“Papa kamu harus dapat perawatan intensif, Zinnia.” Kata om Gunawan yang menjadi dokter pribadi keluargaku dulu.
“Iya om. Zinnia akan rawat papa intensif. Kira-kira butuh biaya berapa om? Biar Zinnia bisa hitung-hitung.” Ucapku berlagak tegar.
“Om tidak tau pasti Zinnia. Tapi pasti biaya sangat besar. Gagal ginjal akut papamu sudah semakin parah, om takut jika terlambat papamu akan..”
“Iya om. Aku akan bujuk papa biar papa mau dirawat. Zinnia akan usahain biayanya juga ya om. Terimakasih om.”
“Maafin om tidak bisa bantu banyak Zin.”
“Nggak papa om. Zinnia ngerti.”
Setelah itu aku keluar dari ruangan om Gunawan. Melangkah menuju papa yang sedang berbaring di salah satu kamar rawat dirumah sakit ini.
Kehidupanku berubah setelah perusahaan papa bangkrut. Jika dulu aku dengan mudah mendapatkan apa yang aku mau, sekarang justru berbanding terbalik. Aku harus menahan semua yang aku inginkan untuk biaya pengobatan papa dan biaya hidup kami.
Jika dulu, uang bukanlah hal yang sulit untuk aku dapatkan, sekarang aku harus bekerja pagi sampai malam untuk mendapatkan uang. Jika dulu dengan mudahnya aku membeli segala barang branded yang aku inginkan sekarang untuk meliriknya saja aku tak mampu. Jika dulu aku bisa makan pagi di restaurant, makan siang di hotel mewah dan makan malam di pinggir pantai sekarang aku hanya bisa memasak bahan makanan yang harus aku hemat agar tidak terbuang sia-sia.
Perubahan hidup dari konglomerat menjadi melarat seperti ini tidak mudah aku jalani. Awalnya aku hidup dengan gengsi yang tinggi tidak bekerja dan hanya menggunakan uang sisa-sisa yang aku miliki. Tapi ketika mendengar papa sakit aku harus bekerja di restaurant untuk mendapatkan uang yang tidak seberapa.
Semakin lama menjadi miskin, aku semakin tau sifat orang. Bahkan keluargaku saja tidak ingin mendekat ketika tau papa bangkrut. Teman-temanku? Aku baru tau mereka itu lintah berwujud manusia. Ketika aku sudah miskin, tidak satu orangpun yang mendekat bahkan menawarkan bantuan padaku.
Untung saja papa bangkrut ketika aku sudah lulus SMA, aku tidak bisa bayangkan jika papa bangkrut ketika aku masih sekolah darimana pula aku harus mendapatkan uang untuk membayar uang sekolah. Hemm, tidak ada keuntungan di balik kebangkrutan papa maksudku lebih baik saja jika aku sudah lulus sekolah.
Tante Tyas, ibu tiriku pergi meninggalkan papa setelah tau jika papa bangkrut. Aku kira tante Tyas tulus mencintai papa, ternyata memang ada udang di balik batu. Pernikahan yang mereka jalani selama 8 tahun kandas begitu saja ketika kekayaan papa sudah hilang. Memang benar kesetiaan laki-laki diuji ketika ia sedang berada di titik tertinggi, sedangkan kesetiaan wanita diuji ketika suaminya berada di titik terendah. Tapi aku tidak bisa menyalahkan tante Tyas, karna itu memang haknya bisa bahagia dan itu pilihannya.
Mama, wanita ini pergi meninggalkanku selamanya ketika aku berumur 8 tahun. Mama meninggal karna penyakit kanker yang ia miliki. Tidak banyak kenangan yang aku miliki dengan mama, tapi sebisa mungkin aku selalu menjaga kenangan itu agar tidak aku lupakan.
**
Aku menunggu sampai infusan yang tertusuk di tangan papa habis. Setelah itu aku bisa kembali pulang kerumah dan pergi bekerja.
Setelah infusan papa habis aku mengajak papa pulang.
“Papa kalau sakit bilang aku, biar nggak pingsan kaya tadi. Kan aku jadi khawatir.”
“Papa baik-baik aja. Kamu tidak usah khawatir gitu.”
Aku berjalan ke tempat dimana taksi sedang mangkal, biasanya aku hanya akan menggunakan angkot tapi jika bersama papa aku akan menggunakan taksi. Aku tidak ingin papa desak-desakan dengan penumpang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Grey Sides (SUDAH TERBIT)
Storie d'amoreSUDAH DITERBITKAN DAN TERSEDIA DISELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA. it is hurt, when you realize you aren't as important to someone as you thought you were and sometimes you just have to accept the fact, that some people only enter your life as a temp...