Annabella Angelista pov
Hari ini sangat menyenangkan. Ditambah lagi aku bisa berkenalan dengan kakak kelas super ramah itu. Namun, hari ini juga hari tersial bagiku. Kenapa tidak? Tanpa aba-aba apapun Kak Wira datang menghampiriku. Jika yang dihampiri adalah siswa lain tentu saja akan sangat senang, bahkan mungkin pingsan karena saking senangnya. Aku tidak merasakan hal yang sama seperti yang mereka rasakan. Aku bahkan tidak menyukai dirinya.
Bagiku Kak Wira hanya memanfaatkan ketenarannya untuk memainkan hati perempuan. Sudah banyak perempuan yang menangis gara-gara Kak Wira. Atau mungkin saja Kak Wira tidak memperhatikan mereka, namun mereka yang terlalu berlebihan. Huh, kenapa aku membela Kak Wira?
Sampai di rumah aku mengganti seragam dan langsung tidur. Aku bisa bebas tidur di siang hari karena rumah sepi. Tidak ada seorang pun kecuali aku. Ya, ibu dan ayah sibuk karena urusan pekerjaan. Sedangkan kakakku, dia sudah menikah dan memilih tinggal di apartemen pribadi bersama istrinya dan satu orang anaknya. Pembantu? Bibi sedang ada urusan keluarga. Ia meminta izin untuk pergi kemarin sore. Jadilah aku sendirian.
Aku memasuki sebuah ruangan dengan seseorang yang menggandeng tanganku. Aku melihat layar yang lebar dan sedikit cahaya di ruangan itu. Ya, itu bioskop.
Hari ini aku diajak menonton sebuah film bernuansa romantis yang baru saja resmi ditayangkan di seluruh bioskop. Jangan tanya siapa orang yang ngajak aku buat nonton. Tentu saja aku diajak oleh kekasihku, Bagas.
Kami duduk di salah satu bagian kursi dan mulai memakan popcorn saat film sudah mulai diputar.
Kami tertawa bersama saat ada adegan komedi yang sengaja diselipkan di cerita romantis itu. Kami menangis bersama, ah bukan bersama. Hanya aku. Mana mungkin Bagas menangis, yang benar saja. Bagas memperhatikanku saat menangis dan saat itu juga ia menghapus air mataku menggunakan ibu jarinya, ia paham apa yang aku rasakan. Bagaimana aku tidak menangis? Jelas- jelas si cowok dalam film ini tiba-tiba meninggalkan si cewek pas lagi sayang-sayangnya. Dan apa kalian tahu? Aku membayangkan hal itu. Hal itu terjadi padaku. Tentu saja aku menangis. Ternyata oh ternyata, si cowok datang lagi dan langsung melamar si cewek. Aku nangis lagi.
Kami keluar dari gedung itu, dengan tangan Bagas masih menggenggam tanganku.
"Bel, mau kemana lagi hari ini?" tanyanya sembari menatap mataku
"Ter-se-rah ka-gas a-ja" jawabku sesegukan karena habis menangis.
Kagas? Ya, itu panggilan sayangku padanya. Dia tidak suka aku memanggilnya dengan sebutan 'kakak', tapi aku tidak enak jika harus memanggil namanya secara langsung. Jadi aku putuskan memanggilnya 'Kagas', yang artinya 'Kak Bagas'. Dia juga tidak keberatan dengan panggilan itu. Meskipun ada kata 'kakak' jika diterjemahkan. Tapi katanya, 'asalkan kamu enggak manggil aku kakak secara terang-terangan'. Jadi aku singkat saja.
"Kita makan dulu ya bel?"
"I-iya ka-gas"
Bagas membuka pintu mobil dan menuntunku untuk masuk. Kemudian dia masuk dan duduk di kursi kemudi. Dia menyalakan mobil dan mulai berjalan perlahan meninggalkan tempat yang membuatku menangis itu.
Bagas tidak berbicara banyak padaku. Karena dia tahu suasana hatiku tidak baik, aku sudah sering menangis hanya gara-gara menonton film. Cengeng? Biarkan saja. Lagipula Bagas tetap sayang.Kami berhenti di depan restoran megah milik orang tua Acha. Kami sering makan di sini, dengan ataupun tanpa Acha.
"Bell, ayo turun" suruh Bagas setelah ia membuka pintu mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart And Logic
Novela JuvenilBanyak yang bilang kalau cinta harus main logika, tapi bagaimana dengan hati? Bukankah hati yang menumbuhkam cinta? Lalu aku harus memilih apa? Kata hati? Atau logika? Mungkin keduanya? Cover by Picture For You @ted3530r