Bab 14

13.6K 852 17
                                    


Bab 14 : Tapi Tahukah Sang Lonceng?

Sekali lagi aku menatap nama yang tertera di ponselku. Menelepon wanita ini tidak akan menyelesaikan masalah. Kinari akan tetap menolakku saat ini, tapi akan sulit membuatnya menceritakan apa yang terjadi dengan mantan tunangannya. Dan aku sudah berjanji untuk tidak mengikutinya lagi. Pria brengsek bernama Yuda itu memiliki maksud yang buruk. Sangat jelas dia bermaksud memanfaatkan Ki saja.

Itu bukan hanya ungkapan cemburuku saja, walaupun kuakui rasa itu memang ada. Yuda mengetahui tentang proyek besar Pak Cahyo. Setidaknya itu informasi valid dari Pak Cahyo sendiri. Pria itu lebih suka memakai orang-orang yang dia percaya daripada sebuah proses lelang. Pemilihan Kinari sebagai perencana dan juga jasa konstruksiku sebagai pelaksana proyek restoran ini jelas tidak memakai proses lelang. Semuanya hanya karena dia merasa kami cocok dengan proyek ini. Hanya saja kali ini dia percaya dengan orang yang salah. Dia mempercayai Yuda sebagai pengawas. Entah apa yang membuat Pak Cahyo percaya dengan pria itu, tapi dia mengetahui proyek besar Pak Cahyo yang lain.

Yuda mengincar Kinari untuk alasan itu. Memaksa Kinari untuk bekerja sama dengannya untuk menekan Pak Cahyo sebagai owner. Kinari mengetahui bahwa itu perbuatan tidak legal, tapi dia bersedia bicara dengan Yuda kemarin. Ada sesuatu yang dia pakai untuk memaksa Kinari. Tidak mungkin hanya masalah kesediaan Mama Kinari saja untuk membuat wanita itu bersedia bicara dengan Yuda. Kinari sudah tidak mempercayai Yuda dan dengan jelas dia menolak pria itu. Ada hal lain yang dia pakai untuk menyerang Kinari, dan itulah yang harus kucari tahu.

Aku harus bertemu Kinari dan menanyakan semuanya sendiri. Dia harus menjawabnya atau terpaksa aku memakai cara lama, kembali mencari semua informasi sendiri. Mari kita pikirkan apa yang bisa membuat suasana hati Kinari baik saat dia diminta menyatakan semuanya. Mungkin seporsi besar steak dan juga es krim dengan pisang. Entah kenapa wanita itu tiba-tiba berubah menyukai semua makanan itu saat ini. Bahkan dia meletakkan sesisir pisang dalam kubikel dan selalu memakannya setiap kali aku menemui dia.

"Kamu sudah siap?" tanya Lani tiba-tiba saat aku sedang mengemasi barang-barangku.

"Siap kemana?" tanyaku bingung.

Lani berdecak kesal, "Untung aku yang jadi asisten kamu, Gen! Kamu kan harus terbang ke Kalimantan buat tanda tangan kontrak kerja besok. Semua tiket sudah aku siapin dan kamu harus berangkat hari ini. Tiket buat besok sudah habis!"

"Kenapa bisa kehabisan tiket sih, Lan?" tanyaku kesal. Hari ini aku harus bertemu dengan Ki, tapi masalah kontrak ini juga tidak bisa disepelekan.

"Makanya, kalau ngasih tahu jangan ngedadak! Kamu tiba-tiba aja baru inget beberapa hari lalu soal tanda tangan kontrak, dan aku yang harus keteteran ngurusin semuanya!" jawab Lani kesal.

Selama ini memang Lani yang mencatat semua keputusan meeting. Sebagai asistenku, dia yang bertugas mengingatkan dan membuat jadwal untukku. Sayangnya setelah dia hamil, membuatku tidak tega untuk mengajaknya kemanapun. Apalagi ini kehamilan pertamanya setelah setahun menikah. Aku hanya bisa memintanya duduk di kantor dan mengurus catatan rapat dengan tim estimator ataupun bagian legal untuk masalah kontrak. Memastikan jawabanku akan setiap rapat dan membuat jadwal lanjutan. Sedangkan hasil rapat dari luar kali ini aku berusaha mengingat dan mencatatnya sendiri untuk selanjutnya Lani proses. Sialnya, aku adalah pria dengan tingkat pelupa yang lumayan. Termasuk lupa memberikan hasil rapat luar, langsung kepada Lani

"Sekarang kamu cepetan pulang, packing, terus balik ke kantor. Aku sudah pesen travel langsung ke Juanda jam dua siang nanti. Jadi sekarang jam sembilan, kamu harus balik maksimal jam satu."

Bagus, bahkan dia memberiku waktu yang sangat mepet. Di tengah jam penuh kemacetan, perjalanan pulang dan kembali ke kantor, ditambah packing adalah suatu hal yang hampir mustahil. Bagaimana caraku menemui Kinari?

"Malah ngelamun, cepetan berangkat! Super macet tauk jam segini!" Lani melotot dan memaksaku segera pergi.

"Lan, gak peduli kamu hamil, sepulang aku dari Kalimantan, kamu harus mulai ikut lagi semua meetingku!" ancamku dan dibalas dengan juluran lidah mengejek.

"Tega amat nyuruh-nyuruh ibu hamil!" ejeknya dan itu membuatku semakin kesal. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan selain segera bergegas kembali ke rumah.

****

+ (Positive)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang