Terdengar tegas menggema suara Pak Wido beserta beberapa rekaman gelombang audiosonik celetukan anak yang memiliki jiwa keingintahuan tinggi, merambat melalui saraf auditory ku.
"Assalamu'alaikum" seruku membuyarkan konsentrasi seisi kelas,
"Wa'alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatu," jawab mereka serempak, "Silahkan masuk" tambah Pak Wido plus senyuman hangat khas beliau.
Lantas dengan segenap perasaan malu yang berjubel memenuhi logika fikiran aku lekas masuk kelas dimana penghuninya sedang asyik mempelari pelajaran masa lalu, yang kata orang dengan pelajaran ini para insan cenderung sulit untuk move on, ya apalagi kalau bukan pelajaran sejarah.
Aku bergegas meluncur menuju bangku, tempat singgahku di barisan pertama untuk senatiaa menyerahkan semua kemampuan berfikirku mencerna cahaya ilmu,, ya, walaupun dulu aku ogah-ogahan duduk dibarisa pertama, karena suatu musabab aku terpaksa pindah dari kursi bagian belakang, lambat laun sensasi keterpaksaan bermetamorfosis menjadi buah ketagihan serta kebutuhan .
*Mendadak scene masalaluitu menerjang fikiranku kembali
"Adel !! Gilang !! Fika !! Rama !! cepat maju kedepan" bentak Pak Topo yang terlihat dari gurat mukanya sedang naik darah.
Sontak saja kami berempat maju dengan raut tak terlukiskan, beserta desiran dada yang bedebum tak karuan. Dalam benak ku "Bencana besar pasti akan melanda kami"
"Cepat angkat kaki kanan dan jewer kuping teman di sibelah kalian!!" Kembali instruksi dari Guru yang kondang akan kegarangannya ini menyerbu dan menderu lantang.
Kami hanya pasrah dan kontan saja menerima tanpa cek-cok sengit, bertambah lagi dengan Gilang, ia yang dianugrahi gelar Si Jago Nerocos, kini menciut tak bernyali laksana kerupuk yang melempem terkena siraman air. Sesekali kami hanya meringis menahan nyeri yang justru jika kami bergerak nyari itu semakin menjadi, seakan aricular kami akan lepas dari tulang cranialnya.
Gelak tawa dari siswa-siswi lain pun akhirnya pecah membahana, menyaksikan tontonan gratis tingkah polah kami berempat sebagai pemeran yang sekaligus terdakwah utama.
puas sudah kami memposisikan badan seperti patung manusia yang tak dibayar sepeserpun oleh turis karena tidak laku, selama dua jam pelajaran. Tulang-tulang serasa remuk, persendian serasa begitu ngilu karena kehilangan cairan sinovialnya,koklea dan cairannya seakan kehilangan kemampuan untuk menyeimbangkan badan, namun Pak Topo tak mengenal ampun bagi siapa pun muridnya yang terang-terangan melanggar aturan yang ada,
" Kalian ini bukan seorang Orator Jamaah, bukan pula aktivis pendemo pemerintah perihal kenaikan BBM, dan Guru kalian ini walaupun bukan seorang presiden, apakah tidak pantas untuk mendapatkan perhatian kalian ? ya berdiskusi boleh-boleh saja, asalkan pada tempat dan waktu yang tepat, ada saatnya Bapak akan memperbolehkan kalian untuk berdiskusi." Pak Topo kembali mengeluarkan kedongkolannya kepada empat murid tak tau hormat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Windows's Heart
SpiritualJendela tak ubahnya sekedar benda tanpa makna. Jendela dapat dimetaforakan sebagai jalur akses lalu lintas eksternal dan internal. Jika rumah saja memiliki jendela yang berfungsi sebagai pertukaran udara pengap dari dalam dengan udara kaya oksigen...