah kejadian sialan itu yang mengubah sejarah hidup mereka.

Truk itu menabrak mobil yang sedang mereka kendarai.

Apa yang Pak Asep dengar untuk terakhir kalinya -- secara harafiah -- adalah teriakan anak majikannya yang tidak berhenti di pikirannya.

*****

Dimana dia? Kok jam segini belum muncul juga batang hidungnya? Glenn membatin dengan cemas memikirkan pacarnya yang hari ini akhirnya akan bersamanya selama 1 tahun.

"Glenn!" Anton, salah satu sahabatnya, memanggil.

"Bel bakalan bunyi sebentar lagi. Masih nungguin Gwen?" Anton bertanya pada sahabatnya yang masih saja setia memelototi gerbang masuk sekolah mereka.

"Iya. Biasanya dia kan selalu pas-pasan datengnya," Glenn menjawab, melihat jam dinding yang ada di dinding sekolah.

"Macet mungkin, namanya juga hari Senin," Anton mengedikkan bahu dengan santai.

"Udah yuk, ada upacara," Ia menepuk bahu Glenn ringan lalu berlari kecil ke kerumunan anak SMA Budhi Agung yang sedang bersenda gurau di lapangan sekolah mereka.

Glenn menyerah, berpikiran Gwen terjebak macet dalam perjalanannya ke sekolah, menimbang jarak rumahnya yang agak jauh, dan mengikuti sahabatnya ke lapangan walaupun ia tak bisa menyingkirkan perasaan tidak enak yang mengganjal hatinya.

*****

Gwen benar-benar tidak masuk hari itu.

Glenn mulai cemas memikirkan hal ini terus menerus sepanjang hari.

Kakinya terus bergoyang selama setiap pelajaran dan ia tidak bisa fokus ke dalam pelajaran padahal ia tipe anak yang selalu fokus di pelajaran apapun.

Pak Martin, guru Biologi mereka pun bingung melihat tingkah Glenn yang aneh saat ia menjawab tentang sistem pernapasan ikan padahal yang ditanya oleh beliau adalah sistem eksresi manusia.

Glenn selalu melihat jam dinding yang ada di belakang kelas setiap 2 menit sekali, berharap sekolah cepat berakhir.

Ia bisa saja menelepon Gwen saat istirahat, tapi masalahnya, ia sedang tidak membawa telepon selulernya hari ini.

Dan ia memiliki sedikit masalah tentang menghapalkan nomor telepon.

Saat bel pulang berbunyi, ia langsung berlari keluar kelas, sama sekali menghiraukan teriakkan Anton dari dalam kelas yang memanggil namanya untuk kembali.

Untung saja rumahnya tidak jauh dari sekolah.

Saat sampai, ia langsung menyambar telepon selulernya dan menelpon nomor Gwen.

Tidak ada yang menjawab.

Ia mengulanginya terus menerus tapi tidak ada jawaban juga.

Ia meninggalkan SMS ke nomor Gwen lalu menelepon telepon rumah Gwen.

Ia menggoyang-goyangkan badannya dengan cemas sambil menunggu teleponnya diangkat.

"Halo?" Suara Bi Ijah menyapa dari sambungan seberang.

"Halo, bi. Gwen ada gak bi? Tadi dia nggak masuk. Dia gak apa-apa kan bi?" tanya Glenn.

Terdengar gumaman dari sambungan seberang.

"Bi?" Glenn bertanya lagi, mulai tidak sabar dengan jawaban asisten rumah tangga Gwen itu.

"Ehm," Bi Ijah ragu bagaimana mengatakan kejadian itu ke pacar majikannya.

"Jadi, tadi pagi waktu nona Gwen mau berangkat sekolah diantar sama Kang Asep, mereka, ehm, mereka..."

"Mereka kenapa, bi?" Nadanya naik sedikit dan kecemasan dengan cepat berkembang di dadanya.

"Mereka ketabrak truk, den."

Gwen & Glenn [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang